pembersihan lahan merupakan faktor teknis yang berpengaruh nyata terhadap tingkat keberhasilan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta.
Omon dan Priadjati 2004 mengungkapkan bahwa saat ini program rehabilitasi dan regenerasi hutan tampaknya belum berhasil dengan baik,
khususnya di luar Jawa. Kemungkinan ketidakberhasilan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain kualitas bibit yang rendah, pemeliharaan kurang
intensif, kekeringan, kebakaran dan rendahnya rasa memiliki. Sedangkan Fauziyah dan Diniyati 2006 menyatakan, petani hutan rakyat cenderung
memposisikan pohon yang ada di lokasi hutan rakyat sebagai “tabungan” dan tidak sebagai sumber pendapatan utama, dimana pada saat dibutuhkan dapat
ditebang dan dijual, atau yang lebih dikenal dengan “daur butuh”. Cara pandang ini sangat berpengaruh terhadap pengelolaan hutan rakyat itu sendiri, dimana jika
pohon dipandang sebagai sumber pendapatan utama maka pengelolaannya akan lebih intensif.
2. Masih Adanya Tanah Guntai
Yang dimaksud dengan tanah guntai adalah tanah yang letaknya berada di dalam daerah atau wilayah Kabupaten Purwakarta tetapi pemiliknya adalah
penduduk luar daerah seperti Bandung, Jakarta, Bekasi dan Subang. Tanah tersebut biasanya dititipkan kepada penduduk pribumi atau petani penggarap.
Tanah guntai ini sebagian besar berada di Kecamatan Campaka, Cibatu, Bungursari, Babakan Cikao, Bojong, Kiarapedes dan Wanayasa.
Tanah-tanah guntai tersebut sebenarnya merupakan lahan yang cukup potensial sebagai lokasi hutan rakyat, tetapi petani penggarap sebagian besar tidak
tertarik untuk menanam tanaman hutan rakyat, hal ini disebabkan petani
penggarap khawatir tanaman kayu akan diakui oleh pemilik lahan atau jika secara mendadak terjadi alih fungsi lahan atas kehendak pemilik lahan.
Berdasarkan hasil analisis regresi, faktor tanah guntai atau status lahan juga merupakan salah satu faktor sosial ekonomi yang bepengaruh nyata terhadap
tingkat keberhasilan hutan rakyat.
3. Kurangnya Regenerasi Petani Hutan Rakyat
Usaha hutan rakyat seperti usaha pertanian pada umumnya, kurang menarik bagi kalangan generasi muda di desa. Generasi muda di desa banyak yang
urbanisasi ke kota atau bahkan lebih memilih menjadi pengangguran, daripada membantu atau meneruskan usaha tani hutan rakyat orang tua mereka.
Berdasarkan hasil pengambilan data ternyata sebagian besar petani hutan rakyat yang menjadi responden berumur 50 tahun atau lebih. Dari 106 petani
responden; 64 orang berumur 50 tahun atau lebih 60,38 persen, 28 orang berumur 40 tahun sampai 49 tahun 26,41 persen dan hanya 14 orang yang
berumur dibawah 40 tahun 13,21 persen. Petani merupakan pelaku utama kegiatan hutan rakyat, yang sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan pembangunan hutan rakyat. Rendahnya regenerasi petani hutan rakyat merupakan ancaman yang cukup serius, karena
dapat menghambat keberlanjutan dan kesinambungan pembangunan hutan rakyat.
5.2. Evaluasi Faktor Lingkungan Strategis
Evaluasi lingkungan strategis terdiri dari Internal Factor Evaluation IFE dan External Factor Evaluation EFE, yaitu dengan memberikan nilai bobot dan
peringkat pada masing-masing faktor internal kekuatan dan kelemahan dan