5.5.2 Nilai wisata Kawasan Watukarung
Jumlah kawasan pantai di pesisir Kecamatan Pringkuku yang belum dikelola dan dimanfaatkan sebagai tujuan wisata lebih banyak bila dibandingkan
kawasan wisata Srau. Nilai wisata aktual dari seluruh kawasan Watukarung sebesar Rp 157.230.307.100 hatahun Lampiran 36. Apabila daya dukung dari
seluruh kawasan
dapat dimanfaatkan
maka nilai
wisata menjadi
Rp 1.356.099.839.000hatahun Lampiran 37. Pemanfaatan di kawasan Watukarung
masih lebih rendah dibanding kawasan Srau yaitu 11,59. Masih terdapat potensi nilai
manfaat yang
belum diperoleh
yang nilainya
sebesar Rp
1.198.869.531.900hatahun. Kawasan Watukarung itu sendiri dikelola oleh masyarakat sekitar. Pengelolaan yang dilakukan dalam hal penjagaan kawasan
supaya tetap bersih. Penyediaan kelengkapan fasilitas masih belum dapat dilakukan karena kurangnya dana dana hanya diperoleh dari tiket masuk kawasan
dimana tiket tersebut nominalnya bersifat sukarela. Meskipun demikian, diperlukan perencanaan strategis untuk menentukan prioritas kawasan yang akan
dikembangkan dengan mempertimbangkan ketersediaan aksesibilitas, potensi, saranaprasarana dan keamanan pengunjung.
5.5.3 Nilai perikanan
Aktivitas perikanan yang dilakukan di pesisir Kecamatan Pringkuku didominasi oleh perikanan skala kecil dengan armada penangkapan 10 GT.
Umumnya nelayan melakukan operasi penangkapan dengan trip harian one day fishing
. Nilai pemanfaatan perikanan dihitung dari jumlah pengeluaran nelayan dalam melakukan operasi penangkapan ikan dan pendapatan yang diperoleh dari
hasil menjual hasil tangkapan. Pendapatan yang dimaksud adalah pendapatan yang diperoleh dalam waktu satu tahun yakni bulan Januari-Desember 2011.
Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai perikanan aktual yang diperoleh sebesar Rp 26.510.238.840hatahun Lampiran 38. Nilai tersebut sekitar 17,93
dari nilai produksi perikanan Kabupaten Pacitan. Armada penangkapan yang masih terbatas menyebabkan nelayan hanya melakukan penangkapan di sekitar
pantai dan tidak mampu menjangkau perairan yang lebih jauh Lampiran 39. Hal ini menjadi salah satu penyebab tingginya ketergantungan nelayan pada pola
musim yang terjadi. Pada saat musim barat, nelayan umumnya tidak dapat
melakukan operasi penangkapan sehingga pendapatannya menjadi menurun. Sebagian nelayan juga memiliki aktivitas lain seperti bertani dan beternak. Hasil
bertanibeternak tersebutlah yang digunakan nelayan untuk membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari apabila tidak dapat melaut.
Nilai perikanan di kawasan pantai Kecamatan Pringkuku dapat ditingkatkan namun tetap dapat dipertahankan dengan perikanan skala kecil. Peningkatan yang
dilakukan diharapkan dapat meningkatkan pendapatan nelayan. Peningkatan tersebut antara lain melakukan perbaikan terhadap armada tangkap. Armada
dibuat lebih bersih, mengembangkan usaha pengolahan ikan nelayan diberi pelatihan tentang pengolahan hasil perikanan nuget, bakso, masakan dari hasil
laut sehingga hasil dapat dijual dengan harga yang lebih baik dan melibatkan nelayan dalam kegiatan wisata. Pelibatan nelayan diharapkan pendapatan nelayan
bisa lebih baik lagi dan nelayan dapat terlibat dengan kegiatan wisata juga.
5.6 Analisis Kesenjangan GAP Analisis
Analisis kesenjangan Gap dibuat dalam dua skenario. Skenario 1 merupakan skenario saat kondisi sesuai daya dukung dan skenario 2 saat kondisi
tidak sesuai daya dukung kurang dari daya dukung. Dua skenario yang ditentukan dilihat pengaruh dari ekonomi, sosial dan ekologi Nilai dari
pembobotan peringkat yang dilakukan stakeholder terhadap prioritas pengelolaan secara ekonomi, sosial dan ekologi kemudian dimasukkan dalam masing-masing
skenario. Masing-masing skenario dilakukan perhitungan yaitu perkalian antara bobot dengan skor yang diperoleh Tabel 28.
Tabel 28 Prioritas pengelolaan yang merupakan perkalian skor dengan prioritas pengelolaan
Kriteria Skenario
1 2
Ekonomi 40
0,40 x 100 16
0,40 x 39 Sosial
5 0,05 x 100
3 0,05 x 65
Ekologi 55
0,55 x 100 5
0,55 x 100
Total rata-rata skor 100
24