Berdasarkan hasil Focuss Group Discussion FGD didapat bahwa dalam hal pengelolaan Hutan adat masyarakat belum memperlihatkan tentang
pemanfaatan ruang yang jelas atas hutan adat tersebut. Selama ini yang dimengerti masyarakat tentang hutan adat tersebut adalah bagaimana pemanfaatan
atau pengambilan-pengambilan kayu, artinya adalah masyarakat telah menentukan daerah-daerah pemanfaatan dan pengambilan kayu tersebut seperti, tidak
mengambil kayu pada daerah kelerengan lebih dari 45 , tidak mengambil kayu
pada daerah pinggir sungai, tidak mengambil kayu pada daerah hulu sungai.
5.3.1. Institusi Pengelolaan Hutan Adat di Desa Baru pangkalan Jambu
Institusi Hutan
Adat terangkum
dalam Perdes
Nomor: 1PerdesHADXII93 dan ditetapkan bulan Desember 1993 kemudian perdes ini
diperbaharui dengan Perdes Nomor: 01PerdesHAD021994. Perdes 1993 tersebut ditandatangi oleh Kepala Desa Bpk. Maakat waktu itu, diinisiasi oleh
kepentingan WWF adalah dalam promosi kegiatan WWF di Propinsi Jambi berkaitan dengan pengelolaan buffer zones. Perdes 1994 yang bersumber dari
Perdes 1993 yang ditandatangani oleh Kepala Desa waktu itu yaitu Alm Nasaruddin. Perdes 1994 ini diinisiasi oleh personil Fasilitator Konservasi Desa
FKD yang terlibat pada proyek Integrated Conservation and Development Project ICDP. Jika diteliti lebih dalam ternyata ada perubahan mendasar dari
Perdes 1993, berkenaan dengan struktur dan penjelasan tentang kordinator otomatis Hutan Adat yang dijabat oleh Rio Niti. Kenyataan bahwa sebahagian
besar masyarakat belum memahami dengan baik isi Perdes tersebut, baik struktur, tugas dan kewenangan maupun hak dan kewajiban masyarakat.
Gambar 8. Struktur Organisasi Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu
Disatu sisi pembentukan hutan adat sebagai kepeduliaan masyarakat akan kelestarian alam dan juga sebagai pasokan cadangan lahan bagi anak cucu mereka
ternyata disisi lain pembentukan hutan adat adalah sebagai bentuk penguasaan sumberdaya hutan oleh masyarakat Desa Baru Pangkalan Jambu di tengah
keberadaan penguasaan hutan oleh negara berupa Hutan Taman Nasional Kerinci Seblat TNKS. Ketakutan dari masyarakat selama ini adalah ketika sewaktu-
waktu negara mengklaim bahwa kawasan Hutan Adat tersebut adalah kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat TNKS, ketika negara klaim hutan tersebut
PENGAWAS Lembaga Adat dan BPD
KEPALA DESA
KETUA HUTAN ADAT H. Lijaruddin
BIDANG PEMANFAATAN
1. Rojali kord
2. Daharudin
3. Muhammad
4. Eduar
5. Nurdin
6. Sargawi
7. Idris
BIDANG PELESTARIAN
1. Irhamna kord
2. Hanafi
3. Madi
4. Budriansah
5. Karti
6. Kartini
7. Kartina
8. Enidar
9. Efa yustuti
10. Horimah
BIDANG KEAMANAN
1. Zulkarnaen kord
2. Muktarudin
3. Boya herman
4. Surial
5. Kilus
6. Bustanudin
7. Yakub
8. Jatriadi
9. Herman yen
BENDAHARA Bahrul Kaudin
SEKRETARIS Kari Defera
adalah kawasan Hutan Taman Nasional maka seiring waktu masyarakat tidak akan dapat memanfaatkan hasil hutan lagi serta pasokan cadangan lahan bagi anak
cucu mereka pun sudah tidak ada lagi sehingga dengan sendirinya krisis sumberdaya lahan pun semakin menjadi-jadi. Berdasarkan pernyataan salah satu
informan mengenai hutan adat adalah sebagai berikut : “ kalo kami idak buat hutan adat, kagek lamo-lamo hutan tersebut di
jadikan hutan taman nasional kerinci seblat TNKS, yang akhirnyo kami idak biso lagi manfaatin hutan kami. Tau dewek lah TNKS,
masuk be dak boleh apo lagi nak ngambek hasil hutan kayak rotan, damar, ma
du, dll...” Mktr, wawancara tanggal 19 Maret 2012
“ kalau kami tidak membuat hutan adat, nanti ke lama-lamaan hutan tersebut dijadikan hutan Taman Nasional Kerinci Seblat
TNKS, yang akhirnya kami tidak bisa lagi memanfaatkan hutan kami. Tahu sendiri dengan TNKS, masuk tidak boleh apa lagi mau
mengambil hasil hutan seperti rotan, dama, madu, dll...”
Mktr, wawancara tanggal 19 Maret 2012
5.3.2. Aturan-aturan Dalam Pengelolaan Hutan Adat