upaya diversifikasi nafkah pada semua sektor baik on farm, off farm maupun non farm.
Menurut Geertz 1981, perubahan pola nafkah yang terjadi di Pedesaan Jawa pada Masa Kolonial Belanda diakibatkan oleh pertambahan penduduk dan
sumberdaya alam yang terbatas. Sehingga masyarakat Pedesaan Jawa menerapkan teknik padat tenaga buruh tani.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti menggunakan strategi nafkah sebagai pisau analisis dikarenakan peneliti ingin mengungkapkan dinamika pola nafkah
yang terjadi pada masyarakat Desa Baru Pangkalan Jambu dalam bertahan hidup?
2.4. Pengertian Masyarakat Desa Hutan
Masyarakat desa hutan sebagai satu kesatuan hidup manusia mempunyai karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan komunitas lain. Adapun
perbedaan tersebut antara lain : jenis lingkungan tempat tinggal, sistem kemasyarakatan, dan sistem kebudayaan. Masyarakat desa hutan sesuai dengan
julukannya tinggal dilingkungan sekitar dan dalam hutan. Masyarakat desa hutan relatif masih bersifat tertutup, terisolasi, dan terpencil dengan kehidupan
komunitas luar yang disebabkan sifat hutan tropis yang melingkupi. Sistem kemasyarakat yang ada di masyarakat desa hutan terintegrasi secara kuat diantara
sesama warganya in group dengan tingkat solidaritas dan toleransi yang sangat tinggi berbeda dengan solidaritas dan toleransi terhadap masyarakat asing di luar
komunitasnya sangat rendah. Sistem mata pencaharian masyarakat desa hutan kini telah mengalami pergeseran. Pertama, dari segi diversitasnya mata pencaharian
masyarakat tidak hanya bertumpu pada hasil kegiatan bercocok tanam, berburu, meramu dan menangkap ikan. Masyarakat desa hutan kini memiliki mata
pencaharian yang heterogen, mulai dari pertanian, peternakan, pedagang, karyawan perusahaan hingga pegawai pemerintah. Kedua, praktek pertanian
berladang berpindah yang masih diterapkan masyarakat desa hutan – dimana dulu
dianggap merupakan praktek pertanian yang adaptif dan rasional – kini justru
disinyalir tidak lagi adaptif dan rasional terhadap kelestarian ekosistem sumberdaya hutan. Ketiga, secara ekonomis pertanian ladang berpindah semakin
lama semakin tidak mampu mencukupi kebutuhan pangan masyarakat yang mengusahakannya Nugroho, 2005.
Lebih jauh Nugroho 2005 mengatakan bahwa sistem pengetahuan masyarakat desa hutan saat ini pun mengalami perkembangan. Kini, pengetahuan
masyarakat desa hutan tidak hanya sebatas pengetahuan tentang lingkungan sekitar, namun telah bergeser ke dalam lingkungan nasional maupun
internasional, dimana hal tersebut diakibatkan adanya ekspansi budaya globalisasi dan modernisasi.
Hutan dalam kehidupan masyarakat memegang peran penting bagi masyarakat sekitar hutan karena pohon yang tumbuh serta sumberdaya lainnya
yang berada di dalam kawasan hutan memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi. Sebagian besar kawasan Desa Baru Pangkalan Jambu adalah hutan dan juga di
dalamnya terdapat hutan negara yaitu Hutan Taman Nasional Kerinci Seblat TNKS.
Menurut Awang
1993 dalam
Sardjono 2004
berdasarkan pengalamannya berpendapat bahwa pada dasarnya seluruh masyarakat lokal di
dalam atau di sekitar areal hutan di luar Jawa berbasis pada pertanian dan ladang atau sering disebut pertanian ―gilir-balik‖. Ini berarti bahwa forest dwellers dan
forest surrounding villagers dalam perkembangannya pada dasarnya memiliki kegiatan yang kurang lebih sama. Oleh karena itu Awang 1993 lebih memilih
mengelompokkan masyarakat menjadi tiga beserta karakteristiknya dengan mendasarkan
pada perkembangan
sosial-ekonomi termasuk
mata pencahariannya kelompok masyarakat yang dimaksud adalah sebagai berikut :
a. Masyarakat terisolir, yaitu mereka yang tinggal di wilayah terisolir
remote areas yang biasanya seperti wilayah geografis perbukitan, lembah-lembah atau tepi sungai, merupakan kelompok masyarakat
adat yang berada di tempat asalnya hingga bersifat homogen dan hukum adat masih diberlakukan termasuk tanah adat yang dihormati
bersama.
b. Masyarakat baru yang transisi, yaitu mereka yang mencoba merubah
kehidupan dan penghidupannya ke arah yang lebih baik dengan datang
atau tinggal pada wilayah-wilayah yang relatif terbuka seperti tepi
jalan atau pusat kegiatan basecamp HPH.
c. Masyarakat yang menetap, yaitu yang telah tinggal pada suatu
kampung termasuk kampung tua yang dibentuk nenek moyang, pada wilayah-wilayah yang memiliki akses lebih luas terhadap kehidupan
diluar dan oleh karenanya lebih berkembang dibandingkan kelompok
masyarakat terisolir dan transisi.
2.5. Konsep Pengelolaan Hutan Oleh Masyarakat Community Forest