titian ke rajo yang menandai wilayah Pangkalan Jambu mulai berajo ke Tamiai yang akhirnya rio tersebut digelar dengan sebut Rio Niti Dirajo.
6.2. Sumber Nafkah Masyarakat Desa Baru Pangkalan Jambu Saat Ini
Sumber-sumber nafkah masyarakat desa sangat bervariasi. Berdasarkan pengamatan dilapangan pekerjaan yang digeluti oleh masyarakat mengenai
sumber-sumber nafkah masyarakat Desa Baru Pangkalan Jambu dikelompokkan ke dalam jenis-jenis pekerjaan yang bertumpu pada beberapa aspek seperti : aspek
pemanfaatan sumberdaya alam, aspek pengembangan industri rumah tangga, dan aspek pelayanan sosial atau jasa.
6.2.1. Aspek Pemanfaatan Sumberdaya Alam
a. Sawah
Berdasarkan hasil pengukuran dari peta desa diketahui luasan hamparan persawahan di Desa Baru Pangkalan Jambu berkisar 117,25 ha yang terdiri dari
tiga kategori menurut jenis sumber airnya yaitu sawah payo rawa, sawah kincir, dan sawah irigasi non teknis sumber air dari aliran anak sungai.
Masyarakat Desa Baru Pangkalan Jambu sebagian besar mengolah sawah satu kali setahun yang dikerjakan sendiri maupun dengan sistem upah untuk jenis-
jenis pekerjaan tertentu. Dalam mengelola sawah ada pembagian kerja antara laki- laki dan perempuan, misalnya laki-laki melakukan jenis pekerjaan mencangkul,
membajak, merencak, membuat semaian, perontokan, dan pengangkutan, sedangkan perempuan melakukan jenis pekerjaan penanaman, penyiangan, dan
pemanenan. Namun untuk saat ini beberapa jenis pekerjaan yang sering dilakukan oleh laki-laki seperti mencangkul, membajak, merencak, dan perontokan sekarang
sudah digantikan dengan mesin. Pengolahan lahan sampai siap tanam dilakukan dengan menggunakan mesin hand tractor dengan cara menyewa. Besarnya biaya
sewa traktor beserta operator berkisar Rp. 400.000,- per 0,75 Ha. Menurut perhitungan secara ekonomi, upah sewa hand tractor jauh lebih murah jika
dibandingkan dengan biaya upah buruh harian yang bekerja secara manual. Di
Desa Baru Pangkalan Jambu, upah buruh harian lepas untuk perempuan berkisar Rp. 15.000,- per hari sedangkan laki-laki berkisar Rp. 20.000,- per hari. Untuk
sawah seluas 0,75 waktu yang dibutuhkan untuk jenis pekerjaan pengolahan tanah sampai siap tanam yang dilakukan secara manual menggunakan cangkul dan alat
bajak sederhana bisa mencapai 50 hari. Dengan demikian bisa dipahami jika warga lebih cenderung mengupahkan pengerjaan pengolahan lahannya melalui
sistem upah hand tractor tenaga mesin daripada upah buruh harian tenaga manusia. Di Desa Baru Pangkalan Jambu terdapat satu unit hand tractor yang
sudah tidak bisa difungsikan karena beberapa komponennya mengalami kerusakan. Jadi hand tractor yang biasa disewa oleh warga adalah milik Desa
Bukit Perentak yang bersebelahan dengan Desa Baru Pangkalan Jambu. Di samping menggunakan hand tractor, warga juga sudah terbiasa
menggunakan alat perontok padi. Di Desa Baru Pangkalan Jambu terdapat dua unit thrasher yang digunakan secara bergiliran oleh warga dengan cara membayar
sewa pemakaian. Di Desa Baru Pangkalan Jambu belum terdapat huller mesin penggiling padi sehingga jika warga ingin mengolah padi menjadi beras mereka
memanfaatkan huller yang terdapat di Desa Bukit Perentak. Sedangkan struktur penguasaan sawah di Desa Baru Pangkalan Jambu
dapat dikelompokkan sebagai berikut : a.
Milik sendiri, yaitu sawah yang diperoleh dari pembagian warisan, beli, dan buka sendiri.
b. Milik kolektif, yaitu sawah yang dimiliki secara bersama yang terpola
dari sistem pewarisan dengan cara pengelolaan secara bergiliran. c.
Sawah orang lain, sawah milik orang lain yang dikelola melalui sistem pinjam, sewa, dan bagi hasil.
Pola pewarisan yang dianut oleh masyarakat Desa Baru Pangkalan Jambu, mengikuti pola yang ada di Sumatera Barat yaitu sawah diwariskan ke
kemenakan. Bedanya adalah di Desa Baru Pangkalan Jambu terdapat sawah yang diwariskan ke anak melalui sistem bagi sedangkan di Sumatera Barat tidak ada
sawah yang dibagi. Sehingga dengan cara seperti ini berakibat adanya sawah yang
dimiliki secara pribadi dan ada yang dimiliki secara kolektif yang dikelola secara bergiliran.
Berdasarkan hal tersebut warga mengelompokkan hak dalam pengelolaan sawah atas dua jenis yaitu hak pakai untuk sawah waris yang dikelola secara
bergiliran dan hak milik untuk sawah yang berasal dari beli dan bukaan sendiri. Dari luasan sawah sebagaimana disebutkan di atas, menurut keterangan
warga sekitar 30 dimiliki oleh orang dari desa tetangga umumnya Desa Bukit Perentak dan sekitar 70 yang dimiliki oleh warga Desa Baru Pangkalan Jambu.
Dalam pengelolaan sawah, warga sudah mengenal penggunaan bahan- bahan kimia berupa pupuk dan obat-obatan pembasmi hama dan penyakit. Di
antara jenis pupuk yang sudah digunakan oleh warga terdiri dari jenis urea Nitrogen, SP36 phosphor, dan KCl Kalium dengan dosis penggunaan urea
100 kgkaliha dilakukan tiga kali pemupukan ; sebelum tanam, sebelum masa penyiangan pertama, dan sebelum padi berbuah ; SP36 75 kgkaliha dilakukan
sekali sebelum masa penanaman, dan KCl 75 kgkaliha dilakukan sekali pada masa 20 hari sesudah penanaman.
Takaran benih padi yang biasa digunakan oleh warga dalam pengerjaan sawah berkisar 18 gantang per hektar untuk jenis padi yang digunakan warga 1
gantang = 0,6 kg. Rata-rata mereka memperoleh hasil setiap 1 gantang benih yang digunakan akan memperoleh hasil sekitar 100 gantang padi. Jika padi diolah
menjadi beras maka setiap 10 gantang padi mereka akan memperoleh sekitar 4 gantang beras.
Hasil yang diperoleh dari sawah hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan akan beras selama beberapa bulan dan rata-rata tidak mencukupi untuk sampai
pada musim tanam berikutnya dan kebutuhan beras selanjutnya dipenuhi dari membeli. Menurut warga, Desa Baru Pangkalan Jambu dulunya makmur dengan
hasil sawah. Hal ini masih dapat dibuktikan dari keberadaan lumbung padi yang besar dan dulunya selalu penuh. Dengan melihat luasan sawah yang terdapat di
Desa Baru Pangkalan Jambu yang dominan merupakan lahan sawah kering, maka secara perhitungan matematis seharusnya desa memiliki kemampuan untuk
memproduksi padi sebanyak 586,25 ton setiap musim panen dan jika dianggap tingkat penyusutan pada pengolahan gabah menjadi beras sebesar 50 maka
jumlah beras yang mampu dihasilkan pada setiap musim panen adalah sebesar 293,125 ton
6
Kondisi ini tidak mampu dicapai karena adanya beberapa kendala yang dihadapi dalam pengelolaan sawah. Beberapa kendala yang dihadapi dalam
pengelolaan sawah adalah terutama kendala serangan hama penyakit, gangguan gulma dan kesulitan air. Untuk mengatasi serangan hama warga menggunakan
beberapa jenis pestisida dan beberapa jenis herbisida untuk memberantas gulma seperti Round Up dan Gramoxome. Sedangkan upaya untuk mengatasi masalah
kesulitan air pengairan sawah terutama sawah-sawah yang pengairannya bersumber dari aliran anak sungai belum dilakukan oleh warga. Ketika musim
kemarau tiba menurut warga terdapat sekitar 10 sawah yang sama sekali tidak bisa diolah karena sumber airnya kering. Di samping kendala-kendala tersebut,
ternak juga merupakan salah satu gangguan yang cukup berarti ketika memasuki masa pengelolaan sawah tahap kedua. Meskipun sudah ada aturan adat yang
disepakati yang menyebutkan “sawah berkandang siang dan ternak berkandang
malam” namun ini hanya dilaksanakan selama musim tanam pertama dan pada masa musim tanam kedua ternak dibiarkan lepas secara bebas sehingga dapat
merusak tanaman padi. Menurut sebagian besar warga bahwa kendala-kendala tersebut berpangkal
dari pola pengerjaan sawah yang tidak lagi serentak seperti yang pernah dilakukan oleh para pendahulu mereka. Sulitnya menerapkan pola tanam yang serentak ini
disebabkan oleh masalah pengaturan sumber air yang berbeda-beda kincir, irigasi semi-teknis, dan tadah hujan, dan kemampuan dalam mengolah tanah yang
berbeda-beda, dan sebagainya sehingga berakibat sulitnya dalam mengatur air, mengendalikan hama, dan hilangnya kerjasama. Khusus masalah pengendalian
hama babi, di Desa Baru Pangkalan Jambu sudah ada persatuan buru babi yang didirikan sudah sejak lama. Aktivitas berburu di Desa Baru Pangkalan Jambu
cukup aktif yang rutin dilaksanakan setiap seminggu sekali ketika padi di sawah mulai berbuah. Aktivitas berburu ini dilakukan secara sukarela oleh kelompok
dengan kompensasi warga yang mengolah sawah akan memberikan sumbangan berupa satu kaleng padi sesudah musim panen. Di samping itu juga sudah terpola
6
Produktivitas sawah lahan kering berkisar 5 – 6 ton pada kondisi normal dengan pengelolaan
menurut anjuran.
dimana setiap aktivitas berburu akan dilakukan, para ibu rumah tangga secara spontan menyumbangkan satu bungkus nasi beserta lauk-pauknya kepada anggota
kelompok berburu.
b. Ladang