membutuhkan perhatian pada properti sebagaimana tindakan terlarang, hubungan produksi, hubungan pemberian judul dan sejarah dari semua itu.
Peluso melihat akses, seperti halnya properti, selalu berubah, tergantung pada posisi individu dan kelompok serta keuasaan dengan variasi hubungan
sosial. Peluso mengutip pendapat para ahli mengenai properti, seperti Ghani yang berpendapat bahwa properti seharusnya direpresentasikan sebagai ikatan
kekuasaan. Menempatkan analisa ekonomi-politik dalam melihat akses terhadap sumberdaya akan membantu dalam memahami identifikasi dasar dengan beberapa
orang yang bisa mengmabil keuntungan dari sebagian suumber daya sementara yang lain tidak. Pengendalian akses adalah kemampuan untuk memediasi akses
lainnya. Pengendalian mengarah pada pemeriksaan dan dan pengawasan tindakan, fungsi atau kekuatan yang mengawasi dan mengatur tindakan bebas.
Mempertahankan akses memerlukan kuasaan untuk menjaga sebagian sumber daya akses yang terbuka. Baik pengendalian dan pengontolan merupakan dua hal
yang saling melengkapi. Berdasarkan uraian di atas, peneliti mencoba menggunakan konsep teori
akses dan hak kepemilikan sebagai pisau analisis dalam melihat strategi adaptasi masyarakat Desa Baru Pangkalan Jambu. Selain itu pentingnya teori akses dan
hak pemilikan ini di jadikan pisau analisis, karena ingin melihat sejauh mana akses masyarakat terhadap sumberdaya lahan yang ada di Desa Baru Pangkalan
Jambu? Sedangkan terkait dengan hak kepemilikan, peneliti berusaha mengungkapkan bagaimana status penguasaan dan hak kepemilikan sumberdaya
lahan di Desa Baru Pangkalan Jambu?
2.2. Teori Eksklusi Sosial
Buku yang ditulis oleh Hall et.al 2011, Powers of exclusion. Land Dillemmas In Southeast Asia, adalah mengeksplorasi kekuasaan eksklusi di ranah
Agraria Asia Tenggara. Dalam powers of exclusion yang dilihat adalah siapa yang terekslusi dalam konsteks agraria dan sumber daya alam. Pendekatan ini
digunakan sebagai cara baru untuk mengamati dinamika perubahan agraria yang
sedang berlangsung. Powers of exclusion itu dapat dijelaskan dengan rumus 4 x 6. Powers of exclusion terjadi karena ada 4 faktor dalam 6 proses. Empat faktor
pokok tersebut yang saling berintegrasi didalam beroperasinya konsep ekslusi yakni, regulasi regulation, pasar market, paksaan force dan legitimasi
legitimation. Berikut penjelasan lebih jauh tentang ke empat kekuatan tersebut: Pertama, peraturan regulation menjadi salah satu faktor yang dapat
menyebabkan orang tersingkir untuk memiliki atau mendapatkan manfaat atas tanah. Peraturan yang dimaksud baik berupa peraturan formal maupun peraturan
informal. Peraturan formal adalah apa saja peraturan yang dibuat oleh lembaga formal dalam hal ini yang merepresentasikan negara. Sedangkan peraturan
informal merupakan peraturan yang dibuat atau berkembang oleh otoritas di luar negara, misalkan hukum adat maupun kebiasaan yang diterapkan masyarakat
dalam mengatur pembagian dan penggunaan sumber daya alam. Kedua, Legitimasi legitimacy berkaitan dengan pola relasi di dalam
komunitas dan juga dengan institusi adat maupun institusi lainya yang memberikan kekuasaan di dalam masyarakat. Membicarakan legitimasi berarti
juga menyangkut representasi dan pola pengambilan keputusan di dalam koumintas.
Ketiga, pasar market yang bekerja sebagai pengontrol aktivitas ekonomi yang dilakukan terhadap tanah dan manusia. Intervensi pasar tidak hanya terbatas
pada distribusi, melainkan juga mempengaruhi bagaimana dan dimana produksi kebutuhan pasar akan dilakukan. Tekanan inilah yang menentukan siapa yang
akan terseingkir dalam pertanian. Keempat, paksaan force tentu saja bisa menyingkirkan. Oleh karena itu,
paksaan atau kekuatan yang dilakukan terhadap petani akan membuat mereka tersingkir dari tanah yang mereka hidupi. Kekerasaan bisa dilakukan oleh
berbagai pihak yang berebut dalam konflik tanah. Ekslusi tersebut berlangsung dalam enam proses antara lain: 1
regularisasi hak atas tanah, melalui program pemerintah tentang pendaftaran tanah, formalisasi dan perdamaian; 2 Ekspansi ruang dan intensifikasi dengan
mendorong konservasi hutan dengan menekan aktivitas pertanian: 3 ―New Boom
Crop ‖ berupa ekspansi tanaman monokultur yang menyebabkan konversi lahan
besar-besaran; 4 konversi tanah setelah penggunaan untuk pertanian; 5 proses- proses yang timbul dari formasi agraria di dalam desa secara
―intimate‖; 6 mobilisasi kelompok-kelompok untuk mempertahankan akses mereka terhadap
tanah. Proses eksklusi bisa terjadi karena aturan-aturan telah berpusat pada
negara dan formalisasi untuk hak mengekslusi orang atas akses tanah. Juga, dinamika eksklusi berlangsung perubahan cara menggunakan tanah sebagai
cadangan untuk beberapa aktor dan menyangkal untuk pihak yang lain. Selain itu, perlu diingat bahwa kekuasaan eksklusi senantiasa pisau bermata dua double
edge. Eksklusi senantiasa menciptakan keamanan dan ketidakamanan. Misalkan hutan yang dijadikan konservasi taman nasional tidak diperbolehkan untuk
diakses oleh petani. Eksklusi sosial adalah proses yang menghalangi atau menghambat
individu dan keluarga, kelompok dan kampung dari sumber daya yang dibutuhkan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial, ekonomi, dan politik di dalam
masyarakat dengan utuh. Proses ini terutama sebagai konsekuensi dari kemiskinan dan penghasilan yang rendah, tetapi bisa juga dampak dari faktor lain seperti
diskriminasi, tingkat pendidikan yang rendah, dan merosotnya kualitas lingkungan. Melalui proses inilah individu atau kelompok masyarakat untuk
beberapa periode waktu kehidupan terputus dari layanan, jejaring sosial, dan peluang berkembang yang sebenarnya dinikmati sebagian besar masyarakat
Pierson, 2002. Berdasarkan penjelasan di atas, maka teori eksklusi sosial digunakan
sebagai pisau analisis untuk menjelaskan bagaimana terjadinya eksklusi masyarakat Desa Baru Pangkalan Jambu dalam mengakses sumberdaya lahan
yang disebabkan oleh keberadaan kebijakan negara yaitu Taman Nasional Kerinci Seblat TNKS.
2.3. Strategi dan Pola Nafkah