kepada toke dalam bentuk lateks bertatal yang sudah mengalami proses perendaman selama beberapa hari.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, ada dua bentuk sistem pemasaran lateks yang dijumpai di Desa Baru Pangkalan Jambu yang ditunjukkan oleh mata
rantai tataniaganya, yaitu : 1.
Warga – Toke di Desa pengumpul 1 – Toke di Sungai Manau pengumpul2 - Toke di Jambi pengumpul 3
2. Warga – Toke di Desa pengumpul 1 – Toke di Bangko pengumpul 2 –
Toke di Jambi pengumpul 3 Dari data dan informasi yang dikumpulkan tidak dijumpai adanya warga
yang langsung memasarkan lateksnya ke toke di Sungai Manau atau di Bangko maupun toke di Jambi. Diketahui harga lateks di tingkat toke di Bangko lebih
tinggi dibandingkan dengan harga di tingkat toke desa. Sehingga dalam hal ini menunjukkan tidak efisiennya sistem pemasaran lateks yang terdapat di Desa
Baru Pangkalan Jambu yang disebabkan oleh jalur tata niaga yang sangat panjang sehingga margin yang diterimapun sangatlah tinggi.
d. Budidaya Ikan Kolam
Di samping mengelola sawah, ladang, dan kebun sebagai bentuk-bentuk sumber-sumber penghidupan bagi warga, ada juga beberapa warga yang sudah
mengembangkan budidaya ikan pada media kolam. Budidaya ikan kolam di Desa Baru Pangkalan Jambu diawali dari program ICDP TNKS sebagai salah satu
bentuk pengembangan ekonomi alternatif bagi warga. Namun hal ini tidak mampu berkembang sebagaimana yang diharapkan karena warga lebih cenderung
melakukan penangkapan ikan di sungai untuk kebutuhan lauk-pauk sehari-hari. Beberapa jenis ikan yang dibudidayakan seperti ikan emas, nila, tawas, karayo,
lele, patin, dan mujair hanya diperuntukkan untuk konsumsi sendiri oleh warga yang masih memiliki kolam. Namun untuk informasi terkahir yang didapa bahwa
aspek pemanfaatan ruang berupa budidaya ikan kolam sudah tidak dilakukan oleh masyarakat lagi dikarenakan mereka beranggapan bahwa yang dapat menjamin
kehidupan mereka bukanlah budidaya ikan kolam, selain itu juga berdasarkan penuturan masyarakat yang dulu mempunyai budidaya ikan kolam tersebut
menyatakan bahwa dengan melakukan budidaya ikan kolam tersebut maka waktu banyak terbuang sia-sia yang mana seharusnya masyarakat dapat melakukan
menyadap karet, jadi waktu yang dilakukan untuk menyadap karetpun berkurang.
e. Bekayu
Bekayu atau seringpula disebut dengan istilah bebalok merupakan jenis mata pencaharian yang mengeksploitasi kayu di kawasan hutan untuk dijual ke
sawmill yang berkembang marak sejak tahun 1990-an. Jenis pekerjaan ini biasa digeluti secara berkelompok yang jumlah anggotanya berkisar 4
– 6 orang menurut pembagian tugas tertentu, yaitu 1 orang operator chainsaw, 1 orang co-
operator, dan 2 atau 4 orang tukang tarik untuk kapasitas kayu 1 truk dibutuhkan tukang tarik sebanyak 2 orang.
Jenis pekerjaan bekayu umumnya digeluti oleh warga yang masih muda karena jenis pekerjaan ini membutuhkan tenaga fisik yang kuat dan beresiko
tinggi. Banyak kalangan orang di Desa Baru Pangkalan Jambu yang tertarik dengan jenis pekerjaan ini karena menurut mereka akan memperoleh penghasilan
yang tergolong cukup besar. Saat ini lokasi warga bekayu sudah sangat jauh dari pusat pemukiman
desa. Untuk satu periode masa melakukan aktivitas bekayu di hutan menurut istilah warga satu trip, lamanya bisa mencapai 2
– 3 minggu di dalam hutan. Bagi mereka yang menggeluti jenis pekerjaan ini sebenarnya ada keinginan untuk
beralih karena menurut mereka jenis pekerjaan ini sangat berat dan beresiko tinggi. Di samping selalu menjadi incaran petugas alat negara juga rentan
terhadap resiko kecelakaan seperti tertimpa kayu, serangan binatang buas dan sebagainya. Pada kenyataannya jenis pekerjaan bekayu ini juga tidak memberi
perubahan yang berarti terhadap kualitas hidup mereka. Hanya saja menurut mereka, yang memudahkan dalam menggeluti jenis pekerjaan bekayu adalah
sebelum bekerja gaji sudah diberikan terlebih dahulu oleh toke sebagai modal. Demikian pula jika anggota keluarga yang ditinggalkan ketika menghadapi
kesulitan bisa meminta bantuan kepada toke terutama kesulitan dalam masalah keuangan.
f. Penambangan Emas