Aturan-aturan Dalam Pengelolaan Hutan Adat

adalah kawasan Hutan Taman Nasional maka seiring waktu masyarakat tidak akan dapat memanfaatkan hasil hutan lagi serta pasokan cadangan lahan bagi anak cucu mereka pun sudah tidak ada lagi sehingga dengan sendirinya krisis sumberdaya lahan pun semakin menjadi-jadi. Berdasarkan pernyataan salah satu informan mengenai hutan adat adalah sebagai berikut : “ kalo kami idak buat hutan adat, kagek lamo-lamo hutan tersebut di jadikan hutan taman nasional kerinci seblat TNKS, yang akhirnyo kami idak biso lagi manfaatin hutan kami. Tau dewek lah TNKS, masuk be dak boleh apo lagi nak ngambek hasil hutan kayak rotan, damar, ma du, dll...” Mktr, wawancara tanggal 19 Maret 2012 “ kalau kami tidak membuat hutan adat, nanti ke lama-lamaan hutan tersebut dijadikan hutan Taman Nasional Kerinci Seblat TNKS, yang akhirnya kami tidak bisa lagi memanfaatkan hutan kami. Tahu sendiri dengan TNKS, masuk tidak boleh apa lagi mau mengambil hasil hutan seperti rotan, dama, madu, dll...” Mktr, wawancara tanggal 19 Maret 2012

5.3.2. Aturan-aturan Dalam Pengelolaan Hutan Adat

Berbicara tentang aturan-aturan dalam pengelolaan Hutan Adat terkait dengan hak dan kewajiban serta sanksi-sanksi yang harus dipatuhi oleh masyarakat Desa baru Pangkalan Jambu, dimana aturan-aturan tersebut sebagai berikut : a. Hak masyarakat 1. Mengambil benih dan bibit tumbuhan untuk kepentingan pengayaan dari dalam kawasan HAD untuk dibudidayakan. 2. Memanfaatkan potensi HAD sebagai tempat rekresasi sekaligus belajar. 3. Memungut hasil hutan berupa bahan baku ramuan obat tradisional tanpa memusnahkan jenis sumber obatan tersebut. b. Kewajiban Masyarakat 1. Tidak menebang pohon serta memusnahkan jenis tumbuhan sumber makanan satwa secara liar serta jenis tumbuhan induk sebagai sumber benih tanaman budidaya. 2. Tidak membunuh binatang yang hidup dan berkembang biak dalam HAD dan dalam kawasan hutan disekitarnya, kecuali binatang tersebut mengancam dan merugikan hajat hidup orang banyak. 3. Memelihara, menjaga, memperbaiki dan menghormati patok batas fungsi hutan adat desa dan batas tetap hutan Taman Nasional Kerinci Seblat. 4. Tidak membuka dan menggarap perladangan baru serta perluasan lahan budidaya dan membangun pemukiman tetap di dalam Hutan Adat. 5. Tidak melakukan kegiatan pembakaran, baik di dalam maupun di pinggir kawasan Hutan Adat. 6. Tidak membuang sampah yang tidak dapat dihancurkan dan tidak menggunakan cairan beracun dalam melakukan semua kegiatan di dalam kawasan Hutan Adat. 7. Menjaga dan memelihara sumber-sumber mata air dan hulu sungai dalam kawaan hutan adat desa. c. Sanksi- sanksi 1. Denda kambing 1 ekor dan 20 gantang beras bagi ; a. Menangkap ikan yang menggunakan zat racun atau peralatan listrik. b. Memasang jerat binatang. c. Menangkap binatang atau satwa langka yang dilindungi. d. Mencemari dan merusak hulu sungai dan anak sungai disekitar hutan adat desa. e. Merubah posisi, merusak dan memusnahkan patok batas hutan adat desa, hutan TNKS. 2. Denda 1 ekor kerbau dewasa dan 100 gantang beras bagi yang menangkap binatang dan satwa yang dilindungi, menebang kayu untuk tujuan perdagangan dan membuka hutan untuk keperluan usaha. Pada umumnya masyarakat Desa Baru Pangkalan Jambu mengetahui mengenai aturan-aturan pengelolaan Hutan adat tersebut, namun yang menjadi kendala saat ini adalah masyarakat luar desa Baru Pangkalan Jambu. Kendala yang dimaksud masyarakat desa Baru Pangkalan Jambu adalah ancaman tentang pembalakan liar yang dilakukan oleh masyarakat luar desa Baru Pangkalan Jambu, karena pada dasarnya yang melakukan pembalakan liar tersebut adalah keluarga sendiri yang berada diluar desa Baru Pangkalan Jambu, berdasarkan pernyataan salah satu informan mengenai pembalakan liar di kawasan Hutan Adat yang dilakukan masyarakat luar desa adalah sebagai berikut : “ pengelolaan hutan adat ini susah-susah gampang, kareno yang jadi kendala tu orang-orang luar desa, orang-orang tu nebang kayu di kawasan hutan adat tapi nak dilarang dak biso, kareno orang tu bukan orang lain kadang keluargo dewek lah yang ado di luar desa yang nebang kayu tu...” Edr, wawancara tanggal 19 Maret 2012 “ pengelolaan hutan adat ini susah-susah gampang, karena yang menjadi kendala adalah orang-orang luar desa, orang-orang itu menebang kayu di kawasan hutan adat tapi mau dilarang tidak bisa, karena orang itu bukan orang lain melainkan keluarga sendiri yang berada di diluar desayang nebang kayu itu....” Edr, wawancara tanggal 19 Maret 2012 Selama terbentuknya Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu ternyata memberikan manfaat bagi masyarakat Desa Baru Pangkalan Jambu. Manfaat yang selama ini dirasakan masyarakat Desa Baru Pangkalan Jambu masih hanya berbentuk manfaat ekologi, yang mana manfaat ekologi yang dimaksud adalah ketersediaan air yang bagus sehingga dapat mengairi sawah-sawah masyarakat, selain itu juga mencegah terjadinya banjir karena daya serap yang tinggi dari keberadaan hutan adat tersebut. Manfaat lain yang dirasakan masyarakat saat ini dari keberadaan Hutan adat masyarakat Desa Baru Pangkalan Jambu adalah berdirinya bangunan masjid, dimana berdirinya bangunan masjid tersebut berawal dari ide masyarakat. Ide tersebut menyebutkan bahwa mendirikan masjid dapat dilakukan dengan cara menjual sebagian kecil kayu-kayu dikawasan Hutan adat dengan mempertimbangkan kebutuhan yang diperlukan saja, artinya masyarakat memperkirakan seberapa kebutuhan akan kayu sehingga terbentuknya masjid tersebut. Berdasarkan pernyataan salah satu informan yang merupakan pencetus ide tersebut menyebutkan : “ pada waktu itu di Desa Baru pangkalan Jambu belum ado masjid, jadi sayo berpikir kayak mano supayo ado masjid didesa kami, akhirnyo sayo kasih ide ke masyarakat kayak mano kalo pembangunan masjid ni ngambek dananyo dari kayu-kayu Hutan Adat, tapi kami itung dulu seberapo perlunyo kayu tu kalo dijual biso buat masjid sehinggo kami dak perlu minta sumbangan lagi dari warga, warga cukuplah sumbang tenago bae...” Mkt, wawancara tanggal 20 Maret 2012 “ pada waktu itu di Desa Baru Pangkalan Jambu belum ada masjid, jadi saya bagaimana suapaya ada masjid di desa kami, akhirnya saya berikan ide ke masyarakat, bagaimana kalau pembangunan masjid ini mengambil dananya dari kayu-kayu hutan adat, tapi kami hitung dulu seberapa perlunya kayu itu kalau dijual bisa buat masjid sehingga kami tidak perlu minta sumbangan lagi dari warga, warga cukup sumbang tenaga saja....” Mkt, wawancara tanggal 20 Maret 2012

5.4. Ikhtisar