pembuatan  galamai  baik  perempuan  maupun  laki-laki  karena  ketika  mereka membuat  galamai  biasanya  dilakukan  secara  bersama-sama  melalui  kelompok-
kelompok tetangga maupun kerabat terdekat. Ini merupakan sebuah potensi untuk pengembangan  industri  rumah  tangga  di  Desa  Baru  Pangkalan  Jambu.  Alasan
bagi  warga  untuk  tidak  menjadikannya  sebagai  sumber  tambahan  penghasilan adalah aspek pemasaran lokal yang tidak mendukung.
b. Kerajinan Anyaman
Kerajinan  anyaman  yang  berkembang  di  kalangan  warga  Desa  Baru Pangkalan Jambu meliputi pembuatan tikar, ambung, dan bakul. Mereka terbiasa
membuat  tikar  dengan  memanfaatkan  bahan  daun  pandan  yang  banyak  tumbuh secara liar maupun dibudidayakan di desa. Daun pandan tersebut juga digunakan
sebagai  bahan  untuk  membuat  kasang  tempat  mengemas  galamaidodol  dan bakul yang biasa digunakan sebagai alat untuk mengangkut padi menuju lumbung
ketika habis panen. Sedangkan ambung dibuat dengan menggunakan bahan rotan dari  berbagai  jenis  yang  diperoleh  dari  kawasan    hutan  sekitar  desa.  Produk
kerajinan anyaman ini ternyata cukup memiliki nilai ekonomis. Sebuah tikar yang berukuran  2  x  3  m
2
biasanya    dijual  dengan  harga  Rp.  20.000 –  25.000,-  per
lembar.  Produk  ambung  biasanya  dijual  dengan  harga  Rp.  30.000,-  per  buah. Kendatipun  demikian  warga  Desa  Baru  Pangkalan  Jambu  juga  belum
mengembangkan  kerajinan  anyaman  tersebut  sebagai  sumber  penghasilan tambahan.  Aktivitas  menganyam  hanya  dilakukan  untuk  kebutuhan  sendiri  dan
memenuhi pesanan jika ada warga desa yang membutuhkan.
6.3. Perubahan Pola Nafkah Masyarakat Desa Baru Pangkalan Jambu
Berdasarkan  pengamatan  di  lapangan  serta  wawancara  terhadap  beberapa informan, didapat bahwa sumber nafkah masyarakat Desa Baru Pangkalan Jambu
cukup  beragam,  namun  saat  ini  yang  menjadi  jaminan  hidup  masyarakat  adalah perkebunan  karet.  Sebelumnya  telah  disebutkan  bahwa  awal  sumber  nafkah
masyarakat  Desa  Baru  Pangkalan  Jambu  adalah  menambang  emas,  seperti penuturan salah satu informan menyatakan bahwa :
“ kalo hanyo mengandalkan hidup dari  nambang emas be idaklah cukup,  karena  jika  menambang  emas  masyarakat  mengistilahkan
mujur  sehari  malang  setahun,  artinya  adalah  kegiatan  menambang emas  tidak  lah  selalu  dapat  menghasilkan,  namun  jika  menyadap
karet hasil nya langsung dapat dipastikan...”. bdr, wawancara tanggal 20 Maret 2012
― kalau hanya mengandalkan hidup dari mencari emassaja tidak lah cukup,  karena  jika  mencari  emas  masyarakat  mengistilahkan  mujur
sehari  malang  setahun,  artinya  adalah  kegiatan  mencari  emas tidaklah  selalu  dapat  menghasilkan,  namun  jika  menyadap  karet
hasilnya langsung dapat dipastikan....‖ bdr, wawancara tanggal 20 Maret 2012
Sejak  berdirinya  Desa  Baru  Pangkalan  Jambu,  ternyata  telah  mengalami
beberapa  perubahan  sumber  nafkah,  namun  ada  juga  yang  tetap.  Perubahan tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel  10.  Perubahan  Pola  Sumber  Nafkah  Masyarakat  Desa  Baru  Pangkalan Jambu Sejak Masa Belanda sampai masa Reformasi saat ini
Masa Belanda 1942
Masa Jepang 1942 - 1945
Masa awal Kemerdekaan
1945 – 1969
Masa Logging 1970
– 1997 Masa Reformasi
1998 - 2012 -
Menambang emas
- Sawah
- Menambang
emas -
Sawah -
Ladang -
Kebun Kopi -
Menambang emas
- Sawah
- Ladang
- Kebun Kopi
- Kebun Kulit
Manis -
Menambang emas
- Sawah
- Kebun karet
- bekayu
- Menambang
emas -
Sawah -
Kebun karet -
Tukang -
PNS -
Warung -
Supir
Tabel  di  atas  menunjukan  perubahan-perubahan  sumber  atau  pola  nafkah di  Desa  Baru  Pangkalan  Jambu.  Berdasarkan  hasil  Focus  Group  Discussion
bahwa awal mula atau pada masa Belanda sumber nafkah masyarakat Desa Baru Pangkalan  Jambu  adalah  menambang  emas  mendulang  emas  dan  sawah.  Pada
masa  Pemerintahan  Belanda  sumber  nafkah  mendulang  emas  dan  sawah  terkait erat dengan sejarah kedatangan orang-orang dari negeri Minangkabau.
Saat  ini  kegiatan  mencari  emas  dan  sawah  masih  dilakukan  oleh masyarakat  Desa  Baru  Pangkalan  Jambu  namun  menurut  masyarakat  desa
kegiatan  mencari  emas  diibaratkan  sesuatu  yang  gaib  karena  setiap  kali
melakukan  kegiatan  menambang  emas  belum  tentu  mendapatkan  hasil  seperti yang  mereka  harapkan,  seperti  pepatah  masyarakat  mengatakan  bahwa  mujur
sehari malang setahun yang artinya hari ini bisa beruntung namun untuk hari-hari berikutnya  belum  tentu  beruntung.  Untuk  kegiatan  bersawah  berdasarkan
pengamatan  dan  wawancara  terhadap  beberapa  informan  mengatakan  bahwa untuk kegiatan bersawah saat ini masih dilakukan satu kali setahun sawah tadah
hujan, menurut informan bahwa hasil panen  sawah umumnya untuk dikonsumsi pribadi  bukan  untuk  diperjual  belikan,  selain  itu  juga  dari  hasil  panen  tersebut
ternyata tidak akan dapat mencukupi kebutuhan selama setahun melainkan hanya dapat  dimanfaatkan  kurang  lebih  selama  lima  bulan.  Lebih  lanjut  informan
tersebut  mengatakan  bahwa  untuk  biaya  produksi  pembeliaan  pupuk,  pestisida, dll tidak seimbang dengan hasil panen dari kegiatan bersawah, namun walaupun
begitu  masyarakat  tetap  saja  melakukan  kegiatan  bersawah.  Artinya,  jika  dilihat dari kacamata Max Weber bahwa masyarakat Desa Baru Pangkalan Jambu  yang
melakukan  kegiatan  bersawah  telah  melakukan  tindakan  tradisional,  karena menganggap  bahwa  kegiatan  bersawah  yang  selama  ini  masyarakat  lakukan
mengandung makna. Kegiatan  bersawah  merupakan  tindakan  sosial  yang  dapat  dimengerti
hanya  menurut  arti  subyektif  dan  pola-pola  motivasional  yang  berkaitan  dengan itu.  Menurut  masyarakat  Desa  Baru  Pangkalan  Jambu  mempunyai  makna
tersendiri  sehingga  harus  dilakukan,  sedangkan  sebagian  dari  pihak  akademisi memandang yang dilakukan masyarakat Desa Baru Pangkalan Jambu sangat tidak
rasional, namun, rasional bagi yang melakukan. Pada  saat  masa  Jepang  sumber  nafkah  mulai  bertambah  yaitu  munculnya
ladang dan perkebunan kopi, perubahan tersebut dikarenakan pada masa tersebut pemerintahan  Jepang  menganggap  daerah  Desa  Baru  Pangkalan  Jambu  sangat
cocok untuk ditanamin perkebunan kopi. Kemudian pada masa awal kemerdekaan terjadi penambahan sumber nafkah masyarakat Desa Baru Pangkalan Jambu yaitu
perkebunan  kulit  manis,  selain  perkebunan  kopi  ternyata  Desa  Baru  Pangkalan Jambu  memiliki  potensi  untuk  ditanamin  perkebunan  kulit  manis  selain  itu  juga
dikarenakan  pada  saat  itu  pemerintahan  mulai  menggalakkan  perkebunan  kulit manis yang ternyata memiliki harga yang cukup tinggi dibandingkan perkebunan
kopi,  sehingga  pada  saat  itu  perkebunan  kopi  mulai  perlahan-lahan  ditinggalkan oleh masyarakat.
Perubahan  pada  masa  logging  lah  yang  sangat  paling  mencolok,  dimana pada  masa  logging  tersebut  masyarakat  lebih  mengutamakan  sumber  nafkah
memanfaatkan  hasil  hutan  seperti  menebang  hutan  dan  dimanfaatkan  kayunya atau  yang  disebut  masyarakat  bebalok  atau  bekayu  dikarenakan  hasil  yang
didapat  dari  bekayu  lebih  besar  dari  sumber  nafkah  lainnya  pada  masa-masa sebelum  logging,  dimana  masyarakat  bisa  menghasilkan  atau  berpendapatan
hingga  23  juta  per  Minggu,  berdasarkan  penuturan  salah  satu  informan  yang pernah melakukan ilegal logging pada saat itu adalah :
“  pado  maso  bebalok,  warga  desa  kami  kayo  nian.  Seminggu  di hutan  biso  dapat  sen  kurang  lebih  23  juta,  23  juta  tu  sudah  bersih
kami  dapat  per  kelompok.  Biasonyo  kalo  kami  pegi  bebalok  tu berenam  sampe  bertujuh  orang.  Tapi  dari  hasil  yang  didapat
seimbang lah dengan resiko yang didapat, kareno resiko bebalok tu adolah  nyawo, kalo dak padek pacak ketimpo balok kayu
...” tjd, wawancara tanggal 15 maret 2012
Pada masa mencari kayu, warga desa kami kaya sekali. Seminggu di hutan bisa dapat uang kurang lebih 23 juta, 23 juta itu sudah bersih
kami dapat per kelompok. Biasanya kalau kami pergi  mencari kayu itu  berenam  sampai  bertujuh  orang.  Tapi  dari  hasil  yang  didapat
seimbang  dengan  resiko  yang  didapat,  karena  resiko  mencari  kayu itu adalah nyawa, kalau tidak mahir dapat tertimpa balok kayu...‖
tjd, wawancara tanggal 15 maret 2012 Pada masa logging tersebut, masyarakat sudah mengembangkan budi daya
tanaman karet, namun karena pada saat itu harga dari komoditi karet tersebut tidak lah  tinggi  seperti  saat  ini  dibandingkan  dengan  hasil  bebalok.  Kemudian  keluar
aturan tentang dilarang  ilegal logging akhirnya  masyarakat  tidak melakukan lagi ilegal  logging,  selain  aturan  tersebut  yang  membuat  masyarakat  berhenti
melakukan  ilegal  logging  ternyata  pada  tahun  2001  terjadi  bencana  banjir  yang diakibatkan  berkurangnya  daya  serap  air  sehingga  pada  saat  banjir  tersebut
meluluh  lantakan  jembatan  yang  merupakan  salah  satu  penghubung  masyarakat dengan masyarakat luar.
Ketika  era  ilegal  logging  berakhir  masyarakat  lebih  mengandalkan hidupnya  dari  hasil  karet,  karena  untuk  saat  ini  hasil  atau  pendapatan  dari  karet
cukup baik. Selain harga yang cukup tinggi ternyata karet juga lebih cepat dijual. Seperti salah satu penuturan informan yang merupakan seorang petani karet :
“  kalo  untuk  sekarang,  enaklah  motong  karet  kareno  hargo  karet semakin lamo semakin tinggi, saat ini be karet hargonyo biso sampe
Rp.  13.000,-kg,  apolagi  kalo  karet  bersih  biso  sampe  Rp.  16.000,- kg. Daripada cari emas seharian kerjo belum tentu dapat kalo kato
orang sini cari emas tu mujur sehari malang setaun...
” Ajr, wawancara tanggal 15 Maret 2012
Kalau untuk sekarang, lebih baik menyadap karet karena harga karet semakin  lama  semakin  tinggu,  saat  ini  karet  saja  harganya  bisa
sampai  Rp.  13.000,-kg,  apalagi  kalau  karet  bersih  dapat  mencapai Rp. 16.000,-kg. Daripada mencari emas seharian kerja belum tentu
dapat  kalau  kata  orang  sini  cari  emas  itu  mujur  sehari  malang setahun...‖
Ajr, wawancara tanggal 15 Maret 2012
Berdasarkan penuturan informan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa harga  dari  komoditi  karet  saat  ini  semakin  membaik  dibandingkan  dengan  harga
komoditi yang dulu. Dalam pemahaman masyarakat Desa Baru Pangkalan Jambu, walaupun  saat  ini  perkebunan  karet  merupakan  jaminan  hidup  masyarakat  Desa
Baru  Pangkalan  Jambu  saat  ini  tidak  menutup  kemungkinan  masyarakat  dapat beralih  fungsi  sumber  nafkah,  karena  rasionalitas  masyarakatpun  muncul  ketika
harga  dari  komoditi  karet  tersebut  sudah  tidak  bisa  memenuhi  kebutuhan  hidup masyarakat.  Namun  masyarakat  yakin  bahwa  sumber  penghidupan  dari  karet  ini
akan  berlangsung  selamanya  sampai  ke  anak  cucu  mereka,  berdasarkan pernyataan salah satu  informan mengenai  sumber penghidupan perkebunan karet
adalah sebagai berikut :
“ kami yakin kalo sumber nafkah dari karet ini bakal selamonyo, kareno  kato  penyuluh  karet  ni  dibutuhkan  untuk  segalo  hal.  Tapi
tingok  jugo  lah  dari  hargonyo,  kalo  hargonyo  cocok  kami  bakal motong terus tapi kalo idak cocok dak bakal kami nak motong lagi,
kareno agek dapur kami idak berasap...”
Boy, wawancara tanggal 17 Maret 2012 ― kami yakin kalau sumber nafkah dari karet ini bakal selamanya,
karena  kata  penyuluh  karet  ini  dibutuhkan  untuk  segala  hal.  Tapi lihat  juga  dari  harganya,  kalau  harganya  cocok  kami  bakal  terus
menyadap tapi kalau tidak cocok tidak bakal kami menyadap lagi, karena nanti dapur kami tidak berasap...‖
Boy, wawancara tanggal 17 Maret 2012
Berdasarkan pernyataan informan tersebut, yang mendorong mereka untuk terus melakukan menyadap karet dikarenakan rasionalitas warga desa akan harga.
Namun  dari  wawancara  beberapa  informan  ternyata  masyarakat  Desa  Baru Pangkalan  Jambu  beranggapan  bahwa  yang  menjadi  alternatif  sumber  nafkah
ketika  harga  komoditi  karet  turun  hanyalah  mencari  emas  mendulang  emas namun  alternatif  sumber  nafkah  tersebut  bukan  lah  menjadi  jaminan  hidup
masyarakat  Desa  Baru  Pangkalan  Jambu,  karena  seperti  yang  dikatakan  oleh masyarakat mengenai menambang emas mendulang emas
adalah ‖mujur sehari malang  setaun”,  selain  itu  juga  menambang  emas  mendulang  emas  memiliki
resiko yang besar. Berdasarkan penjelasan informan bahwa pada masa reformasi atau saat ini
sumber  nafkah  masyarakat  Desa  Baru  Pangkalan  Jambu  cukup  variatif  artinya terdapat  sumber-sumber  nafkah  baru  demi  mempertahani  hidup  masyarakat.
Sumber-sumber  nafkah  tersebut  seperti  membuka  warung,  menjadi  pegawai negeri sipil  PNS,  tukang, dan supir. Sumber  nafkah membuka warung, tukang,
dan  supir  bagi  masyarakat  merupakan  salah  satu  alternatif  sumber  nafkah  demi memenuhi  kebutuhan  hidup,  pemilihan  sumber  nafkah  ini  dilakukan  karena  ada
sebagian dari masyarakat  yang  hanya memanfaatkan sumberdaya hutan mencari
rotan  sehingga  menurut  salah  satu  rumah  tangga  di  lokasi  penelitian  adalah merupakan bentuk cara bertahan hidup rumah tangga tersebut.
Selain  itu  juga  perubahan  sumber  nafkah  ini  menurut  informan  adalah diakibatkan  dari  masuknya  atau  ditetapkannya  Desa  Baru  Pangkalan  Jambu
sebagai  kawasan  konservasi,  dengan  adanya  TNKS  menurut  informan  mereka telah tereksklusi oleh sumber nafkah mereka yaitu sumberdaya hutan hasil hutan
non-kayu. Dampak dari masuknya rezim penguasaan hutan oleh Negara berupa TNKS  yaitu  pada  masyarakat  atau  rumah  tangga  yang  sumber  nafkahnya
bergantung pada hasil hutan seperti mencari hasil hutan non kayu rotan, mencari ikan, dan juga mencari madu  yang mana sebelumnya masyarakat  tersebut  dapat
memanfaatkan hasil hutan non kayu secara maksimal demi memenuhi kebutuhan hidupnya, namun setelah adanya penetapan kawasan tersebut merupakan kawasan
konservasi  maka  secara  langsung  negara  dengan  regulasinya  mengeklusi masyarakat dari sumber nafkahnya.
Tereksklusinya  masyarakat  dari  sumber  nafkahnya  membawa  masyarakat pada  sumber  nafkah  yang  baru  demi  mempertahankan  hidupnya.  Perubahan
sumber  nafkah  tersebut  seperti  yang  telah  dijelaskan  sebelumnya  yaitu  menjadi supir  angkutan,  menjadi  tukang,  dan  membuka  warung.  Salah  satu  pernyataan
informan yang mana awalnya sumber nafkahnya adalah mencari madu kemudian dengan  adanya  kebijakan  Negara  berupa  penetapan  TNKS  maka  informan
tersebut tidak dapat melakukan aktivitas seperti biasanya dikarenakan tertutupnya akses di kawasan TNKS, berikut pernyataan informan tersebut :
Dulu,  sebelum  ado  TNKS  sayo  biso  ngambek  madu  disano  tapi setelah ado TNKS sayo dak biso ngambek madu lagi, nak masuk be
dak  boleh  cak  mano  nak  ngambek  madu.  Pernah  sayo  cubo  masuk tapi  dimarahin  oleh  yang  jago  TNKS.  Sebenarnyo  sayo  masih  biso
ngambek di hutan adat, tapi dihutan adat idak begitu banyak kayak di hutan TNKS, dari dulu nian sayo ngambek madu tu di TNKS, tau
galo  sayo  dimano  be  letaknyo  pohon  madu  tu.  Kareno  sayo  dak ngambek  lagi  madu  akhirnyo  sayo  cari  kerjoan  lain  yaitu  jadi
tukang, trus sayo suruh bini sayo buka warung. Kalo dak kayak gitu berarti dak makan anak bini sayo.
hrn, wawancara tanggal 16 Maret 2012 Dulu, sebelum ada TNKS saya masih bisa mengambil madu disana,
tapi  setelah  ada  TNKS  saya  tidak  bisa  mengambil  madu  lagi,  mau masuk  saja  tidak  boleh  bagaimana  mau  mengambil  madu.  Pernah
saya  coba  untuk  masuk  tapi  di  larang  oleh  penjaga  TNKS, sebenarnya  saya  masih  bisa  mengambil  madu  di  kawasan  Hutan
Adat,  tapi  hutan  adat  tidak  begitu  banyak  hasilnya  seperti  di  hutan TNKS, dari dulu sekali saya mengambil madu di TNKS, tahu semua
saya dimana saja letaknya pohon madu tersebut. Karena saya tidak dapat  mengambil  madu  lagi  akhirnya  saya  cari  kerjaan  lain  yaitu
menjadi  tukang,  terus  saya  suruh  istri  saya  untuk  buka  warung. Kalau tidak seperti itu anak istri saya tidak bisa makan
hrn, wawancara tanggal 16 Maret 2012
Dari  pernyataan  diatas  dapat  diketahui  bahwa  perubahan  sumber  nafkah yang dilakukan salah satu informan tersebut sebagai bentuk akibat tereksklusinya
informan  dari  sumber  nafkah,  hal  tersebut  mereka  lakukan  semata-mata  demi memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga. Kemudian hal tersebut senada dengan
konsepnya  Hall  et.al  2011  Powers  of  exclusion.  Land  Dillemmas  in  Southeast Asia,  yang  menyatakan  bahwa  penyebab  terjadinya  eksklusi  adalah  regulasi,
artinya  bahwa  regulasi  ikut  serta  pada  pengeksklusian  masyarakat  Desa  Baru Pangkalan  Jambu  pada  sumber  nafkahnya.  Selain  itu  hal  yang  serupa  juga
dirasakan oleh informan lain, yang mana awalnya adalah sebagai pencari ikan dan sebagai  pencari  air  gula  sadap  batang  enau  namun  setelah  masuknya  TNKS,
maka informan tersebut tidak dapat lagi mencari ikan dan mencari air gula sadap pohon  enau  sehingga  mengharuskan  informan  tersebut  untuk  beralih  sumber
penghidupan  demi  memenuhi  kebutuhan  hidup  rumah  tangganya,  berikut pernyataan informan tersebut
Sebelumnyo  sayo  kerjonyo  di  desa  iko  nyari  ikan  samo  cari  aek gulo,  tapi kini sayo ko idak biso  cari  ikan lagi, kalo  nyari  aek gulo
biso lah sayo cari pohon enau di dekat-dekat desa be, tapi kalo nyari ikan  dak  biso  di  dekat-dekat  desa,  kareno  dak  do  lagi  ikannyo.
Kareno sayo dak biso nyari ikan lagi akhirnyo sayo kerjo jadi supir bae. Daripada dak do kerjoan jadi lah nambang mobil orang.
ysn, wawancara tanggal 21 Maret 2012 Sebelumnya  saya  kerjanya  di  desa  ini  mencari  ikan  dan  juga
mencari  air  gula,  tapi  sekarang  saya  tidak  bisa  lagi  mencari  ikan, tapi kalau untuk mencari air gula bisa lah saya cari pohon enau di
dekat-dekat saja. Tapi kalau mencari ikan tidak bisa di dekat-dekat desa,  karena  saya  tidak  ada  lagi  ikannya.  Karena  saya  tidak  bisa
mencari ikan lagi akhirnya saya kerja menjadi supir saja. Dari pada tidak ada kerjaan jadilah nambang mobil orang.
ysn, wawancara tanggal 21 Maret 2012
Dari  penjelasan  informan  diatas,  dapat  simpulkan  bahwa  penetapan kawasan  taman  nasional  ternyata  membawa  pada  penjauhan  sumber  nafkah
masyarakat  oleh  negara.  Artinya  sumber-sumber  nafkah  yang  menjadi  penjamin kehidupan  masyarakat  Desa  Baru  Pangkalan  Jambu  berangsur-angsur
ditinggalkan  dikarenakan  akses  masyarakat  terhadap  sumber  nafkah  tersebut menjadi tergerus.
6.4. Ikhtisar