sumberdaya alam khususnya sumberdaya lahan dan sudah terbiasa melakukan aktivitas pertanian dengan cara membuka hutan.
Dengan kompleksitasnya permasalahan tersebut, sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, maka fokus penelitian ini adalah mengkaji tentang sistem
penguasaan sumberdaya alam dan strategi adaptasi nafkah masyarakat Desa Baru Pangkalan Jambu. Bertitik tolak dari penjelasan di atas maka pertanyaan utama
dalam penelitian ini adalah : 1.
Bagaimana pola penguasaan sumberdaya lahan di Desa Baru Pangkalan Jambu sejak masa kolonial hingga masa reformasi sekarang
ini? 2.
Bagaimana dinamika pola nafkah masyarakat Desa Baru Pangkalan Jambu di tengah hadirnya penguasaan sumberdaya alam oleh negara?
1.3. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengindentifikasi dan menjelaskan sistem penguasaan sumberdaya alam dan strategi adaptasi nafkah
masyarakat Desa Baru Pangkalan Jambu. Secara lebih khusus tujuan penelitian ini adalah :
1. Menganalisis pola penguasaan sumberdaya lahan di Desa Baru
Pangkalan Jambu sejak masa kolonial hingga masa reformasi sekarang ini.
2. Menganalisis dinamika pola nafkah masyarakat Desa Baru Pangkalan
Jambu di tengah hadirnya penguasaan sumberdaya alam oleh negara.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam hal bagaimana sistem penguasaan sumberdaya alam serta
dinamika pola nafkah masyarakat Desa Baru Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin. Sehingga dalam hal ini pemerintah kabupaten bahkan propinsi dapat
menentukan atau menyusun kebijakan yang berkaitan dengan sistem penguasaan
sumberdaya alam serta strategi adaptasi nafkah masyarakat sekitar hutan. Selain itu juga penelitian ini diharapkan dapat memecahkan masalah-masalah yang
berkaitan dengan bagaimana bagaimana distribusi pemanfaatan dari pengelolaan hutan berbasis masyarakat.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Hak Kepemilikan
Ostrom dan Schlager 1996 dalam artikelnya yang berjudul ―The
Formation Of Property Rights ‖ mengemukakan bahwa hak kepemilikan
sumberdaya dicirikan menjadi 1 hak akses access right adalah hak untuk memasuki sumberdaya, biasanya hak ini dimiliki oleh masyarakat yang bertempat
tinggal di dekat sumberdaya berada, sehingga konsekuensinya masyarakat yang berada di sekitar sumberdaya berada akan memiliki hak ini 2 hak pemanfaatan
withdrawal right adalah hak untuk mengambil sesuatu atau untuk memanen sesuatu hasil alam, seperti untuk memancing ikan, memanen buah, mengambil air,
menebang pohon, dan sebagainya. 3 hak pengelolaan management right adalah hak untuk membuat keputusan tentang bagaimana sumberdaya itu dapat
digunakan, biasanya otoritas ini dimiliki oleh pemerintah dan masyarakat komunal yang didasarkan pada keputusan kolektif. Dalam demikian, terdapat dua
model pengaturan sumberdaya yakni pengaturan oleh manajemen pemerintah dan manajemen masyarakat lokal. 4 hak eksklusi exclusion right adalah hak untuk
memutuskan siapa yang boleh masuk ke sumberdaya tertentu dan siapa yang tidak boleh. Otoritas ini biasanya juga dimiliki oleh masyarakat lokal di sekitar
sumberdaya berada, namun lebih baik jika disini diperlukan otoritas pemerintah yang memiliki kekuatan untuk memaksakan aturan terhadap pengguna. 5 Hak
pengalihan alienation right adalah hak untuk menjual, menyewakan atau mewariskan sumberdaya kepada pihak lain yang memerlukannya.
Lebih lanjut Ostrom dan Schlager 1996 menyatakan bahwa hak akses dan hak pemanfaatan digolongkan pada hak tingkat operasional operasional
level, sedangkan hak pengelolaan, hak eksklusi, dan hak pengalihan digolongkan pada tingkat pilihan bersama collective-choice level.
Secara umum hak kepemilikan sumberdaya dan status aktor terhadap sumberdaya juga dikemukakan oleh Ostrom dan Schlager 1996 yang kemudian
diringkas oleh Satria 2009, adapun hal tersebut disajikan pada tabel 1 berikut :
Tabel 1. Kumpulan Hak Kepemilikan dan Status Posisi Aktor
Tipe hak Owner
Proprietor Claimant
Authorized User
Authorized Entrant
Access X
X X
X X
withdrawal X
X X
X Management
X X
X Exclusion
X X
Alienation X
Sumber : Satria, 2009
Dari tabel di atas menunjukan bahwa pihak yang hanya mendapatkan hak akses, maka status posisi aktor hanyalah sebagai authorized entrant. Sementara
itu, jika hanya memiliki hak akses dan hak pemanfaatan, maka status aktor tersebut adalah sebagai authorized user. Apabila pihak yang hanya memiliki hak
akses, hak pemanfaatan, dan hak pengelolaan maka status aktor tersebut adalah sebagai claimant. Sedangkan pihak yang memiliki hak akses, hak pemanfaatan,
hak pengelolaan dan hak eksklusi maka status aktor tersebut adalah sebagai proprietor, dan jika pihak memiliki semua kategori hak maka status aktor tersebut
adalah owner. Menurut Ostrom dan Schlager 1996 dalam Satria 2009, bahwa status posisi aktor tersebut dapat berubah-berubah setiap waktu karena sifat status
tersebut adalah dinamis. Bromley dalam Satria 2009 menyebutkan bahwa setidak ada empat
rezim dalam kepemilikan sumberdaya, yaitu : 1
Akses terbuka open access adalah dalam konteks akses terbuka tidak ada pengaturan tentang apa, dimana, siapa, dan bagaimana sumberdaya
alam dimanfaatkan serta bagaimana terjadinya persaingan bebas sumberdaya. Dalam open acces sumber daya alam dipandang tidak
dimiliki oleh siapa pun. Oleh karena itu, masyarakat merdeka melakukan pemanfaatan dengan caranya sendiri. Sebagian masyarakat
memanfaatkannya secara arif. Namun lebih banyak lagi yang memanfaatkannya secara tidak bijaksana. Dalam terminologi Garret
Hardin ahli biologi dan ekologi manusia, ketidak-arifan dalam pengelol
aan sumber daya tersebut menghasilkan suatu ―tragedy of the
commons”, yaitu suatu bentuk kehancuran sumber daya akibat adanya pendayagunaan yang berlebihan. Tragedi menurut terminologi Hardin
itu ―hanya terjadi‖ jika tidak terdapat aturan main yang jelas tentang pendayagunaan sumber daya alam, sehingga setiap anggota
masyarakat berpacu untuk memaksimumkan pemenuhan kebutuhan individualnya melalui pendayagunaan sumber daya alam tanpa
memperhatikan kebutuhan anggota masyarakat lainnya maupun daya- dukung sumber daya yang bersangkutan karena sumber daya alam
dianggap sebagai milik bersama common property. 2
Negara state property adalah pemanfaatan sumberdaya yang sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah, namun pada rezim ini biaya
pengelolaan sumberdaya menjadi tinggi terutama pada tahap pelaksanaan,
pemantaua, dan
pengawasan karena
sulitnya melaksanakan aturan dan penegakan hukum. Aturan-aturan yang
dibuat seringkali berbenturan dan tidak sesuai dengan kondisi lapang. Setidaknya terdapat dua distorsi berkaitan dengan state property:
Pertama, konsep negara sebagai ―penguasa‖ aspek publik didistorsi
menjadi negara sebagai ―pemilik‖ aspek private; Kedua, ―Negara‖ direpresentasikan menjadi ―Pemerintah,‖ sehingga pemerintah lantas
bertindak sebagai pemilik, pengelola, pengurus dan pengawas terhadap tindakan pengelolaan sumber daya alam. Bahkan kebanyakan hak-hak
privat lahir sebagai hak berian dari negara atau pemerintah seperti hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak-hak pengelolaan baik yang
diberikan kepada masyarakat atau berkolaborasi antara pemerintah dengan masyarakat. Distorsi tersebut membuat state property bukan
menjadi milik umum, melainkan menjadi milik pribadi buatan atau milik kelembagaan yang disebut Pemerintah.
3 Swasta private property dimana biasanya dalam rezim kepemilikan
swasta ini merupakan hak yang bersifat temporal, dikarenakan izin yang diberikan oleh pemerintah. Namun pada rezim kepemilikan
swasta ini sumberdaya menjadi hancur dikarenakan eksploitasi yang sangat besar terhadap sumberdaya tanpa melihat sisi kelestarian
sumberdaya tersebut. Sehingga dalam hal ini sering terjadinya konflik dengan masyarakat setempat. Private property sebagai kepemilikan
pribadi individual atau korporasi adalah jenis hak yang terkuat karena memiliki empat sifat yang tidak dimiliki oleh tiga jenis hak
lainnya, yaitu: a completeness, dimana hak-hak didefinisikan secara lengkap, b exclusivity, dimana semua manfaat dan biaya yang timbul
menjadi tanggungan secara ekslusif pemegang hak, c transferable, dimana hak dapat dialihkan kepada pihak lain baik secara penuh jual-
beli maupun secara parsial sewa, gadai, dan d enforcebility, dimana hak-hak tersebut dapat ditegakkan. Oleh karena empat alasan
itu maka private property dianggap sebagai hak yang paling efisien dan mendekati sempurna. Dorongan kesempurnaan hak yang memiliki
empat sifat tadi berorientasi pada kepastian dan efisiensi dalam industrialisasi.
4 Masyarakat communal property dimana rezim kepemilikan
masyarakat ini bersifat turun-menurun, lokal, dan spesifik. Regulasi yang dibuat dalam rezim ini pun bersifat pengetahuan lokal sehingga
dalam hal ini regulasi yang diterapkan sangatlah efektif.
Peluso dan Ribot 2003 mendefinisikan akses sebagai kemampuan menghasilkan keuntungan dari sesuatu, termasuk diantaranya objek material,
perorangan, institusi, dan simbol. Dengan menfokuskan pada kemampuan dibandingkan dengan kepemilikan yang ada dalam teori properti. Formulasi ini
memberikan perhatian pada wilayah yang lebih luas pada hubungan sosial yang mendesak dan memungkinkan orang untuk menguntungkan dari sumber daya
tanpa menfoukuskan diri pada hubungan properti semata. Peluso dan Ribot melihat bahwa ada semacam susunan jaringan akses. Perhatian mereka
memetakan perubahan proses dan hubungan akses dengan sumber daya. Konsep akses disini ditempatkan pada analisa siapa yang sebenarnya beruntung dari
sesuatu dan melalui apa proses yang mereka lakukan. Akses secara empirik menfokuskan diri pada siap yang mendapatkan apa, dalam cara apa, dan kapan.
Menfokuskan pada sumber daya alam sebagai sesuatu dalam pertanyaan, telah
mengeksplor jarak kekuatan yang berefek pada kemampuan orang-orang untuk mendapatkan keuntungan dari sumber daya. Kekuatan ini terdiri atas material,
kebudayaan, dan ekonomi-politik dengan ikatan dan jarigan kekuasaan yang menyusun akses sumber daya. Analisa akses juga membantu dalam memahami
mengapa beberapa orang atau institusi mendapatkan keuntungan dari sumber daya, apakah atau tidak mereka mempunyai kepemilikan barang pada mereka.
Studi properti yang ditelaah adalah relasi properti utamanya yang berkenaan dengan klaim atas hak, maka dalam studi tentang akses ditelaah relasi
kekuasaan untuk memperoleh manfaat dan sumberdaya termasuk di dalamnya adalah properti tetapi tidak terbatas pada relasi propertinya saja. kekuasan, dalam
pengertian Ribot dan Peluso 2003, diartikan sebagai sesuatu yang terdiri atas elemen-elemen material, budaya dan ekonomi-politik yang terhimpun sedemikian
rupa membentuk ‗bundel kekuasaan‖ bundle of powers dan ―jaringan kepentingan‖ ―web of powers‖ yang kemudian menjadi penentu akses ke
sumberdaya. Implikasi dari definisi ini adalah bahwa kekuasaan yang inheren terkandung di dalam dan dipertukarkan melalui berbagai mekanisme, proses dan
relasi sosial akan mempengaruhi kemampuan seseorang atau institusi untuk memperoleh manfaat dari sumberdaya.
Macpherson juga menambahkan studi akses juga membantu memahami keanekaragaman jalan orang yang berasal dari keuntungan sumber daya, termasuk
diantaranya hubungan properti. Teori akses: menempatkan properti pada tempatnya Peluso dan Ribot membedakan teori akses dan teori properti. Akses
lebih kepada kemampuan sedangkan kepemilikan ada pada properti. Kemampuan sama dengan kekuasaan, yang mereka batasi dalam dua hal, pertama kapasitas
beberapa aktor yang mempengaruhi praktis dan ide yang lain. Banyak dimensi akses yang akan diakses yang termasuk diantaranya
mengitari definisi yang digunakan dalam studi properti. Properti berhubungan dengan literature dan dalam pengunaan sehari-hari terhadap kepemilikan sendiri
atau dibatasi oleh hukum, adat atau konvensi. Walaupun dengan konsep hubungan property dan tenure bisa dilihat dalam hubungan kepemilikan sendiri sumber daya
dan sanksi penegndalian dalam institusi. Oleh krena itu, analisa akses
membutuhkan perhatian pada properti sebagaimana tindakan terlarang, hubungan produksi, hubungan pemberian judul dan sejarah dari semua itu.
Peluso melihat akses, seperti halnya properti, selalu berubah, tergantung pada posisi individu dan kelompok serta keuasaan dengan variasi hubungan
sosial. Peluso mengutip pendapat para ahli mengenai properti, seperti Ghani yang berpendapat bahwa properti seharusnya direpresentasikan sebagai ikatan
kekuasaan. Menempatkan analisa ekonomi-politik dalam melihat akses terhadap sumberdaya akan membantu dalam memahami identifikasi dasar dengan beberapa
orang yang bisa mengmabil keuntungan dari sebagian suumber daya sementara yang lain tidak. Pengendalian akses adalah kemampuan untuk memediasi akses
lainnya. Pengendalian mengarah pada pemeriksaan dan dan pengawasan tindakan, fungsi atau kekuatan yang mengawasi dan mengatur tindakan bebas.
Mempertahankan akses memerlukan kuasaan untuk menjaga sebagian sumber daya akses yang terbuka. Baik pengendalian dan pengontolan merupakan dua hal
yang saling melengkapi. Berdasarkan uraian di atas, peneliti mencoba menggunakan konsep teori
akses dan hak kepemilikan sebagai pisau analisis dalam melihat strategi adaptasi masyarakat Desa Baru Pangkalan Jambu. Selain itu pentingnya teori akses dan
hak pemilikan ini di jadikan pisau analisis, karena ingin melihat sejauh mana akses masyarakat terhadap sumberdaya lahan yang ada di Desa Baru Pangkalan
Jambu? Sedangkan terkait dengan hak kepemilikan, peneliti berusaha mengungkapkan bagaimana status penguasaan dan hak kepemilikan sumberdaya
lahan di Desa Baru Pangkalan Jambu?
2.2. Teori Eksklusi Sosial