Interaksi Pemerintah Daerah dengan Pelaku Usaha

Variabel Wilayah Statistik Deskriptif 52 ketegasan terhadap tindakan korupsi lebih terlihat sebagai pencitraan saja. Hal ini diduga terkait dengan tingginya biaya politik yang harus dikeluarkan untuk menjadi kepala daerah, sehingga kepala daerah terpilih harus mengembalikan modal politiknya dengan melakukan tidakan korupsi karena gaji yang diterima sebagai kepala daerah tidak mencukupi. Berdasarkan Tabel 6, terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara karakteristik kapasitas dan integritas kepala daerah antar wilayah administrasi dan geografis. Hanya variabel keseluruhan kapasitas dan integritas kepala daerah yang berbeda, yaitu kapasitas dan integritas kepala daerah di Jawa lebih tinggi daripada di luar Jawa. Tabel 6 Perbandingan variabel-variabel kapasitas dan integritas kepala daerah menurut wilayah administrasi dan geografisnya tahun 2010 Uji beda rata-rata N Mean Std. Dev. t p-value Q79R1: Kepala daerah paham persoalan pelaku usaha Q79R2: Pejabat ditunjuk Kab. 202 62,63 21,36 -1,40 0,17 Kota 43 66,88 17,36 Luar Jawa 199 64,13 20,60 1,19 0,23 Jawa 46 60,09 21,28 Kab. 202 63,47 23,14 -0,53 0,60 berdasar keterampilan yang Kota 43 65,09 17,01 relevan Luar Jawa 199 64,13 22,30 0,55 0,59 Jawa 46 62,15 21,75 Q79R3: Kepala daerah tegas terhadap tindakan pemberantasan korupsi Q79R4: Kepala daerah tidak melakukan tindakan korupsi Q79R5: Kepala daerah merupakan figur pemimpin yang kuat Q64R2: Keseluruhan kapasitas dan integritas kepala daerah Kab. 202 65,93 23,51 -0,07 0,95 Kota 43 66,16 18,93 Luar Jawa 199 65,15 22,75 -1,18 0,24 Jawa 46 69,52 22,57 Kab. 202 34,04 23,92 -0,91 0,37 Kota 43 36,80 16,63 Luar Jawa 199 34,76 22,69 0,33 0,74 Jawa 46 33,52 23,48 Kab. 202 75,32 20,00 -0,77 0,44 Kota 43 77,28 13,81 Luar Jawa 199 75,23 19,22 -0,74 0,46 Jawa 46 77,54 18,40 Kab. 202 94,57 9,34 -0,74 0,46 Kota 43 95,34 5,22 Luar Jawa 199 94,20 9,46 -2,99 0,00 Jawa 46 96,88 4,01 Sumber: KPPOD diolah 53

4.1.6 Keamanan dan Penyelesaian Konflik

Keamanan usaha merupakan hal utama yang menjadi pertimbangan pelaku usaha ketika akan memulai usaha dan menjalankan usahanya. Pelaku usaha terkadang membayar biaya keamanan yang tinggi asalkan ia tetap dapat beroperasi di suatu daerah. Survei ini melakukan penilaian terutama terhadap tindakan aparat keamanan ketika menghadapi kejadian seperti demonstrasi buruh dan kejadian kriminalitas di tempat usaha. Struktur lembaga kepolisian Indonesia dipisahkan dari tentara nasional TNI sejak tahun 1999. Hal ini berkaitan dengan sejumlah tuntutan pelayanan dari masyarakat akan keprofesionalan polisi dalam penanganan masalah keamanan dalam negeri. Pemda secara langsung tidak memiliki kewenangan untuk menangani masalah keamanan yang terjadi di daerahnya. Namun keterbatasan kewenangan ini bukan berarti adanya pembatasan usaha yang dapat dilakukan untuk menciptakan keadaan yang aman. Bentuk koordinasi antara aparat Dinas Ketertiban Umum Pemda dan pihak kepolisian dapat menjadi bentuk sinergi koordinasi yang dapat meningkatkan rasa aman bagi pelaku usaha. Tidak dapat dipungkiri bahwa koordinasi antara lembaga negara dari berbagai tingkatan lebih penting untuk diimplementasikan dari pada sekedar mempersoalkan cakupan kewenangan. Aspek keamanan dan penyelesaian sengketa dinilai dari tujuh variabel, yaitu: 1. Tingkat kejadian pencurian di tempat usaha. 2. Polisi bertindak tepat waktu. 3. Solusi polisi menguntugkan pelaku usaha. 4. Tingkat hambatan keamanan dan penyelesaian masalah terhadap kinerja perusahaan. Pencurian merupakan kasus kriminalitas yang paling banyak terjadi menurut pelaku usaha. Secara umum tingkat kejadian pencurian di tempat usaha rendah, yaitu kurang dari empat persen pelaku usaha yang menyatakan bahwa telah terjadi pencurian di tempat usaha. Kualitas polisi dalam menangani demonstrasi buruh dinilai lebih positif daripada penanganan kejadian kriminal. Tingkat keyakinan pelaku usaha Variabel Wilayah Statistik Deskriptif Luar Jawa 199 96,44 6,33 -1,87 0,06 54 terhadap ketepatan waktu polisi dalam menangani demonstrasi buruh mencapai 87 persen, sementara dalam meminimalisasi kerugian pelaku usaha adalah 84 persen. Sama halnya dengan kualitas penanganan masalah kriminal, semakin kecil skala usaha semakin tinggi tingkat kepercayaannya kepada polisi. Perlu dicatat bahwa demonstrasi buruh tidak terjadi di semua daerah, tetapi hanya pada daerah-daerah tertentu yang banyak industrinya. Tabel 7 Perbandingan variabel-variabel keamanan dan penyelesaian konflik menurut wilayah administrasi dan geografisnya tahun 2010 Uji beda rata-rata N Mean Std. Dev. t p-value Q118bR1: Tingkat kejadian Kab. 202 3,57 3,63 2,22 0,03 pencurian di tempat usaha Q120R1: Polisi bertindak tepat waktu Q120R2: Solusi menguntungkan pelaku usaha Q120R3: Solusi polisi meminimalisir kerugian usaha Kota 43 2,81 1,51 Luar Jawa 199 3,32 2,99 -1,13 0,26 Jawa 46 3,94 4,66 Kab. 202 78,32 16,89 0,55 0,59 Kota 43 77,20 10,99 Luar Jawa 199 78,71 16,24 1,19 0,24 Jawa 46 75,60 14,82 Kab. 202 74,86 18,35 1,30 0,20 Kota 43 71,70 13,53 Luar Jawa 199 75,79 16,94 2,77 0,01 Jawa 46 67,91 19,18 Kab. 202 73,46 18,50 0,17 0,86 Kota 43 73,02 14,00 Luar Jawa 199 74,18 17,19 1,46 0,15 Jawa 46 69,94 19,95 Q121R1: Polisi tepat waktu Kab. 197 82,00 18,23 -0,01 0,99 dalam menangani demosntrasi buruh Q121R2: Solusi polisi meminimalisir waktu dan biaya Q122: Keseluruhan Kota 43 82,02 16,76 Luar Jawa 194 82,46 18,61 0,81 0,42 Jawa 46 80,08 14,78 Kab. 197 77,09 20,21 -0,12 0,90 Kota 43 77,48 17,79 Luar Jawa 194 77,05 19,94 -0,18 0,86 Jawa 46 77,64 19,21 Kab. 202 97,14 5,43 2,88 0,00 keamanan dan penyelesaian Kota 43 94,36 7,13 masalah Jawa 46 97,57 2,74 Sumber: KPPOD diolah