Hubungan HUBUNGAN TATA KELOLA PEMERINTAHAN, INFRASTRUKTUR DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI

84 Program Pengembangan Usaha Swasta Berdasarkan hasil korelasi Perason pada Tabel 16, terlihat bahwa tidak ada variabel PPUS yang berhubungan secara signifikan dengan pertumbuhan ekonomi. Hal ini diduga karena informasi mengenai adanya PPUS tidak diketahui oleh para pelaku usaha. Secara rata-rata hanya sekitar 68 persen pelaku usaha yang mengetahui adanya PPUS. Bahkan terdapat 28 kabupatenkota yang pelaku usahanya sama sekali tidak mengetahui bahwa Pemda setempat mempunyai PPUS, beberapa diantaranya: Kabupaten Solok, Kota Solok, Kota Pariaman, Kabupaten Tanggamus, dan Kabupaten Pringsewu. Tabel 20 Korelasi program pengembangan usaha swasta dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2010 Variabel program pengembangan usaha swasta Korelasi Pearson Q73a: Tingkat pengetahuan akan keberadaan PPUS 0,020 Q73b: Tingkat partisipasi dalam PPUS 0,100 Q74a: Tingkat manfaat PPUS terhadap pelaku usaha 0,039 Q75: Dampak PPUS terhadap kinerja perusahaan 0,020 Keterangan: , , masing-masing merupakan tingkat signifikansi taraf 10, 5, dan 1. Sumber: Data olahan Minimnya manfaat dan keikutsertaan PPUS ini perlu menjadi bahan untuk dievaluasi. Sedikitnya peserta dari perusahaan yang ikut dalam program pengembangan tersebut dapat terjadi karena terbatasnya informasi mengenai program atau mungkin besarnya biaya yang dikenakan untuk mengikuti program tersebut. Selain itu, kurang bermanfaatnya program ini dapat disebabkan oleh penyelenggaraan program yang tidak sesuai dengan yang dibutuhkan oleh para pelaku usaha. Oleh karena itu, wajar jika PPUS yang diselenggarakan oleh Pemda memiliki tingkat partisipaasi dan manfaat yang rendah. Hal tersebut mengindikasikan bahwa keberadaan PPUS tidak mempunyai pengaruh terhadap pelaku usaha, sehingga tidak berdampak bagi pengembangan usaha dan peningkatan output secara keseluruhan, sehingga tidak memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Kapasitas dan Integritas Kepala Daerah Berdasarkan Tabel 21 dapat diketahui bahwa hanya dua variabel integritas dan kapasitas kepala daerah yang mempunyai hubungan yang signifikan. Varibel 85 kepala daerah yang paham akan dunia usaha dan penunjukan pejabat berdasarkan kompetensinya berkorelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi. Tabel 21 Korelasi kapasitas dan integritas kepala daerah dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2010 Variabel kapasitas dan integritas kepala daerah Korelasi Pearson Q79R1: Kepala daerah paham persoalan pelaku usaha 0,122 Q79R2: Pejabat daerah punya keterampilan yang relevan 0,115 Q79R3: Kepala daerah tegas terhadap korupsi 0,101 Q79R4: Kepala daerah tidak melakukan tindakan korupsi -0,022 Q79R5: Kepala daerah merupakan figur pemimpin yang kuat 0,103 Q82: Dampak keseluruhan kapsitas dan integritas kepala daerah 0,044 Keterangan: merupakan tingkat signifikansi taraf 10. Sumber: Data olahan Kepala daerah yang paham akan kebutuhan pelaku usaha akan membuat kebijakan-kebijakan yang mendukung kelancaran usaha, sehingga perekonomian akan meningkat. Sedangkan pejabat yang ahli tentunya akan bekerja dengan lebih cepat dan benar sehingga kebijakan-kebijakan yang diambil akan dapat dijalankan secara efektif. Pejabat yang ahli juga akan lebih mengetahui permasalahan, sehingga dapat memberikan solusi yang tepat. Keamanan dan Penyelesaian Konflik Tabel 22 menunjukkan bahwa tidak ada variabel keamanan dan penyelesaian konflik yang berkorelasi secara signifikan dengan pertumbuhan ekonomi. Hal ini diduga karena keadaan keamanan dan penyelesaian konflik dinilai masih relatif baik oleh para pelaku usaha. Berdasarkan persepsi pelaku usaha tingkat kejadian pencurian di tempat usaha dinilai masih rendah. Tabel 22 Korelasi keamanan dan penyelesaian konflik dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2010 Variabel keamanan dan penyelesaian konflik Korelasi Pearson Q118bR1: Tingkat kejadian pencurian di tempat usaha -0,045 Q120R1: Polisi selalu bertindak tepat waktu 0,018 Q120R2: Solusi polisi menguntungkan perusahaan -0,009 Q120R3: Solusi polisi meminimalisir kerugian usaha 0,013 Q121R1: Polisi tepat waktu dalam menangani demosntrasi buruh 0,002 Q121R2: Solusi polisi meminimalisir waktu dan biaya 0,015 Q122: Keseluruhan keamanan dan penyelesaian masalah 0,042 Sumber: Data olahan 86 Biaya Transaksi Berdasarkan Tabel 23 terlihat bahwa tidak ada satu pun variabel aspek biaya transaksi yang berkorelasi secara signifikan dengan pertumbuhan ekonomi. Hal ini diduga karena tingkat biaya transaksi masih dinilai relatif ringan oleh para pelaku usaha, sehingga tidak menjadi hambatan yang berarti. Tabel 23 Korelasi biaya transaksi dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2010 Variabel biaya transaksi Korelasi Pearson Q84cR1: Tingkat hambatan retribusi daerah 0,040 Q84cR2: Tingkat hambatan pajak daerah -0,022 Q86a: Tingkat pembayaran donasi terhadap Pemda -0,007 Q86cR1: Tingkat hambatan donasi resmi 0,041 Q86cR2: Tingkat hambatan donasi tidak resmi 0,006 Q90bR1: Tingkat pembayaran biaya informal terhadap polisi -0,046 Q92: Biaya transaksi keseluruhan tidak menghambat perusahaan -0,008 Sumber: Data olahan Kebijakan Infrastruktur Berdasarkan Tabel 24 dapat disimpulkan bahwa kualitas kelima jenis infrastruktur, yaitu jalan, penerangan jalan, air bersih, listrik, dan telepon, berkorelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi. Hal ini diduga bahwa dengan kualitas infrastruktur baik maka kegiatan perekonomian berjalan dengan lebih efisien, output akan meningkat, dan ekonomi tumbuh. Hal ini juga sejalan dengan nilai korelasi antara akses infrastruktur fisik dengan persepsi kualitas infrastruktur yang signifikan. Selain itu, lamanya pemadaman listrik berkorelasi negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Artinya, semakin lama pemadaman listrik yang terjadi maka kegiatan produksi akan terganggu, output yang dihasilkan berkurang, sehingga secara umum ekonomi justru tumbuh negatif. Hal ini dikarenakan listrik merupakan energi utama yang digunakan dalam proses produksi. Sehingga apabila pasokan listrik berkurang, seperti karena terjadi pemadaman, maka proses produksi akan terhenti. Pemadaman listrik juga menyebabkan pelaku usaha harus mengeluarkan pengeluaran lebih jika ingin tetap berproduksi, misalnya dengan membeli atau menyewa diesel. Hal ini akan membebani proses produksi, sehingga yang terjadi justru inefisiensi. 87 Tabel 24 Korelasi kebijakan infrastruktur dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2010 Variabel kebijakan infrastruktur Korelasi Pearson Q114aR1: Kondisi infrastruktur jalan 0,219 Q114aR2: Kondisi infrastruktur penerangan jalan 0,195 Q114aR3: Kondisi infrastruktur air bersih 0,135 Q114aR4: Kondisi infrastruktur listrik 0,200 Q114aR5: Kondisi infrastruktur telepon 0,196 Q114bR1: Lama perbaikan infrastruktur jalan - -0,077 Q114bR2: Lama perbaikan infrastruktur penerangan jalan - -0,041 Q114bR3: Lama perbaikan infrastruktur air bersih - -0,010 Q114bR4: Lama perbaikan infrastruktur listrik - -0,028 Q114bR5: Lama perbaikan infrastruktur telepon - -0,006 Q106: Pemakaian genset - -0,072 Q108: Lama pemadaman listrik - -0,181 Q116: Dampak keseluruhan isu infrastruktur 0,121 Keterangan: , , masing-masing merupakan tingkat signifikansi taraf 10, 5, dan 1. Sumber: Data olahan Indeks Tata Kelola Pemerintahan Daerah Secara agregat kemudahan perizinan usaha dan kondisi infrastruktur akan mendorong peningkatan perekonomian, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Tata kelola pemerintahan daerah secara keseluruhan berkorelasi positif, yang berarti bahwa semakin baik tata kelola pemerintahan daerah maka ada kecendurungan pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut juga semakin tinggi Tabel 25. Tabel 25 Korelasi indeks tata kelola dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2010 Indikator tata kelola pemerintahan daerah Korelasi Pearson Akses Lahan Usaha dan Kepastian Usaha -0,095 Izin Usaha 0,156 Interaksi Pemda dan Pelaku Usaha 0,092 Program Pengembangan Usaha Swasta 0,096 Kapasitas dan Integritas BupatiWalikota 0,088 Biaya Transaksi -0,090 Kebijakan Infrastruktur Daerah 0,191 Keamanan dan Penyelesaian Sengketa 0,004 Kualitas Peraturan Derah -0,073 Indeks Tata Kelola Ekonomi Daerah 0,169 Keterangan: dan masing-masing merupakan tingkat signifikansi taraf 5 dan 1. Sumber: Data olahan 88 Hubungan antara tata kelola pemerintahan dengan pertumbuhan ekonomi diatas menyiratkan bahwa walaupun secara disagregat terdapat hubungan yang nyata, namun secara agregat belum tentu hubungannya nyata. Hal ini diduga sebagai salah satu sebab penelitian McCulloch dan Malesky 2011 hanya menemukan hubungan yang sedikit dengan variabel agregat.

5.3 Pengaruh

Tata Kelola Pemerintahan Terhadap Penyediaan Infrastruktur di Indonesia Hasil eksplorasi model infrastruktur, dengan memperhatikan asumsi model, didapatkan model terbaik seperti pada Tabel 26. Berdasarkan hasil estimasi model infrastruktur jalan kolom 2, diketahui bahwa tata kelola pemerintahan daerah mempunyai pengaruh terhadap penyediaan infrastruktur jalan melalui adanya diskusi kebijakan publik, lama perbaikan jalan dan ketegasan kepala daerah terhadap korupsi. Adapun faktor struktural yang memengaruhi infrastruktur jalan adalah interaksi belanja infrastruktur dengan ketegasan kepala daerah terhadap tindak pemberantasan korupsi. Dari hasil estimasi model tersebut juga terlihat bahwa kesenjangan akses jalan lebih baik di daerah kota dan Jawa. Diskusi kebijakan publik merupakan bentuk sarana partisipasi publik yang merupakan salah satu pokok dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Dengan adanya diskusi kebijakan publik menjadikan kebijakan yang diambil oleh pemerintah daerah sesuai dengan permasalahan dan harapan pelaku usaha, yaitu peningkatan kualitas infrastruktur yang menjadi fokus utama pelaku usaha. Hasil studi TKED 2010, infrastruktur masih merupakan kendala utama dalam menjalankan usaha. Lamanya waktu perbaikan jalan yang rusak berpengaruh negatif terhadap akses infrastruktur jalan. Secara rata-rata, waktu yang dibutuhkan untuk memperbaiki jalan yang rusak adalah sekitar 73 hari atau lebih dari 2 bulan. Lamanya waktu perbaikan jalan bisa disebabkan karena masih rendahnya respon pemerintah daerah terhadap permasalahan infrastruktur jalan, minimnya dana yang disediakan untuk pemeliharaan jalan, atau masalah administrasi pencairan dana APBD yang masih belum efisien. Proyek pengadaan infrastruktur fisik cenderung rawan terhadap perilaku tindakan korupsi, sehingga hasilnya seringkali tidak sesuai dengan yang