Keamanan dan Penyelesaian Konflik

60 Infrastruktur memiliki hubungan yang erat dengan Produk Domestik Bruto PDB dan keputusan pelaku usaha untuk melakukan investasi. Ketersediaan dan kualitas infrastruktur merupakan faktor penentu keputusan pelaku usaha karena sangat menentukan biaya distribusi input dan output produksinya. Karenanya, ketersediaan infrastruktur dapat menjadi faktor pendorong produktivitas suatu daerah. Sebagai contoh, ketersediaan fasilitas transportasi yang baik akan mempermudah mobilitas orang, barang dan jasa yang dapat mengurangi biaya produksi dan meningkatkan akses pada pasar.

4.1.9 Kualitas Peraturan Daerah

Peraturan daerah Perda merupakan sebuah instrumen kebijakan daerah yang sifatnya formal, melalui Perda inilah dapat diindikasikan adanya insentif maupun disinsentif sebuah kebijakan di daerah terhadap aktivitas perekonomian. Penilaian kualitas Perda dilakukan melalui desk analysis dengan empat belas kriteria. Berdasarkan hasil analisis diperoleh gambaran mengenai kualitas Perda di daerah yang dikelompokan dalam tiga kategori potensi permasalahan, yaitu kategori prinsip, kategori substansi, dan kategori acuan yuridis. Dalam kategori acuan yuridis terdiri dari tiga kriteria yaitu relevansi acuan yuridis, up to date acuan yuridis, dan kelengkapan yuridis formal. Kategori substansi terdiri enam kriteria, yaitu diskoneksi tujuan dan isi serta konsistensi pasal, kejelasan obyek, kejelasan subyek, kejelasan hak dan kewajiban wajib pungut dan Pemda, kejelasan standar waktu, biaya dan prosedur atau struktur dan standard tarif, kesesuaian antara filosofi dan pungutan. Kategori prinsip terdiri dari lima kriteria, yaitu keutuhan wilayah ekonomi nasional dan prinsip free internal trade, persaingan sehat, dampak ekonomi negatif, menghalangi akses masyarakat dan kepentingan umum, dan pelanggaran kewenangan pemerintahan. Jumlah peraturan daerah yang dianalisis sebanyak 1.480 Perda. Perda yang dianalisis dibatasi dengan wilayah pengaturannya, yaitu terkait dengan perekonomian. Perda yang dianalisis tersebut dapat dikelompokkan dalam 3 tiga wilayah isu, yaitu Perda terkait dengan perizinan, Perda terkait dengan lalu lintas barang dan jasa, serta Perda terkait dengan ketenagakerjaan. Dari total 932 peraturan daerah, kebermasalahan pada kategori yuridis didominasi oleh banyaknya Perda yang tidak mengatur secara lengkap ketentuan-ketentuan 61 peraturan yang lebih tinggi. Diantaranya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak daerah dan Retribusi Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah. Sejumlah ketentuan yang tertuang dalam ketiga produk hukum seperti tersebut di atas sifatnya wajib, sehingga setiap pengaturan yang tidak merujuk pada ketentuannya dikategorikan Perda bermasalah. Kabupaten Kubu Raya memperoleh skor kualitas peraturan daerah tertinggi. Kubu Raya merupakan satu-satunya dari 239 daerah, di mana seluruh empat Perda yang dianalisis tidak mengandung permasalahan. Sementara itu Kota Solok dan Maluku Utara berada pada peringkat kedua, karena dari masing-masing tujuh Perda dari daerah ini yang dianalisis hanya ditemukan satu Perda yang bermasalah pada satu dari 14 kriteria pelanggaran. Perda tersebut adalah Perda Kota Solok No.62006 tentang Pajak Penerangan Jalan yang melanggar aspek kejelasan standar waktu, biaya dan prosedur, atau struktur dan standar tarif. Sementara itu, satu-satunya Perda yang bermasalah di Maluku Utara adalah Perda No. 10 tahun 2009 tentang Retribusi Izin Usaha Jasa Konstruksi IUJK. Letak permasalahan Perda juga sama yakni melanggar aspek kejelasan standar waktu, prosedur, serta struktur dan standar tarif KPPOD 2011.

4.1.10 Indeks Tata Kelola Pemerintahan Daerah

Berdasarkan hasil studi TKED 2011, lima besar kabupatenkota dengan tata kelola pemerintahan daerah terbaik berturut-turut adalah Kota Blitar, Kabupaten Lampung Utara, Kota Probolinggo, Kota Batu, dan Kabupaten Sorong. Sedangkan lima besar kabupatenkota dengan tata kelola pemerintahan terburuk adalah Kabupaten Waropen, Kabupaten Seram Bagian Barat, Kabupaten Seram Bagian Timur, Kabupaten Halmahera Barat, dan Kabupaten Teluk Bintuni. Skor tata kelola pemerintahan daerah tahun 2010 berentang antara 39,4 sampai 80,5. Secara umum kabupatenkota di Jawa dan sumatera memiliki skor tata kelola yang lebih tinggi dibandingkan kabupatenkota di wilayah timur Indonesia. Namun ada beberapa kabupatenkota dari wilayah timur yang memiliki skor tata kelola yang tinggi, seperti Kabupaten Sorong yang masuk lima besar terbaik. Hal ini mengindikasikan bahwa tata kelola pemerintahan di Indonesia masih sangat bervariasi, selain ada kesenjangan tata kelola pemerintahan daerah antar wilayah PanjangjalanKm 62 barat dan timur, juga di masing-masing wilayah sendiri. Setelah sepuluh tahun pelaksanaan desentralisasi yang serentak dan mendadak tanpa adanya penyiapan institusi lokal, ternyata kualitas institusi daerah masih beragam.

4.2 Penyediaan Infrastruktur di Indonesia

4.2.1 Infrastruktur Jalan

Infrastruktur jalan mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia karena angkutan darat sampai saat ini masih menjadi sistem transportasi yang utama. Infrastruktur jalan merupakan faktor penunjang bagi terselenggaranya mobilitas penduduk maupun barang dan jasa, aktivitas ekonomi dalam pembangunan dan menjadi penghubung antar wilayah yang menjadi pusat produksi dengan daerah pemasarannya. Ketersediaan jalan yang memadai akan memungkinkan terjadinya penularan pertumbuhan ekonomi antar daerah. Penularan disini memiliki arti bahwa prasarana jalan turut berperan dalam merangsang tumbuhnya wilayah-wilayah baru yang akhirnya akan menimbulkan trip generation baru yang akan meningkatkan volume lalu lintas yang terjadi. 450000 400000 Jalan Negara Jalan Provinsi Jalan KabKota 350000 300000 250000 200000 150000 100000 50000 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Sumber: BPS diolah Gambar 4 Perkembangan infrastruktur jalan menurut tingkat kewenangannya di Indonesia periode 2000-2010 Pada tahun 2010, panjang jalan di Indonesia mencapai 487.314 km. Berdasarkan kewenangan pembinaannya, panjang jalan kabupatenkota pada tahun 2010 mencapai 395.453 km atau sekitar 81 persen dari panjang jalan keseluruhan. Selama periode 1995-2010 jalan kabupatenkota mempunyai porsi