Pertumbuhan Ekonomi Tinjauan Teori

20 PII. Selain itu, sebagai pembanding digunakan juga indeks infrastruktur dari World Economic Forum WEF. Adapun model umum yang digunakan oleh De 2010 dapat dituliskan sebagai berikut: 2.1 dengan i = negara, t = tahun, = error, INFRA = PPI, GOV = indeks komposit tata kelola pemerintahan, REGION = dummy kawasan Asia, Eropa, dan Amerika Latin. Model diatas dianalisis menggunaan metode ordinary least square OLS, GLS REM random effect model, dan Ordered Probit OP. Sedangkan untuk menangkap hubungan kausal antara tata kelola pemerintahan dan infrastruktur regional digunakan metode 2SLS two stage least sqaure dan Sys-GMM, dengan memasukkan variabel lag infrastruktur sebagi variabel bebas. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa tata kelola pemerintahan mempunyai peran penting dalam penyediaan infrastruktur, yaitu setiap kenaikan 1 poin indeks tata kelola akan meningkatkan infrastruktur regional sebesar 1,5 poin. McCulloch dan Malesky 2010 melakukan penelitian tentang hubungan tata kelola pemerintahan dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Penelitian menggunakan data sebanyak 243 kabupatenkota di Indonesia hasil studi TKED oleh KPPOD tahun 2007. Model estimasi yang digunakan dapat dituliskan sebagai berikut: 2.2 di mana adalah rata-rata pertumbuhan PDRB per kapita dari daerah i tahun 2001-2007, adalah sebuah konstanta, adalah PDB per kapita pada daerah i pada 2001, adalah sebuah proksi untuk saham modal dari daerah i, adalah modal SDM dari daerah i, adalah sebuah vektor dari variabel-variabel yang mewakili kualitas tata kelola pemerintahan daerah, adalah notasi error. Untuk pertumbuhan ekonomi McCulloch dan Malesky 2010 mengeksplorasi dengan data rata-rata pertumbuhan PDRB per kapita tahun 2001- 2007, baik dengan minyak maupun tidak dengan minyak, pertumbuhan PDRB sektor manufaktur, dan pendapatan per kapita rumah tangga hasil Susenas Survei Sosial Ekonomi Nasional. Estimasi model menggunakan metode OLS. 21 Hasil analisis menunjukkan bahwa hubungan antara tata kelola pemerintahan daerah dan pertumbuhan daerah lebih rumit dari pandangan sekilas. Secara mengejutkan penelitian ini mengemukakan bahwa hanya sedikit atau bahkan tidak ada hubungan statistik yang signifikan antara berbagai pengukuran tipikal tata kelola perekonomian daerah dengan kinerja pertumbuhan daerah. Hasil tersebut didorong oleh beberapa kemungkinan, yakni rendahnya kualitas data, beberapa variabel struktural yang memengaruhi pertumbuhan juga berpengaruh terhadap kualitas tata kelola pemerintahan daerah tetapi tidak harus ke arah yang sama, dan memang hubungan tata kelola pemerintahan dan pertumbuhan ekonomi lemah karena pertumbuhan ekonomi hanya berhubungan kuat dengan variabel struktural seperti infrastruktur. Kis-Katos dan Sjahrir 2011 melakukan studi mengenai pengaruh desentralisasi fiskal dan politik terhadap responsiveness pengeluaran infrastruktur di Indonesia dengan data panel 271 kabupatenkota periode 1993-2007. Hasil studi menyimpulkan bahwa desentralisasi fiskal berpengaruh positif terhadap pengeluaran infrastruktur, sedangkan desentralisasi politik justru sebaliknya. Chowdhury et al. 2009 meneliti tentang hubungan desentralisasi pemerintahan di tingkat desa dengan penyediaan infrastruktur di Indonesia. Penelitian menggunakan data Podes 1996, 2000, dan 2006. Infrastruktur yang yang diteliti meliputi: jalan desa, sekolah, dan puskesmas. Hasilnya menyimpulkan bahwa penyediaan infrastruktur di tingkat desa dipengaruhi oleh endowment kepala desa seperti: umur, jenis kelamin, dan pendidikan kepala desa. Elhiraika 2007 mengkaji tentang dampak desentralisasi terhadap pengalokasian anggaran untuk infrastruktur pendidikan dan kesehatan di Afrika Selatan. Penelitian menggunakan data panel 8 provinsi di Afrika Selatan periode 1996-2005 menyimpulkan bahwa desentralisasi fiskal tidak mendorong peningkatan alokasi anggaran kesehatan dan pendidikan. Beberapa penelitian empiris terdahulu yang mengkaji hubungan antara tata kelola pemerintahan maupun desentralisasi dengan penyediaan infrastruktur serta pertumbuhan ekonomi secara ringkas disajikan pada Lampiran 6. 22

2.3 Kerangka Pemikiran

Desentralisasi atau otonomi daerah menempatkan pemerintah daerah sebagai pelaku penting dalam proses pembangunan di Indonesia. Seiring dengan pelaksanaan desentralisasi di Indonesia yang meliputi tiga jenis desentralisasi, yaitu desentralisasi fiskal, desentralisasi politik, dan desentralisasi administrasi, terjadi pembagian tugas dan tanggung jawab beberapa urusan antara pemerintah pusat dan daerah. Sehingga tata kelola pemerintahan daerah menjadi faktor penting yang memengaruhi pembangunan di daerah. Namun, desentralisasi yang dilaksanakan secara big bang, tidak ada penyiapan institusi lokal untuk memikul tanggung jawab pembangunan yang lebih besar diduga memengaruhi kualitas pemerintah daerah yang pada akhirnya berimbas pada hasil pembangunan di daerah. Salah satu ukuran agregat pembangunan yang sering digunakan pertumbuhan ekonomi, dlam hal ini pertumbuhan ekonomi jangka panjang digambarkan dengan peningkatan pendapatan per kapita. Hasil studi McCulloch dan Malesky 2010 menemukan hubungan yang lemah antara tata kelola pemerintahan dengan pertumbuhan ekonomi secara langsung. Hubungan antara tata kelola pemerintah daerah dengan pendapatan per kapita merupakan hubungan yang kompleks, artinya tata kelola pemerintahan belum tentu berpengaruh secara langsung tetapi bisa memengaruhi secara tidak langsung melalui beberapa jalur, seperti: infrastruktur, investasi, dan perdagangan. Infrastruktur menjadi salah satu saluran yang penting untuk dikaji mengingat infrastruktur mempunyai peran penting dalam perekonomian, namun setelah lebih dari 10 tahun desentralisasi justru infrastruktur antar daerah semakin timpang. Hal ini diduga menjadi salah satu penyebab mengapai pencapaian pembangunan daerah berbeda-beda. Untuk itu ingin diketahui bagaimana hubungan tata kelola pemerintah daerah, penyediaan infrastruktur, dan pertumbuhan ekonomi, sehingga dapat ditarik kesimpulan dan dirumuskan implikasi kebijakan guna peningkatan penyediaan infrastruktur dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Secara ringkas alur pemikiran diatas dapat dilihat pada Gambar 3.