35
3
Listrik
LIS adalah adalah konsumsi listrik per kapita, yaitu rasio listrik yang terjual terhadap jumlah penduduk satuan kWh per penduduk per
tahun. 4
Rata-rata lama sekolah MYS rata-rata lama sekolah tahun.
5 Belanja infrastruktur
BIN adalah alokasi pengeluaran pemerintah untuk belanja perumahan dan prasarana umum satuan juta rupiah.
6 Belanja modal
BM adalah alokasi pengeluaran pemerintah untuk belanja modal atau pembangunan satuan juta rupiah.
7 Tata kelola pemerintahan daerah
GOV adalah variabel tata kelola pemerintahan daerah yang merupakan persepsi pelaku usaha terhadap tata
kelola pemerintahan di daerah.
3.5 Prosedur Analisis
Analisis mengenai tata kelola pemerintahan dan infrastruktur digambarkan secara deskriptif baik dengan tabel, grafik, uji beda rata-rata maupun spasial.
Adapun pola hubungan antara tata kelola pemerintahan daerah, penyediaan infrastruktur, dan pertumbuhan ekonomi dieksplorasi dengan korelasi pearson.
Selanjutnya dari variabel tata kelola pemerintahan bersama-sama dengan variabel eksogen lain dianalisis menggunakan regresi berganda dengan metode ordinery
least square OLS untuk mengetahui berapa pengaruh masing-masing variabel
tata kelola pemerintahan terpilih tersebut terhadap penyediaan infrastruktur. Selanjunya untuk mengetahui pengaruh tidak langsung tata kelola pemerintahan
terhadap pertumbuhan ekonomi digunakan metode two stages least square 2SLS, yaitu dengan memasukkan hasil estimasi model infrastruktur sebagai
peubah eksogen pada model pertumbuhan ekonomi. Untuk pemilihan model dilakukan uji asumsi Gauss-Markov untuk memastikan bahwa model yang
diperoleh sudah merupakan model terbaik. Adapun pengolahan data dilakukan dengan bantuan program komputer STATA versi 10.0 dan SPSS 16. Untuk
analisis spasial digunakan software ArcView 3.3.
36
Halaman ini sengaja dikosongkan
IV. GAMBARAN TATA KELOLA PEMERINTAHAN DAERAH DAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
4.1 Tata Kelola Pemerintahan di Indonesia
Terdapat sembilan dimensi tata kelola pemerintahan yang dipotret dari Studi Tata Kelola Ekonomi Daerah TKED yang dilaksanakan oleh KPPOD
pada tahun 2010, yaitu: akses terhadap lahan usaha dan kepastian berusaha, perizinan usaha, interaksi pemerintah daerah dengan pelaku usaha, program
pengembangan usaha swasta PPUS, kapasitas dan integritas kepala daerah, biaya transakasi, infrastruktur daerah, keamanan dan penyelesaian konflik, dan
peraturan daerah. Berikut adalah gambaran untuk masing-masing aspek tata kelola pemerintahan.
4.1.1 Akses Lahan dan Kepastian Hukum
Lahan merupakan tempat yang digunakan untuk aktivitas usaha yang dibutuhkan setiap jenis kegiatan usaha. Walaupun perkembangan teknologi dan
jenis usaha tertentu tidak membutuhkan kehadiran lahan, namun sebagian besar aktivitas ekonomi di Indonesia masih sangat bergantung pada lahan. Tingkat
permintaan terhadap lahan semakin tinggi, sedangkan ketersediaan lahan terbatas. Hal ini menimbulkan permasalahan akses lahan. Masalah lain terkait
dengan lahan adalah masalah administrasi pertanahan seperti sengketa lahan karena adanya kepemilikan sertifikat ganda ataupun perubahan tanah ulayat.
Masalah pertanahan atau lahan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Ketentuan Pokok-Pokok Agraria
UUPA. Pasal 2 UUPA ayat 2 dijabarkan mengenai hak negara yang merupakan penjabaran dari pasal 33 ayat 3 UUD. Atas dasar tersebut, negara
memiliki hak atas permukaan bumi tanah yang diantaranya adalah: 1. Hak milik HM adalah hak turun-temurun, kuat, dan penuh yang dapat
dipunyai orang atas tanah, tetapi tidak berarti bahwa hak milik tersebut merupakan hak yang mutlak, tidak terbatas, dan tidak dapat diganggu gugat.
langsung dalam bidang sosial atau keagamaan. 2. Hak Guna Usaha HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang
dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu tertentu, misalnya
38 digunakan untuk perusahaan pertanian atau perkebunan, perikanan dan
peternakan. 3. Hak Guna Bangunan HGB adalah hak untuk mendirikan bangunan di atas
tanah yang bukan miliknya dengan jangka waktu tertentu. 4. Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan atau memungut hasil dari tanah
yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang, dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan
pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikan atau dalam perjanjian dengan pemilik.
Dalam implementasinya, hak atas tanah dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat. Sertifikat tanah diperoleh melalui pendaftaran tanah oleh Badan
Pertanahan Nasional BPN. Pendaftaran tanah sendiri meliputi dua hal, yaitu pendaftaran untuk tanah yang belum bersertifikat dan pendaftaran untuk
pengalihan atau peningkatan hak. Pendaftaran tanah dimulai dari pengumpulan dan pengolahan data fisik, pembuktian hak dan pembukuannya, penerbitan
sertifikat, penyajian data fisik dan data yuridis, dan penyimpanan daftar umum dan dokumen.
Gambaran Kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah Pusat, Pemerintahan Daerah, Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten dan Kota. Berikut adalah penjabaran detil
mengenai pembagian urusan pemerintahan bidang pertanahan pemerintah kabupaten dan kota:
1. Izin Lokasi 2. Pengadaan tanah
3. Penyelesaian sengketa tanah garapan 4. Penyelesaian masalah ganti kerugian
5. Penetapan subyek dan obyek redistribusi tanah 6. Penetapan tanah ulayat
7. Pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah kosong 8. Izin membuka tanah
9. Perencanaan penggunaan tanah wilayah kabupaten dan kota.
Variabel Wilayah
Statistik Deskriptif 39
Prinsip-prinsip dasar yang dikembangkan pada indikator akses lahan dan kepastian usaha yaitu:
1. Waktu yang dibutuhkan untuk pengurusan status tanah. 2. Persepsi tentang kemudahan perolehan lahan.
3. Persepsi tentang tidak ada penggusuran lahan oleh Pemda. 4. Persepsi tentang tidak ada konflik lahan.
5. Persepsi tentang keseluruhan kemudahan akses lahan usaha. Tabel 2 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan waktu
pengurusan sertifikat tanah antar kabupaten dan kota. Waktu pengurusan sertifikat tanah di Jawa lebih lama dibandingkan waktu yang dibutuhkan untuk
pengurusan tanah di luar Jawa, hal ini disebabkan sudah relatif terbatasnya tanah di Jawa sehingga dibutuhkan waktu lebih lama untuk verifikasi.
Tabel 2 Perbandingan variabel-variabel akses lahan menurut wilayah administrasi dan geografisnya tahun 2010
Uji beda rata-rata N
Mean Std. Dev.
t p-value
Q31: Lama urus sertifikat minggu
Q34: Kemudahan dapat lahan
Q38: Tidak ada penggusuran
Q40: Tidak ada konflik lahan
Q42: Keseluruhan kemudahan akses
lahan Kab.
201 9,06
5,30 0,39
0,70 Kota
43 8,72
4,67 Luar Jawa
199 8,48
5,19 -3,35
0,00 Jawa
45 11,29
4,60 Kab.
202 69,56
18,49 5,38
0,00 Kota
43 52,70
19,55 Luar Jawa
199 66,82
19,93 0,36
0,72 Jawa
46 65,66
18,96 Kab.
202 97,96
3,05 3,48
0,00 Kota
43 94,80
5,79 Luar Jawa
199 97,37
3,83 -0,36
0,72 Jawa
46 97,59
4,02 Kab.
202 94,67
10,34 1,98
0,05 Kota
43 90,94
11,45 Luar Jawa
199 92,95
11,46 -6,41
0,00 Jawa
46 98,62
2,36 Kab.
202 95,58
6,41 3,10
0,00 Kota
43 92,04
8,40 Luar Jawa
199 94,46
7,36 -3,42
0,00 Jawa
46 97,09
3,84
Sumber: KPPOD diolah