Variabel Wilayah
Statistik Deskriptif
44 Tabel 3 Perbandingan variabel-variabel perizinan usaha menurut wilayah
administrasi dan geografisnya tahun 2010
Uji beda rata-rata N
Mean Std. Dev.
t p-value
Q50: Kepemilikan TDP
Q51cR1: Kemudahan dapat TDP
Q51dR1: Waktu perolehan TDP hari
Q52cR1: Biaya tidak memberatkan
Kab. 170
20,32 16,59
-0,89 0,37
Kota 42
22,87 16,35
Luar Jawa 167
21,81 17,23
1,96 0,05
Jawa 45
17,16 13,17
Kab. 201
87,96 15,06
1,53 0,13
Kota 43
84,15 13,53
Luar Jawa 198
86,31 15,65
-2,83 0,01
Jawa 46
91,47 9,80
Kab. 201
11,95 15,15
-0,36 0,72
Kota 43
12,81 6,58
Luar Jawa 198
12,08 15,10
-0,05 0,96
Jawa 46
12,19 7,97
Kab. 201
89,82 13,95
1,84 0,07
Kota 43
85,63 11,40
Luar Jawa 198
88,15 14,35
-2,99 0,00
Jawa 46
93,10 8,83
Q54R1: Bebas KKN
Kab. 202
81,78 15,06
0,28 0,78
Kota 43
81,10 11,49
Luar Jawa 199
81,41 14,37
-0,57 0,57
Jawa 46
82,75 15,02
Q54R2: Efisien
Kab. 202
71,36 18,20
1,42 0,16
Kota 43
67,06 17,51
Luar Jawa 199
72,22 16,35
2,37 0,02
Jawa 46
63,62 23,30
Q54R3: Bebas pungli
Q57: Mekanisme pengaduan
Q59: Keseluruhan izin usaha
Kab. 202
72,15 18,91
1,16 0,25
Kota 43
68,55 16,47
Luar Jawa 199
73,09 16,96
2,30 0,02
Jawa 46
64,73 23,20
Kab. 202
23,51 24,22
-4,21 0,00
Kota 43
40,52 23,20
Luar Jawa 199
22,85 22,98
-5,00 0,00
Jawa 46
42,25 26,74
Kab. 202
94,20 8,87
0,78 0,43
Kota 43
93,09 5,85
Luar Jawa 199
93,48 9,02
-3,04 0,00
Jawa 46
96,28 4,48
Sumber: KPPOD diolah
45
Hal tersebut cukup ironis karena keberadaan TPST yang diharapkan akan mempermudah dan mempermurah perizinan justru sudah lebih banyak dimiliki
daerah di Jawa dibandingkan di luar Jawa. Secara umum keberadaan TPST masih rendah. Daerah kota dan Jawa sekitar 41 persen sudah memiliki TPST,
sedangkan di kabupaten dan luar Jawa baru sekitar 22 persen atau sekitar setengahnya.
4.1.3 Interaksi Pemerintah Daerah dengan Pelaku Usaha
Komunikasi antar pelaku usaha dengan pemerintah sangat diperlukan untuk membangun interaksi yang konstruktif. Pada kenyataannya, komunikasi antara
dunia usaha dan Pemda tidak selalu konstruktif. Pelaku usaha seringkali mengeluhkan Pemda yang tidak melibatkan mereka ketika membuat suatu
kebijakan, yang terkadang menghasilkan kebijakan yang distortif terhadap perekonomian dan memberatkan dunia usaha. Pemda juga kerapkali kurang
optimal dalam penyediaan pelayanan publik, atau dianggap hanya berorientasi mengumpulkan pendapatan daerah yang sebanyak-banyaknya melalui pajak,
retribusi, dan pungutan, serta dinilai kurang memahami kebutuhan dunia usaha. Pembentukan forum komunikasi antara Pemda dan pengusaha merupakan
media interaksi dan komunikasi yang banyak diperkenalkan di daerah. Forum komunikasi inilah yang seringkali menjadi mekanisme formal bagi pelibatan
dunia usaha dalam proses penyusunan kebijakan daerah, terutama yang terkait dengan kebijakan pengembangan iklim usaha di daerah. Forum komunikasi
memungkinkan adanya dialog antar kepentingan yang berbeda-beda. Kualitas interaksi Pemda dan pelaku usaha dinilai berdasarkan tujuh
variabel, yaitu: 1. Keberadaan forum komunikasi.
2. Tingkat pemecahan permasalahan dunia usaha oleh Pemda. 3. Tingkat dukungan Pemda terhadap pelaku usaha daerah.
4. Tingkat kebijakan non-diskriminatif Pemda. 5. Tingkat kebijakan Pemda yang tidak merugikan pelaku usaha.
6. Tingkat konsistensi kebijakan Pemda terkait dunia usaha. 7. Tingkat hambatan interaksi Pemda dan pelaku usaha.
Variabel Wilayah
Statistik Deskriptif
46 Tabel 4 Perbandingan variabel-variabel interaksi Pemda dengan pelaku usaha
menurut wilayah administrasi dan geografisnya tahun 2010
Uji beda rata-rata N
Mean Std. Dev.
t p-value
Q61: Pengetahuan tentang
keberadaan forum komunikasi
Q62R1: Kepala daerah memberi
solusi Q62R2:
Solusi sesuai harapan
Q62R3: Tindak lanjut institusi
Pemda Q64R1:
Pemda mengerti kebutuhan pelaku usaha
Q64R2: Mendiskusikan kebijakan publik
Q64R3: Mendiskusikan permasalahan pelaku
usaha Q64R5: Penyediaan
fasilitas pendukung
Q71: Hambatan keseluruhan
interaksi Pemda dg pelaku usaha
Sumber: KPPOD diolah
Kab. 202
24,86 17,00
-5,29 0,00
Kota 43
39,89 16,56
Luar Jawa 199
26,41 17,45
-1,99 0,05
Jawa 46
32,18 18,89
Kab. 202
56,72 21,73
-0,44 0,66
Kota 43
58,31 19,85
Luar Jawa 199
57,76 21,07
1,17 0,25
Jawa 46
53,69 22,61
Kab. 202
50,95 22,80
-0,51 0,61
Kota 43
52,64 18,93
Luar Jawa 199
52,64 22,00
2,06 0,04
Jawa 46
45,22 21,99
Kab. 202
52,28 23,48
-0,72 0,47
Kota 43
55,05 19,35
Luar Jawa 199
54,06 22,63
1,86 0,06
Jawa 46
47,16 22,92
Kab. 202
58,27 21,45
-1,20 0,23
Kota 43
62,54 19,86
Luar Jawa 199
59,76 21,32
1,14 0,26
Jawa 46
55,81 20,61
Kab. 202
50,30 22,95
-1,14 0,26
Kota 43
54,59 19,44
Luar Jawa 199
52,00 22,47
1,38 0,17
Jawa 46
46,95 21,87
Kab. 202
48,50 22,32
-2,28 0,03
Kota 43
55,72 18,02
Luar Jawa 199
50,58 22,04
1,22 0,22
Jawa 46
46,25 20,44
Kab. 202
53,09 22,41
-2,22 0,03
Kota 43
61,23 18,74
Luar Jawa 199
54,77 22,05
0,37 0,71
Jawa 46
53,43 21,94
Kab. 202
79,72 18,99
2,24 0,03
Kota 43
72,63 18,03
Luar Jawa 199
78,57 19,37
0,16 0,87
Jawa 46
78,07 17,42
47
Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar pelaku usaha tidak mengetahui keberadaan forum komunikasi. Secara umum tingkat pengetahuan pelaku usaha
mengenai keberadaan forum komunikasi di kota dan Jawa lebih tinggi dibandingkan kabupaten dan luar Jawa. Forum yang diharapkan dapat
menjembatani pemerintah
dan dunia
usaha untuk
mendiskusikan dan
memecahkan masalah pelaku usaha ini hanya diketahui oleh 28 persen pelaku usaha. Forum Komunikasi di Kota Kediri Jatim merupakan yang paling banyak
dikenal oleh pelaku usaha. Sebanyak 92 persen pelaku usaha di Kota Kediri mengetahui keberadaan forum komunikasi. Selain Kota Kediri masih ada lima
daerah lain di Jatim dengan forum komunikasi antara pelaku usaha dengan Pemda cukup dikenal oleh pelaku usaha, yakni Trenggalek 77, Kota
Probolinggo 70, Lumajang 64 dan Tulung Agung 62, dan Kota Batu 57. Di antara 20 daerah dengan tingkat pengetahuan pelaku usaha tertinggi,
delapan diantaranya merupakan daerah kota. Hal yang sebaliknya terjadi di daerah kabupaten. Forum komunikasi antara pelaku usaha dengan Pemda sama
sekali tidak dikenal di 15 kabupaten, diantaranya empat berlokasi di Maluku, tiga di Sultra.
4.1.4 Program Pengembangan Usaha Swasta
Program pengembangan usaha swasta terutama ditujukan kepada pelaku usaha kecil dan menengah. Permasalahan utama yang dihadapi kelompok usaha
ini adalah keterbatasan modal, akses modal yang minim ke lembaga keuangan formal, dan kurangnya keahlian dalam bidang manajemen usaha. Bentuk usaha
kecil ini merupakan bentuk usaha yang paling dominan yang terdapat di kabupaten dan kota di Indonesia.
Program pengembangan usaha swasta oleh Pemda adalah pelayanan pengembangan bisnis yang disediakan Pemda dengan dukungan dana Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah APBD. Kegiatan tersebut diadakan tanpa adanya pungutan dari Pemda kepada pelaku usaha. Meskipun demikian, pada prakteknya
ada beberapa daerah yang melakukan kegiatan tersebut dengan melibatkan keikutsertaan pendanaan aktif dari pihak swasta.
Ada lima kegiatan pengembangan bisnis untuk pelaku usaha kecil dan menengah biasa dilakukan oleh pemerintah daerah, yaitu:
48 1. Pelatihan manajemen bisnis untuk meningkatkan kemampuan perusahaan
dalam hal administrasi keuangan, manajemen pemasaran, dan manajemen produksi yang baik.
2. Pelatihan peningkatan kualitas tenaga kerja untuk tenaga kerja yang telah lulus sekolah namun belum bekerja berupa pelatihan administrasi kantor,
pengenalan dunia kerja, etika bekerja, kemampuan bahasa asing. 3. Promosi produk lokal kepada investor melalui exhibition, trade fair
promosi perdaganganinvestasipotensi ekonomi yang dilakukan di tingkat nasional, di kabupaten dan kota lain, dan di kabupaten dan kota sendiri.
4. Menghubungkan pelaku usaha kecil, sedang, besar untuk mempertemukan mata rantai kegiatan bisnis perusahaan daerah dengan perusahaan besar yang
ada di daerah kabupaten dan kota, di daerah kabupaten dan kota lain, dan di tingkat nasional.
5. Pelatihan pengajuan aplikasi kredit bagi Usaha Kecil Menengah UKM untuk mengatasi salah satu hambatan besar bagi pelaku bisnis kecil dan
menengah terhadap kredit formal yang disediakan bank umum yang ada di kabupaten dan kota. Pelatihan ini meliputi pelatihan pengenalan jenis-jenis
kredit, pengenalan jenis lembaga keuangan formal yang ada, pengenalan dan pelatihan prosedur pengajuan aplikasi kredit syarat-syarat yang harus
dipenuhi, hak dan kewajiban kreditur dan debitur. Terlihat
di sini
bahwa Pemda
memegang peranan
kunci untuk
mengembangkan UKM di daerahnya. Dengan mengidentifikasi dengan tepat permasalahan UKM, beberapa Pemda telah melakukan program penjaminan
kredit bagi UKM dengan menempatkan jaminan pada bank nasional seperti di Kota Balikpapan. Pemohon aplikasi kredit dari pihak UKM tetap melalui
prosedur formal sesuai ketentuan perbankan yang ditetapkan bank tersebut. Tanpa Pemda campur tangan secara langsung menyalurkan kredit kepada UKM,
namun dengan memberikan jaminan kredit sekaligus memberi pelatihan keprofesionalan pengaksesan modal formal oleh UKM merupakan suatu langkah
yang inovatif. Aspek program pengembangan usaha swasta dinilai dari lima variabel,
yaitu: