Motivasi Agama Sebagai Sarana untuk Menjaga Kesusilaan dan Tata Tertib Masyarakat

38 39 PSIKOLOGI AGAMA PSIKOLOGI AGAMA alami frustrasi dan untuk mengatasi frustrasi tersebut. Penyebab frustrasi dalam kehidupan ada 4 macam: a. frustrasi karena alam b. frustrasi karena sosial c. frustrasi karena moral d. frustrasi karena maut Dister, 1982: 80 Bukan hanya Frued yang berpendapat bahwa penyebab manusia beragama adalah frustrasi, Jung juga berpendapat hampir senada dengan Frued. Jung menyatakan bahwa agama menjadi sarana yang ampuh dan obat yang manjur untuk menyembuhkan penyakit neurosis pada manusia Manuhin, 1994: 26. Pandangan ini muncul disebabkan pengalaman keduanya sebagai psikiater. Orang-orang yang mengalami gangguan jiwa yang datang ke klinik mereka yang dijadikan objek penelitian. Bagi pasien tersebut agama ternyata menjadi salah satu terapi yang ampuh dalam penyem- buhan penyakitnya. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa frustrasi dapat meningkat- kan aktivitas-aktivitas keagamaan pada seseorang. Namun banyak juga frustrasi yang menyebabkan seseorang jauh dari agama. Jika demikian kelompok tertentu mungkin akan lebih giat beragama ketika frustrasi, sementara kelompok lain akan semakin jauh dari agama pada saat mengalami frustrasi. Oleh sebab itu terlalu sederhana dan apriori jika disimpulkan bahwa frustrasi merupakan penyebab seseorang beragama. Sebab dua kemungkinan menjauh dan mendekat terhadap ajaran agama dapat disebabkan frustrasi. Kehidupan yang bahagia menjauhkan seseorang dari rasa frustrasi. Penelitian Beit-Hallahmi and Argyle 1997 menunjukkan bahwa sese- orang lepas dari rasa tertekan dan merasa bahagia ketika dia melaksa- nakan ajaran agama, khususnya ketika seseorang melakukan ibadah. Kondisi ini lebih menguat pada orang-orang yang berusia lebih tua.

2. Motivasi Agama Sebagai Sarana untuk Menjaga Kesusilaan dan Tata Tertib Masyarakat

Selalu jika ditanyakan kepada manusia mengapa mereka mendidik anak-anaknya beragama, mereka umumnya menjawab: “karena dengan agama mereka akan menjadi orang yang baik.” Pertanyaan senada pernah ditanyakan kepada para orangtua di Prancis dalam sebuah penelitian. Responden yang berusia antara 18-30 tahun terdiri dari orang-orang yang taat beragama 73, percaya kepada ketuhanan Kristus 62, sangat sering berdoa 10, sering berdoa 19 tersebut memberikan jawaban sebagai berikut: · 30 mendidik anaknya dengan ajaran agama karena tradisi. · 28 pendidikan agama akan menanamkan moral pada anak · 30 karena pendidikan agama akan membantu anak untuk hidup lebih baik dan memberikan pengangan dan menarik perhatian anak- anak terhadap nilai-nilai kemanusian dan sosial, dan · 12 didorong keyakinan agama yaitu untuk menjadikan mereka beriman dan demi keselamatan jiwa mereka. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa orangtua di Perancis men- didik anak mereka dengan ajaran agama cenderung pada alasan sosial dan tradisi daripada karena alasan agama. Tentu saja pengertian agama yang fungsional ini tidak jelek. Namun jika menyimpulkan bahwa alasan beragama untuk etika sosial terlalu sederhana. Memandang agama sebagai alat pengaman sosial mengundang bahaya. Pertama, penggabungan nilai-nilai agama dan moral dapat mem- buat agama kehilangan substansinya masing-masing, padahal agama berlalu universal, sedangkan moral selalu berlaku lokal. Kedua, bila agama dipakai sebagai sarana untuk menjamin lancarnya kehidupan sosial moral, agama dapat disalahgunakan penguasa untuk mempertahankan kekuasaannya. Jadi, secara fungsional dapat diakui bahwa agama dapat menjaga tatanan moral, tetapi agama tidak saja bersifat fungsional tetapi agama adalah kebutuhan alami manusia, meskipun tanpa alasan sosial. Agama dapat menjadi dukungan sosial disetujui oleh banyak ahli Psikologi Agama. Nielsen menyatakan keterlibatan dalam agama meru- pakan jalan mendapatkan dukungan sosial. Orang-orang akan merasa lebih bahagia ketika dia berada di lingkungan orang-orang yang mendukung- 40 4 1 PSIKOLOGI AGAMA PSIKOLOGI AGAMA nya. Kelompok agama cenderung memberi dukungan kepada anggota kelompoknya. Orang yang dekat dengan Tuhan dipandang sebagai pribadi yang layak mendapatkan dukungan Nielsen, 1998.

3. Motivasi untuk Memuaskan Intelek yang Ingin Tahu