Dokumen Pribadi Angket METODE PENELITIAN PSIKOLOGI AGAMA
10 11
PSIKOLOGI AGAMA PSIKOLOGI AGAMA
Habel mendefenisikan pengalaman keagamaan sebagai pengalaman yang terstruktut dimana seorang yang beriman masuk ke dalam situasi
hubungan dengan Tuhannya dalam sebuah praktik ibadah tertentu Habel, O’Donoghue and Maddox: 1993. Charlesworth mendefensikan
pengalaman beragama adalah sebuah pengalaman yang sangat luar biasa yang dapat merubah kesadaran seseorang, sehingga para psikologi
susah membedakannya dengan psikosa atau neurosis. Charlesworth: 1988
Di dalam ajaran Islam ada tiga hirarki pengalaman beragama Islam seseorang. Pertama, tingkatan syariah. Syariah berarti aturan atau undang-
undang, yakni aturan yang dibuat oleh pembuat aturan Allah dan RasulNya untuk mengatur kehidupan orang-orang mukallaf baik hubungan-
nya dengan Allah habl min Allah maupun hubungannya dengan sesama manusia habl min al-Nas. Tataran syariat berarti kualitas amalan lahir
formal yang ditetapkan dalam ajaran agama melalui al-Qur‘an dan Sunnah. Amalan tersebut dijadikan beban taklif yang harus dilaksanakan,
sehingga amalan lebih didorong sebagai penggugur kewajiban. Dalam tataran ini, pengamalan agama bersifat top dawn yakni bukan sebagai
kebutuhan tapi sebagai tuntutan dari atas syari‘ ke bawah mukallaf. Tuntutan itu dapat berupa tuntutan untuk dilaksanakan atau tuntutan
untuk ditinggalkan. Seseorang dalam dataran ini, pengamalan agamanya karena didorong oleh kebutuhan berhubungan dengan Allah, bukan semata-
mata karena mentaat perintah Tuhan. Hal ini sesuai dengan pendapat al- Qusyairi:
Syariah adalah perintah untuk memenuhi kewajiban ibadah dan hakikat adalah penyaksian ketuhanan,syariat datang dengan membawa beban
Tuhan yang maha pencipta sedangkan hakikat menceritakan tentang tindakan Tuhan syari’at adalah engkau mengabdi pada Allah sedangkan hakikat
adalah engkau menyaksikan Allah, syari’at adalah melaksanakan perintah sedangkan hakikat menyaksikan apa yang telah diputuskan dan ditentukan,
yang disembunyikan dan yang ditampakkan.Al-Qusyairi: 42 Kedua, tingkat tarikat yaitu pengamalan ajaran agama sebagai
jalan atau alat untuk mengarahkan jiwa dan moral. Dalam tataran ini, seseorang menyadari bahwa ajaran agama yang dilaksanakannya bukan
semata-mata sebagai tujuan tapi sebagai alat dan metode untuk mening- katkan moral. Puasa Ramadan misalnya, tidak hanya dipandang sebagai
kewajiban tapi juga disadari sebagai media untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi yaitu sikap bertaqwa. Demikian juga tuntutan-tuntutan syariah
lainnya disadari sebagai proses untuk mencapai tujuan moral.
Ketiga, tingkatan hakikat yang berarti realitas, senyatanya, dan sebe- narnya. Dalam tasawuf yang nyata dan yang sebenarnya adalah Allah
yang Maha Benar al-Haq. Pada tingkat hakikat berarti dimana sese- orang telah menyaksikan Allah swt dengan mata hatinya. Pemahaman
lain dari hakikat adalah bahwa hakikat merupakan inti dari setiap tuntutan syariat. Berbeda dengan syariat yang menganggap perintah sebagai
tuntutan dan beban maka dalam tataran hakikat perintah tidak lagi menjadi tuntutan dan beban tapi berubah menjadi kebutuhan. Itulah
Aba Ali al-Daqaq yang dikutip oleh al-Quyairy mengatakan;
Saya mendengar al-Ustadz Abu Ali al-Daqaq r.a berkata: “firman Allah iyyaka na’budu hanya padamu aku menyembah adalah menjaga syariat
sedangkan waiyyaka nasta
ì
n dan hanya padamu kami meinta pertolongan adalah sebuah pengakuan hakikat. Al-Qusyairi: 42