60 6 1
PSIKOLOGI AGAMA PSIKOLOGI AGAMA
2. Pendidikan Agama dengan Metode Pembiasaan
Selain keteladanan, pembiasaan adalah metode yang paling me- mungkinkan dilakukan di lingkungan keluarga dibanding lingkungan
sekolah dan masyarakat. Kebiasaan terbentuk dengan menegakkannya atau membuatnya menjadi permanen. Kebiasaan terjadi karena pengulangan-
pengulangan repetisi tindakan secara konsisten. Ketaatan beragama yang berujung pada kematangan beragama anak tidak akan dapat
diwujudkan tanpa pembiasaan. Ibadah sholat, tadarus Al- Qur’an, infaq dan sadaqah serta pengalaman keagamaan lainnya perlu dikokohkan
dengan pembiasaan. Sayyid Sabiq menyatakan ilmu diperoleh dengan belajar, sedangkan sifat sopan santun dan akhaq utama diperoleh dari
latihan berlaku sopan serta pembiasaan-pembiasaan.
Di dalam al-Qur’an Lukman telah mengajarkan anaknya untuk beriman kepada Allah, mendirikan shalat, dan saling menasehati untuk
berbuat kebaikan sebagaimana dalam firman Allah Q.S Lukman ayat 13 dan 17 yang berbunyi:
Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan
Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar.”
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah
terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan oleh Allah.
Rasulullah saw sendiri telah memberikan contoh penanaman aqidah yang kokoh ini ketika beliau mengajari anak paman beliau, Abdullah
bin Abbas ra dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam At- Tirmidzi dengan sanad yang hasan. Ibnu Abbas bercerita:
1. Pendidikan Agama dengan Metode Keteladanan
Keteladanan adalah metode tarbiyah yang selaras dengan fi
¯
rah manusia. Adalah bagian dari fi
¯
rah, jika setiap insan mendambakan hadirnya seorang tokoh atau figur yang layak menjadi panutan dalam
hidup dan kehidupannya. Athiyah al-Abrasyi mengatakan, anak ber- bahasa sesuai dengan bahasa ibu. Apabila bahasa yang digunakan orang
tua baik, maka anak akan berbahasa dengan baik dan benar Athiyah al- Abrasyi: 30. Demikian pula dalam pembentukan akhlak dan pergaulan
anak, orang tua selalu menjadi model bagi anak-anaknya.
Seorang anak, bagaimana pun besarnya usaha yang dilakukan untuk kebaikannya, bagaimana pun suci fi
¯
rahnya, ia tidak akan mampu me- menuhi prinsip-prinsip kebaikan dan pokok-pokok pendidikan utama
selama ia tidak melihat orang tuanya sebagai teladan nlai dan moral yang tinggi. Adalah mudah orang tua mengajarkan banyak hal kepada
anak-anak, namun adalah sesuatu yang teramat sulit bag anak melak- sanakan sesuatu yang diajarkan sedangkan ia tidak melihat orang
tuanya mengamalkan apa yang diucapkannya.
Suatu hari, seorang lelaki mendatangi Khalifah Umar bin Khatab mengadukan kedurhakaan anaknya. Sang anak kemudian melakukan
pembelaan, “Wahai, Amirul Mukminin, bukankah anak juga mempunyai hak yang harus diberikan bapaknya?” “Tentu, memilihkan ibunya,
memberikan nama yang baik, dan mengajarkan Al- Kit
â
b kepadanya.” Jawab Umar. “Sesungguhnya ayahku belum melakukan satu pun di antara
itu semua. Ibuku seorang Bangsa Ethiopia keturunan Majusi, ayahku memberiku nama Ju’al kumbang kelapa, dan ia belum mengajarkan
kepadaku sehuruf pun dari Al- Kit
â
b,” si anak membela diri. Umar menoleh kepada lelaki itu dan berkata, “Engkau telah datang kepadaku meng-
adukan kedurhakaan anakmu, padahal engkau telah mendurhakainya sebelum ia mendurhakaimu, dan engkau telah berbuat buruk kepadanya
sebelum ia berbuat buruk kepadamu”
Kisah di atas memberi hikmah, tak ada tuntutan anak sholeh kecuali orang tuanya telah mendidiknya menjadi sholeh. Tentu jauh panggang
dari api bila orang tua menunggu kata-kata lembut anaknya sedangkan tak jarang ia berkata kasar dan kotor, menuntut anak tekun beribadah
sedang orang tuanya malas, mengharap anak dermawan padahal orang tuanya kikir.
øŒÎuρ tΑs
ß⎯≈yϑøä9 ⎯ÏμÏΖöeω
uθèδuρ …çμÝàÏètƒ
¢©o_ç6≈tƒ Ÿω
õ8Îô³è «Î
χÎ x8÷Åe³9
íΟù=Ýàs9 ÒΟŠÏàtã
∩⊇⊂∪
¢©o_ç6≈tƒ ÉΟÏr
nο4θn=¢Á9 öãΒùuρ
Å∃ρã÷èyϑø9Î tμ÷Ρuρ
Ç⎯tã Ìs3Ζßϑø9
÷É9ô¹uρ 4’n?tã
tΒ y7t|¹r
¨βÎ y7Ï9≡sŒ
ô⎯ÏΒ ÇΠ÷“tã
Í‘θãΒW{ ∩⊇∠∪
62 63
PSIKOLOGI AGAMA PSIKOLOGI AGAMA
anak, antara lain: 1 lemah lembut dan kasih sayang adalah dasa pem- benahan anak, 2 menjaga tabiat anak yang salah dalam menggunakan
hukuman, dan 3 dilakukan secara bertahap dari yang teringan hingga yang paling keras.
Pada suatu hari aku pernah berboncengan di belakang Nabi di atas kendaraan, beliau berkata kepadaku: “Wahai anak, aku akan mengajari
engkau beberapa kalimat: Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya engkau akan dapati Allah di hadapanmu. Jika
engkau memohon, mohonlah kepada Allah. Jika engkau meminta tolong, minta tolonglah kepada Allah. Ketahuilah. kalaupun seluruh umat jin dan
manusia berkumpul untuk memberikan satu pemberian yang bermanfaat kepadamu, tidak akan bermanfaat hal itu bagimu, kecuali jika itu telah
ditetapkan Allah akan bermanfaat bagimu. Ketahuilah. kalaupun seluruh umat jin dan manusiaberkumpul untuk mencelakakan kamu, tidak akan
mampu mencelakakanmu sedikitpun, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah akan sampai dan mencelakakanmu. Pena telah diangkat, dan telah kering
lembaran-lembaran”.
3. Pendidikan Agama dengan Metode Nasehat