8 4 8 5
PSIKOLOGI AGAMA PSIKOLOGI AGAMA
d. Tingkat ketaatan agama, berdasarkan atas pertimbangan dan tang-
gungjawab diri sehingga sikap keberagamaan merupakan realisasi diri dari sikap hidup
e. Bersikap yang lebih terbuka dan wawasan yang lebih luas
f. Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga keman-
tapan beragama selain di dasarkan atas pertimbangan pikiran juga di dasarkan atas pertimbangan hati nurani
g. Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepri-
badian masing-masing, sehingga terikat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami, serta melaksanakan ajaran agama
yang di yakininya
h. Terlihat hubungan antara sikap keberagamaan dengan kehidupan
sosial, sehingga perhatian terhadap kepentigan organisasi sosial keagamaan sudah berkembang
C. PERKEMBANGAN JIWA BERAGAMA PADA MASA DEWASA MADYA
Masa dewasa madya dimulai usia 40-60 tahun. Pada masa dewasa madya seseorang telah mendapatkan sebagian besar cita-cita hidupnya.
Pada umumnya pada masa dewasa madya minat beragama semakin meningkat. Ada beberapa alasan yang sebenarnya bukan alasan agama
pada masa dewasa madya yang menyebabkan mereka beragama. Pertama, karena kesibukan mereka telah berkurang, maka untuk mengisi waktu
mereka pergi ke mesjid, ke gereja, ke kuil, atau ke tempat-tempat ibadah lainnya. Kedua, karena merasa kesepian, maka mereka mencari tempat
berkumpul dan bagi kebanyakan mereka mengangap berkumpul dalam aktivitas keagamaan lebih mendatangkan kesenangan dan kebaha-
giaan.
Alasan peningkatan pengalaman agama bagi orang dewasa madya yang berasal dari ajaran agama adalah kesadaran mereka akan kema-
tian. Secara logika kematian telah mulai mendekati mereka. Mereka yang percaya akan adanya hidup setelah kematian akan lebih baik peng-
amalan agamanya pada usia ini. Kehidupan setelah kematian adalah tempat menerima balasan bagi kebaikan dan kejahatan yang dilakukan
yang tidak taat beragama. Walaupun AR Peacocke berpendapat bawa usia 20-an disebut dengan “least religious period of life” dan menurutnya
menjelang usia setengah baya baru mulai terjadi peningkatan kehidupan beragama, namun hal tersebut tidak akan terjadi bagi orang-orang
yang tidak mendapatkan pembiasaan kehidupan agama sejak kecil.
Di negara maju seperti Amerika Serikat persentase orang dewasa yang berusia antara 20-35 tahun menyatakan dirinya beragama dan
aktif dalam kegiatan keagamaan sebesar 40 Edgell, 2010. Jumlah ini terus meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Minat beragama
pada masa dewasa awal hanya akan bertambah meningkat bila mereka merasa bahwa agama yang mereka anut bisa menolong kehidupannya.
Secara umum orang dewasa awal yang telah menikah, memiliki anak, perempuan, kaum terdidik, memiliki ibu yang aktif beribadah lebih
selalu hadir di rumah-rumah ibadah, rajin beribadah, dan selalu terlibat dalam kegiatan keagamaan lainnya.
Penelitian di atas secara detail mencatat bahwa 15 orang dewasa usia 18 dan 20 orang dewasa usia 30 tahun datang ke gereja setiap
minggu atau melakukan kebaktian secara reguler. Namun meskipun mereka datang ke gereja setiap minggu tetapi 35 dari mereka tidak
mendaf-tarkan diri menjadi jamaah gereja, mesjid, atau sinagog tertentu. Penelitian Hout dan Fischer sosiolog dari Berkeley menyatakan perubahan
orientasi beragama di Ameika dimana pada tahun 1980-an hanya 7 orang dewasa menyatakan tidak beragama naik menjadi 15 pada
tahun 2000 dise-babkan pendidikan agama bagi anak cenderung diabaikan sejak tahun 1980-an. Sehingga ketika mereka memasuki
dewasa awal, mereka tidak jelas apakah meneruskan agama orang tuanya atau memutuskan hidup tanpa agama.
Menurut Jalaluddin tingkah laku keagamaan orang dewasa dapat pula dilihat dari sikap keagamaannya yang dimilikinya antara lain:
a. Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran
yang matang, bukan secara ikut-ikutan. b.
Bersifat cenderung realis, sehingga norma-norma Agama lebih banyak di aplikasikan dalam sikap dan tingkah laku
c. Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama dan ber-
usaha mempelajari dan memahami agama.
8 6 8 7
PSIKOLOGI AGAMA PSIKOLOGI AGAMA
sebelumnya. Hurlock mengatakan mereka yang pada masa lalunya memiliki kesulitan dalam penyesuaian diri cenderung semakin jahat dan sulit
ketimbang mereka yang dapat menyesuaikan diri dengan mudah dan menyenangkan pada masa lalunya Hurlock, 1992: 384.
Ciri lain adalah orang usia lanjut kembali ingin kembali menjadi muda. Mereka merasakan kemunduran fisik dan psikhis membuat mereka kurang
dihargai. Banyak kewenangan yang mereka miliki ketika masih muda harus dilepaskan, karena kondisi mereka dianggap sudah tidak mengizin-
kan. Sehingga mereka bisa menjadi pelanggan obat “awet muda.” Sue memberi komentar sebagai berikut: “zaman sekarang banyak orang men-
cari cara-cara memperlambat menua dengan usaha membatasi makanan atau vitamin. Sedang yang lain melakukan operasi plastik untuk meng-
hilangkan tanda-tanda ketuaan, kemudian menggunakan alat-alat ke- cantikan untuk menutupi kerut-kerut di kulitnya Sue, 1976: 100.
Pernyataan ini mengisyaratkan betapa kemudaan menjadi kebutuhan.
Perubahan kondisi fisik orang usia lanjut erat kaitannya dengan per- ubahan kondisi psikhisnya. Kemunduran fisik membuat mereka lebih
membutuhkan bantuan orang lain. Mereka menjadi lebih tergantung kepada orang lain. Mereka cenderung mencari kawan atau pasangan
hidup baru bila pasangan hidupnya telah meninggal dunia. Di Eropa kecen- derungan mencari pasangan hidup baru itu semakin kuat, karena kese-
diaan anak mengurus orangtuanya sudah langka. Namun di Timur kecenderungan seperti ini masih rendah apalagi bagi para wanita lanjut
usia. Hal ini disebabkan pandangan bahwa mengurus orangtua adalah bakti dan kewajiban anak.
Minat-minat usia lanjut juga mengalami perubahan. Mereka umum- nya kurang berminat terhadap uang. Uang bagi mereka sekedar untuk
mencukupi kebutuhan makan, minum, pakaian, dan tempat tinggal. Minat yang cenderung meningkat pada usia lanjut adalah minat beragama.
Minat agama pada usia lanjut selalu dipengaruhi cara beragama dan pengetahuan agama yang mereka terima pada usia sebelumnya. Mereka
yang memiliki dasar-dasar pengetahuan agama yang baik pada masa muda cenderung memiliki minat agama yang besar pada usia lanjut.
Kesadaran akan kematian dianggap sebagai salah satu pemicu orang usia lanjut berminat terhadap agama dan pengamalannya. Umumnya
mereka menyadari bahwa kematian telah dekat dibandingkan ketika dalam kehidupan sebelum kematian. Kepercayaan ini memotivasi mereka
lebih giat mengamalkan ajaran agamanya. Hasil penelitian di Universitas Colorado tahun 2005 menunjukkan
bahwa 40 penduduk Amerika yang berusia lebih dari 45 menjalankan ibadah dengan rutin, 19 menjadi anggota tetap organisasi keagamaan,
20 menyatakan sama sekali tidak pernah beribadah, dan 10 menyatakan diri atheis. Data ini menunjukkan bahwa sebagian besar orang dewasa
madya aktif melaksanakan ajaran agama.
James menyatakan bahwa umur keagamaan yang sangat luar biasa tampaknya justru terdapat pada usia dewasa madya, ketika gejolak kehi-
dupan seksual sudah mulai menurun. Tetapi menurut Thoules, dari hasil temuan Gofer, memang menunjukkan bahwa kegiatan beragama orang
yang belum berumah tangga sedikit lebih banyak dari mereka yang telah berumah tangga, sedangkan kegiatan keagamaan orang yang sudah
bercerai jauh lebih banyak dari keduanya. Menurut Thoules hal tersebut menunjukkan bahwa kegiatan keagamaan berkorelasi terbalik dengan
tingkat pemenuhan seksual sebagai sesuatu yang diharapkan bila penyim- pangan seksual itu benar-banar merupakan salah satu faktor yang men-
dorong di balik perilaku keagamaan itu.
D. PERKEMBANGAN JIWA BERAGAMA PADA MASA USIA LANJUT