Penanaman Akidah Pembiasaan ibadah

70 71 PSIKOLOGI AGAMA PSIKOLOGI AGAMA

1. Penanaman Akidah

Penanaman akidah adalah upaya menanamkan keimanan yang diberikan kepada remaja. Di dalam al-Qur’an diceritakan bagaimana Ya’kub mengajarkan keimanan kepada anak-anaknya. Allah berfirman dalam Q.S al-Baqarah ayat 133: “Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan tanda-tanda maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.” Rasulullah pernah mengajarkan akidah kepada seorang remaja Yahudi. Kisah ini ditemukan dalam hadis Rasul yang artinya: Sesungguhnya Nabi saw. mempunyai seorang tetangga Yahudi yang akhlaqnya cukup baik. Ia sedang sakit, lalu Rasulullah saw. bersama sahabat-sahabat- nya datang menjenguknya. Kemudian beliau bersabda: “Maukah engkau mengucapkan kalimat laa ilaaha illallaah wa annii rasuulullaah?” Ia melihat kepada bapaknya, tetapi bapaknya diam dan remaja itupun diam. Beliau pun mengulangi kedua kali dan ketiga kalinya. Pada ketiga kalinya bapaknya berkata: “Ucapkanlah seperti yang beliau katakan ke- padamu.” Remaja itu pun melaksanakannya, kemudian ia meninggal. Orang- orang Yahudi ingin mengurus jenazahnya, namun Rasulullah saw. bersabda: “Kami lebih berhak mengurusnya daripada kalian.” Rasulullah saw. lalu memandikannya, mengafaninya, membaringkannya, lalu menshalatkannya. HR. Abdurrazaq

2. Pembiasaan ibadah

Pembiasan melakukan ibadah sudah diajarkan sejak masa anak- anak kemudian dilanjutkan pada masa remaja. Jika pada masa anak- anak orangtua hanya mengajarkan shalat, tetapi setelah remaja orangtua Pertentangan antara nilai-nilai moral yang seharusnya dengan ke- nyataan dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Misalnya seorang guru agama mengajarkan kepada siswanya bahwa berdusta adalah perbuatan yang tidak bermoral. Tetapi dia menyaksikan betapa banyak orang-orang di sekitarnya menjadikan dusta sebagai jalan untuk mencapai kesuk- sesan. Bahkan ada kesan jika ingin maju seseorang harus berdusta atau membuat janji-janji palsu. Pertentangan nilai-nilai agama dengan sikap dan tindakan para pemuka agama. Remaja dapat menyaksikan betapa banyak para tokoh agama yang mengajarkan nilai-nilai agama justru mereka yang melang- garnya. Misalnya mereka mengajarkan tidak boleh menjual ayat-ayat Allah, tetapi mereka sendiri telah menjualnya untuk kepentingan dunia. Penyaluran seks yang dilarang oleh agama jika tidak dalam perka- winan selalu menjadi keraguan remaja terhadap ajaran agama. Apalagi di dalam ajaran Islam misalnya yang dilarang justru mendekati zina, sebab kalau pelaku zina bukan dilarang tapi akan dihukum dera atau rajam. Trend pacaran justru adalah hal yang dilarang dalam Islam, se- mentara pada masa remaja keinginan untuk berdekatan dengan lawan jenis sedang menggelora. Dorongan seks ini selalu membuat remaja memandang agama terlalu kolot dan kurang memahami kebutuhan mereka sebagai remaja. Keempat konflik di atas kadang-kadang menyebabkan remaja bersikap mendua ambivalen terhadap ajaran agama yang dianutnya. Sikap mendua ini dapat dikurangi jika para remaja telah mendapatkan ajaran agama yang baik sejak usia dini. Di samping itu dukungan nilai- nilai moral dari orangtua, guru, dan tokoh masyarakat akan membantu remaja menempatkan dirinya pada posisi yang seharusnya.

D. PENDIDIKAN AGAMA PADA REMAJA