82
melalui makanan yang dimakan Bhaskar et.al, 2004. Penjamah makanan merupakan karier yang dapat menjadi media penularan dari bakteri enteric patogen
Muhonjal et.al, 2014. Pada penelitian ini sebagian besar penjamah makanan 70 belum melakukan praktik mencuci tangan dengan sabun, namun 80
penjamah makanan sudah menggunakan alat bantu, seperti penjepit, sendok atau garpu saat akan mengambil makanan matang, sehingga terhindar dari kontak
dengan tangan secara langsung. Faktor lingkungan, seperti adanya tempat pembuangan sampah, saluran
pembuangan limbah dan genangan air di sekitar lokasi tempat berjualan akan membuat lalat atau vektor penyakit lainnya dapat menyebabkan kontaminasi pada
makanan Chumber et.al, 2007. Praktik personal hygiene dan environmental hygiene yang buruk, proses penyimpanan, persiapan, dan pengolahan makanan dan
minuman yang tidak tepat, serta peralatan memasak yang tidak bersih juga dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi pada makanan Odonkor et.al, 2011.
Pada penelitian ini sebagian besar penjamah makanan 51,7 memiliki sarana berjualan berupa bangunan kantinkios, sehingga memiliki fasilitas sanitasi
untuk mencuci tangan, peralatan dan bahan makanan yang memenuhi syarat. Sebanyak 86,2 penjamah makanan dengan sarana berjualan berupa gerobak,
fasilitas sanitasi yang dimiliki tidak memenuhi syarat. Sedangkan pada penjamah makanan dengan sarana berjualan berupa bangunan kantinkios, hanya 35,4
fasilitas sanitasi yang dilimili tidak memenuhi syarat. Menurut Djaja 2008 kontaminasi makanan dapat terjadi karena pengadaan
bahan makanan bukan dari pemasok resmi, pengolahan makanan kurang memperhatikan prinsip Hazard Analysis Critical Control Point HACCP, sanitasi
dapur pengolahan makanan dan tempat penyajian makanan belum memenuhi
83
persyaratan kesehatan. Kontaminasi makanan dapat bersumber dari peralatan yang tidak bersih, bahan peralatan, cara pencucian, cara pengeringan, sterilisasi
pemeliharaan serta penyimpanan alat. Selain itu kontaminasi bakteri juga dapat terjadi karena kontaminasi silang apabila penggunaan wadah atau alat pengolahan
dan penyimpanan dipakai bersama-sama Wibawa, 2008. Hasil pada penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh oleh
Baluka dkk 2015 menunjukkan bahwa 87,8 makanan yang dijual di kantin dan restoran yang terdapat di Uganda negatif terkontaminasi bakteri E.coli. Penelitian
yang dilakukan oleh Wibawa 2008 juga menunjukkan hasil yang sama, dimana sebanyak 62,9 makanan jajanan di Sekolah Dasar di Kabupaten Tangerang
negatif terkontaminasi oleh bakteri E.coli. Selain itu, pada penelitian Badrie dkk, 2003, sebanyak 88,9 hamburger yang dijual oleh pedangang kaki lima di
Trinidad, India negatif terkontaminasi bakteri E.coli. Namun, penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Kurniadi dkk 2013 yang menunjukkan bahwa 71 makanan jajanan di kantin sekolah dasar Kecamatan Bangkinang positif terkontaminasi bakteri E.coli.
Penelitian Lestari dkk 2015 juga menunjukkan bahwa 52 jus buah di Tembalang positif mengandung E.coli. Selain itu, pada penelitian Hanashiro dkk
2005 diketahui bahwa 55 makanan yang dijual di sekitar rumah sakit dan sekolah di Kota Sao Paulo Brazil positif mengandung bakteri E.coli. Pada
penelitian yang dilakukan oleh Kassenborg dkk 2004 juga diketahui sebanyak 62 hamburger yang dijual di restoran di daerah Minnesota, Amerika Serikat
positif mengandung bakteri E.coli. Untuk mencegah kontaminasi bakteri ke dalam makanan, pihak sekolah
diharapkan dapat bekerja sama dengan kelurahan dan masyarakat sekitar agar
84
mendata pedagang yang berjualan di sekitar lingkungan sekolah untuk kemudian dapat dilakukan pembinaan dan pemberdayaan dengan memberikan stimulan
berupa kelengkapan sarana dan prasarana untuk berjualan, seperti penyediaan fasilitas sanitasi dan tempat sampah. Selain itu, pemberian pelatihan dan
penempelan poster di kantin sekolah mengenai praktik higiene sanitasi makanan juga dapat meningkatkan pengetahuan dan perilaku penjamah makanan mengenai
kemanan pangan Rapiasih dkk, 2010.
6.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kontaminasi Bakteri Escherichia coli
pada Pangan Jajanan Anak Sekolah PJAS di Sekolah Dasar Kecamatan Cakung Tahun 2016
1 Mencuci Tangan dengan Sabun
Mencuci tangan dengan sabun merupakan salah satu bagian dari higiene dan sanitasi penjamah makanan. Higiene dan sanitasi penjamah makanan merupakan
kunci kebersihan dan kualitas makanan yang aman dan sehat. Tangan penjamah makanan dapat menjadi media penyebaran foodborne disease karena buruknya
praktik personal hygiene ataupun kontaminasi silang. Tangan penjamah makanan dapat memungkinkan kontaminasi bakteri ketika tidak mencuci tangan setelah
buang air besar atau saat menyentuh bahan makanan mentah seperti daging dan langsung mengolah bahan makanan lainnya seperti sayuran Aycicek dkk, 2004.
Menurut Food Standards Agency 2015, untuk menghindari kontaminasi silang, mencuci tangan diperlukan ketika akan mengolah makanan, setelah menyentuh
bahan makanan mentah, setelah buang air besar, dan setelah membuang sampah. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa 70 penjamah makanan tidak
melakukan praktik mencuci tangan dengan sabun. Sebagian penjamah makanan hanya mencuci dengan air saja tanpa menggunakan sabun dan beberapa tidak
85
menggunakan air mengalir untuk mencuci tangan. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara praktik mencuci
tangan dengan sabun dengan kontaminasi bakteri E.coli pada PJAS di sekolah dasar Kecamatan Cakung tahun 2016 dengan Pvalue 1,00.
Rendahnya praktik mencuci tangan dengan sabun yang dilakukan oleh penjamah makanan dapat disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan
pengetahuan mengenai keamanan pangan. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pendidikan penjamah makanan, dimana 36,7 responden merupakan tamatan SD
dan 61,7 responden belum pernah menerima penyuluhan mengenai higiene sanitasi makanan dari pihak dinas kesehatan maupun puskesmas setempat. Masih
banyaknya penjamah makanan yang belum mendapatkan penyuluhan mengenai higiene sanitasi makanan disebabkan karena merupakan pedagang yang baru
berjualan atau pedagang musiman yang belum terdata oleh pihak sekolahpuskesmas setempat dan hanya berjualan pada saat tertentu.
Pada penelitian ini sebagian besar penjamah makanan 51,7 memiliki sarana berjualan berupa bangunan kantinkios, sehingga memiliki fasilitas
sanitasi untuk mencuci tangan, peralatan dan bahan makanan yang memenuhi syarat. Sebanyak 86,2 penjamah makanan dengan sarana berjualan berupa
gerobak, fasilitas sanitasi yang dimiliki tidak memenuhi syarat. Sedangkan pada penjamah makanan dengan sarana berjualan berupa bangunan kantinkios, hanya
35,4 fasilitas sanitasi yang dilimili tidak memenuhi syarat. Sebanyak 48,3 responden dalam penelitian ini merupakan penjamah
makanan yang berjualan dengan sarana berupa gerobak keliling yang berjualan berpindah dari satu tempat ke tempat lain, sehingga tidak memiliki fasilitas untuk
mencuci tangan yang memenuhi syarat. Pedagang tersebut hanya memiliki satu
86
ember yang digunakan untuk mencuci tangan dan mencuci peralatan. Sedangkan pada penjamah makanan yang berjualan di kantin sekolah memiliki fasilitas
tempat cuci tangan yang sudah disediakan oleh pihak sekolah, sehingga mereka dapat melakukan praktik mencuci tangan dengan sabun. Beberapa sekolah yang
menjadi lokasi dalam penelitian ini memiliki tempat khusus yang diperuntukkan untuk pedagang kaki lima berjualan yang dilengkapi juga dengan fasilitas cuci
tangan. Sabun yang digunakan untuk mencuci tangan merupakan jenis sabun batang, sabun colek dan sabun cair yang juga digunakan untuk mencuci
peralatan. Pada penelitian ini diketahui bahwa tidak ada hubungan antara praktik
mencuci tangan dengan sabun dengan kontaminasi bakteri E.coli pada makanan jajanan. Hal ini dapat disebabkan karena sebagian besar penjamah makanan
80 sudah menggunakan alat bantu penyajian makanan berupa penjepit, sendok, garpu dan tusukan, sehingga tidak terjadi kontak langsung antara tangan
dan makanan yang dijual. Sebanyak 75 makanan jajanan yang dijual oleh penjamah makanan yang tidak menggunakan alat bantu penyajian makanan,
positif terkontaminasi bakteri E.coli. Sedangkan pada penjamah makanan yang menggunakan alat bantu penyajian makanan hanya 37,5 makanan jajanan yang
dijual, positif terkontaminasi bakteri E.coli. Tangan merupakan media yang paling banyak menjadi perpindahan bakteri
dari satu tempat ke tempat lain. Praktik mencuci tangan yang benar dan efektif dapat membantu mencegah penyebaran bakteri berbahaya dari tangan ke dalam
makanan, meja tempat pengolahan makanan, dan peralatan Food Standards Agency, 2015. Mencuci tangan harus menggunakan air yang mengalir dan
sabun, menggosok tangan dan kuku selama kurang lebih 20 detik. Saat mencuci
87
tangan perlu diperatikan pula menggosok ujung-ujung jari, kuku, ibu jari, pergelangan tangan dan sela-sela tangan. Setelah itu keringkan dengan
menggunakan handuklap yang bersih dan kering atau menggunakan kertas tissue. Air hangat dan sabun lebih baik dapat menghilangkan lemak, bakteri dan
kotoran. Apabila tidak terdapat air hangat, air dingin dapat dipakai untuk mencuci tangan dengan tetap menggunakan sabun WHO, 2006.
Penelitian yang dilakukan oleh Burton dkk 2011 menunjukkan bahwa mencuci tangan dengan sabun lebih efektif dalam menghilangkan bakteri pada
tangan dari pada mencuci tangan dengan air saja. Segala jenis sabun dapat digunakan untuk mencuci tangan, baik itu sabun mandi, sabun antiseptik maupun
sabun cair. Sabun antiseptik mengandung zat antibakteri umum seperti Triklosan yang resisten terhadap organisme tertentu Kemenkes RI, 2014. Air yang
digunakan untuk mencuci tangan harus air yang bersih dan mengalir. Menurut Permenkes No. 1096 tahun 2011, air tersebut juga harus memenuhi persyaratan
air bersih dan pipa penyaluran air tidak terjadi kebocoran maupun tidak berhubungan dengan saluran pembuangan air limbah atau terkontaminasi dengan
air kotor. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggorowati
2014 yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara mencuci tangan dengan kontaminasi E.coli pada jajanan di pasar tradisional sekitar Kota Klaten
dengan Pvalue sebesar 0,52. Penelitian yang dilakukan oleh Baluka dkk 2015 juga menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara praktik mencuci tangan
dengan kontaminasi makanan di kantin Universitas Makarere, Uganda dengan Pvalue 0,05.