Pedagang Besar Pedagang Propinsi Pedagang Pengecer Petani

5.3 Lembaga Tataniaga Kedelai a. Pedagang Pengumpul

Pedagang pengumpul tengkulak adalah pedagang kecil yang membeli hasil panen kedelai dari petani dan untuk dijual kembali kepada pedagang besar. Jumlah pedagang pengumpul di Kecamatan Ciranjang tidak pasti karena umumnya pedagang pengumpul ini berasal dari luar Kecamatan Ciranjang. Pedagang pengumpul yang diwawancarai dalam penelitian ini adalah pedagang pengumpul yang berada di Kecamatan Ciranjang dan berjumlah tiga orang. Pedagang pengumpul ini memperoleh kedelai dari Kecamatan Ciranjang dan luar Kecamatan, dan menjual kedelai tersebut ke pedagang besar yang ada di Kecamatan Ciranjang.

b. Pedagang Besar

Pedagang besar adalah pedagang yang menghimpun mengumpulkan kedelai baik dari pedagang-pedagang pengumpul maupun langsung dari petani yang kemudian dijual kembali ke pedagang pengecer, pedagang besar propinsi dan pengrajin tahu dan tempe. Jumlah pedagang besar yang ada di Kecamatan Ciranjang yaitu dua orang. Pedagang besar dalam memasarkan kedelai sudah memiliki pelanggan tetap. Pedagang besar kabupaten memasarkan kedelai ke pedagang propinsi di Bandung, pedagang pengecer Cianjur, Garut, Sumedang, Majalengka, dan pengrajin tahutempe lokal serta di Cianjur. Pedagang besar kecamatan memasarkan kedelai hanya ke pengrajin tahu lokal dan ke pedagang propinsi di Bandung.

c. Pedagang Propinsi

Pedagang propinsi merupakan pedagang yang menyalurkan kedelai dari pedagang besar kecamatan dan kabupaten ke pedagang pengecer di Bandung, Jakarta, pengrajin tahutempe lokal, serta dapat melakukan penjualan secara langsung kepada konsumen akhir. Pedagang propinsi memperoleh kedelai dari pedagang besar di Jawa Barat termasuk Kecamatan Ciranjang, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi dan Nusa Tenggara Timur.

d. Pedagang Pengecer

Pedagang pengecer adalah pedagang yang menjual secara langsung kepada konsumen akhir. Pengecer merupakan ujung tombak dari suatu proses produksi yang bersifat komersial, artinya kelanjutan proses produksi yang dilakukan oleh lembaga tataniaga sangat tergantung dari aktivitas pedagang pengecer dalam menjual produk kepada konsumen. Pedagang pengecer mendapatkan barang dari para pedagang besar yang ada di wilayah pedagang pengecer berdomisili. VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik Petani dan Usahatani Kedelai 6.1.1 Karakteristik Petani Keberhasilan suatu usahatani sangat ditentukan oleh karakteristik petani pelaku usahatani, sebagai pengambil keputusan terbaik dari berbagai alternatif kegiatan usahatani yang harus diambil. Karakteristik petani tersebut mencakup umur, tingkat pendidikan, luas dan status penguasaan lahan, dan kepemilikan alat pertanian serta ternak. Tabel 10 Persentase Petani Responden Menurut Kelompok Umur Kelompok Umur Tahun Jumlah Petani Orang Persentase 26 - 36 37 - 47 48 - 58 59 - 69 69 3 7 12 7 1 10.00 23.33 40.00 23.33 3.33 Total 30 100.00 Tabel 10 menginformasikan bahwa umur petani kedelai berkisar antara 37 sampai 69 tahun, mayoritas masih termasuk usia produktif dengan rata-rata berumur 51.57 tahun. Petani paling banyak termasuk kelompok umur 48 sampai 58 tahun 40.0 persen, dan paling sedikit berada dikelompok umur lebih dari 69 tahun. Hal ini menunjukkan regenerasi petani sangat rendah. Pendidikan petani Tabel 11 berkisar antara sekolah dasar sampai perguruan tinggi dengan rataan pendidikan 4.3 tahun. Pendidikan petani paling banyak berkisar antara 1 sampai 6 tahun atau Sekolah Dasar 43.33 persen, diikuti antara 7 sampai 9 tahun atau Sekolah Lanjutan Pertama 36.67 persen, dan sisanya antara 10 sampai 12 tahun atau Sekolah Menengah Atas 20 persen. Tabel 11 Persentase Petani Responden Menurut Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Tahun Jumlah Petani Orang Persentase Tidak Sekolah Sekolah Dasar Sekolah Menengah Pertama Sekolah Menegah Atas Perguruan Tinggi 13 11 6 0.00 43.33 36.67 20.00 0.00 Total 30 100.00 Tabel 12 menginformasikan bahwa luas kepemilikan sawah petani kedelai berkisar antara 0.10 sampai 3.00 hektar dengan rata-rata luas kepemilikan sebesar 0.778 hektar perpetani. Luas kepemilikan sawah petani kedelai paling banyak berada pada kelompok 0.10 sampai 0.55 hektar 40.00 persen, sedangkan kepemilikan sawah paling luas yaitu 2.10 sampai 3.00 hektar paling sedikit hanya 3.33 persen. Tabel 12 Persentase Petani Responden Menurut Luas Kepemilikan Sawah Luas Sawah Ha Jumlah Petani Orang Persentase 0.10 - 0.55 0.56 - 1.00 1.01 - 2.00 2.10 - 3.00 12 11 6 1 40,00 36,67 20,00 3,33 Total 30 100,00 Status kepemilikan sawah Tabel 13 petani kedelai mayoritas berstatus sewa atau sakap 60.00 persen, diikuti oleh sawah berstatus milik sendiri dan sewa 26.67 persen, berstatus milik 10 persen, dan sisanya berstatus milik dan gadai 3.33 persen. Di Kecamatan Ciranjang sewa lahan hanya diambil untuk tanaman padi sedangkan tanaman palawija sewa sawahnya tidak diambil oleh petani pemilik sawah. Tabel 13 Persentase Petani Responden Menurut Status Kepemilikan Sawah Status Kepemilikan Jumlah Petani Orang Persentase Milik SewaSakap Gadai Milik dan Sewa Milik dan Gadai 3 18 8 1 10,00 60,00 0,00 26,67 3,33 Total 30 100,00 Alat-alat yang dibutuhkan petani kedelai dalam melaksanakan kegiatan usahataninya yaitu cangkul, parang, arit, alat pengendalian Hama Penyakit Tanaman HPT, pompa air, lantai jemur dan alat perontok kedelai. Pada umumnya petani sudah memiliki berbagai peralatan tersebut, tetapi khusus alat pengendalian HPT kepemilikannya masih beragam. Tabel 14 memberikan informasi petani yang memiliki hand sprayer 36.67 persen lebih sedikit bila dibandingkan dengan petani yang tidak memiliki hand sprayer 46.67 persen. Tabel 14 Persentase Petani Responden Menurut Kepemilikan Alat Pertanian Kepemilikan Alat Jumlah Petani Orang Persentase Hand Sprayer Pompa Air Lantai Jemur Hand Sprayer dan Lantai Jemur Perontok Kedelai Tidak Memiliki 3 5 8 14 10,00 0,00 16,67 26,67 0,00 46,67 Total 30 100,00 Petani yang tidak memiliki alat pengendalian HPT biasanya menyewa dari petani lain atau menyewa dari kelompok tani, sedangkan pompa air disewa dari kelompok tani, dan alat perontok kedelai petani menyewa dari luar. Biaya sewa hand sprayer Rp 5 000 per hektar, sewa pompa air Rp 20 000 per hektar, dan sewa alat perontok kedelai Rp 25 000, per tiga kuintal kedelai. Salah satu usaha sampingan petani yaitu memelihara ternak kambing, sapi dan ayam. Pemeliharaan ternak disamping memberikan tambahan pendapatan keluarga, petani juga dapat menggunakan kotoran ternak sebagai pupuk kandang. Selain sebagai penyedia unsur hara mikro, pupuk kandang juga dapat memperbaiki struktur tanah. Tabel 15 Persentase Petani Responden Menurut Kepemilikan Ternak Kepemilikan Ternak Jumlah Petani Orang Persentase Kambing Sapi Kambing dan Sapi Ayam Tidak memiliki 3 1 26 10,00 0,00 0,00 3,33 86,67 Total 30 100,00 Tabel 15 menginformasikan bahwa beberapa petani sudah memelihara ternak kambing 10 persen dengan rataan penguasaan antara 6 sampai 14 ekor, memelihara ternak ayam 3.33 persen dengan rataan penguasaan 50 ekor, sedangkan paling banyak 86.67 persen petani tidak memelihara ternak.

6.1.2. Usahatani Kedelai

Di Kabupaten Cianjur pola tanam yang diterapkan adalah padi-padi- palawijakedelai, kedelai banyak ditanam pada bulan Juni - Juli setelah panen padi kedua. Kedelai musim utama ditanam mengikuti padi sawah musim hujan karena musim itulah yang terbaik untuk kedelai. Penanaman di lahan sawah lebih banyak diminati petani karena lebih tinggi hasilnya dan karena penanaman kedelai setelah padi, memungkinkan cara kerja yang sederhana sehingga lebih hemat tenaga dan biaya dibanding penanaman di lahan tegal. Penyiapan lahan untuk bertanam cukup hanya dengan pembuatan parit dangkal seurut galangan dan tanpa pengolahan lahan. Pengendalian gulma hanya dilakukan satu kali. Di Kabupaten Cianjur, penanaman kedelai dilakukan dengan cara penugalan benih pada lahan sawah yang sudah dibabat jeraminya, kebanyakan tanpa pengolahan tanah. Pola penugalan kira-kira bujur sangkar, dengan jarak 20 x 20 sentimeter sampai 25 x 25 sentimeter mengikuti jarak tugal jerami. Penanaman dengan cara tugal lebih baik karena jumlah tanamannya lebih besar dan tersebar lebih merata. Pada umumnya petani di Kecamatan Ciranjang bertanam kedelai di lahan bekas padi sawah tanpa didahului pengolahan tanah. Selain kurang berguna, pengolahan tanah sebelum tanam itu juga berakibat memundurkan waktu tanam kedelai sehingga dapat mengurangi hasil. Tanah yang semasa padi sawah digenangi serta berlumpur tersebut, sewaktu kering ternyata cukup baik strukturnya untuk mendukung pertumbuhan kedelai tanpa pengolahan tanah sebelum tanam. Bahkan penyiangan pun dilakukan secara minim. Gulma yang lain telah cukup dikendalikan dengan membakar jerami yang dihamparkan menutup lahan yang baru ditugali benih kedelai. Berdasarkan lamanya periode waktu tumbuh dari sejak tanam sampai kematangan polong, varietas kedelai dapat digolongkan menjadi tiga kelompok umur, yaitu 1 umur genjah kurang dari 80 hari, 2 umur sedang 80 – 85 hari, dan 3 umur dalam lebih dari 85 hari. Kekeringan yang terjadi setelah biji kedelai ditanam dapat menghambat perkecambahan. Hal yang sama terjadi bila biji yang telah ditanam tergenang air. Tahun 2007, pada periode penanaman kedelai di Kecamatan Ciranjang terjadi kekeringan sehingga menurunkan hasil. Kedelai merupakan tanaman semusim sehingga kebutuhan N, P dan K relatif besar. Kedelai yang ditanam dalam pola bergiliran dapat memanfaatkan sisa pupuk yang tidak digunakan tanaman sebelumnya. Di Kecamatan Ciranjang, kegiatan pemupukan antara satu petani dengan petani yang lain cukup bervariasi Tabel 16. Penggunaan pupuk per hektar yang dianjurkan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur yaitu urea 50 kilogram, SP36TSP 100 kilogram, KCl 50 kilogram, NPK 150 kilogram, zat perangsang biji 2 liter. Paling banyak petani mengaplikasikan pupuk urea 80 persen dengan takaran 53 kilogram per hektar, dan zat perangsang biji 30 persen dengan takaran 1 liter per hektar. Selain itu, ada juga petani yang meggunakan pupuk NPK 20 persen dengan takaran 20 kilogram per hektar, dan poska 3.33 persen. Umumnya petani tidak melakukan kegiatan pemupukan sesuai dengan dosis yang telah dianjurkan. Penggunaan dosis pupuk yang tidak sesuai dengan kebutuhan hara tanaman akan menyebabkan pertumbuhan tanaman kedelai menjadi terganggu. Selain itu, dapat menghambat pembentukan polong akibatnya dapat menurunkan hasil. Selain kegiatan pemupukan, petani juga melakukan kegiatan pengendalian HPT. Hama yang sering menyerang tanaman kedelai adalah ulat grayak pemakan daun dan penggerek polong. Di Kecamatan Ciranjang, pengendalian HPT antara satu petani dengan petani yang lain cukup bervariasi. Umumnya petani melakukan penyemprotan sesuai dengan intensitas serangan, rata-rata penyemprotan dilakukan dua sampai tiga kali per tahun menggunakan pestisida kimia 80 persen dengan takaran 344.62 mililiter per hektar, sedangkan beberapa petani 20 persen tidak melakukan pengendalian HPT Tabel 16. Tabel 16 Biaya Pupuk, Pestisida, Tenaga Kerja pada Usahatani Kedelai No Jenis Kegiatan Jumlah Petani yang melakukan Persentase Jumlah satHa Harga Rata- rata Rpunit 1 Bibit + Furadan Kg 30 100.00 42.52 6 643.62 2 Takaran Pupuk Kg Urea 24 80.00 34.61 1 501.30 SP36TSP 8 26.67 79.74 2 100.00 KCl 4 13.33 45.96 2 080.42 ZA 0.00 NPK 6 20.00 25.85 6 929.94 Zat Perangsang Biji l 9 30.00 0.26 35 692.31 3 Pestisida ml 24 80.00 344.62 21 966.67 4 Tenaga Kerja HOK Penanaman 30 100.00 20 15 000-20 000 Penyiangan 11 36.67 2 15 000-20 000 Pemupukan 24 80.00 2 15 000-20 000 Pengendalian HPT 24 80.00 2 15 000-20 000 Pengairan 10 33.33 2 15 000-20 000 Panenangkut 20 66.67 3.5 15 000-20 000 Pengeringan dan Perontokan 20 66.67 3.5 15 000-20 000 Saat panen ditentukan berdasarkan umur tanaman, ciri-ciri penampakan luar, dan dipengaruhi oleh ketinggian tempat penanaman. Setiap varietas kedelai memiliki umur yang berbeda, sehingga waktu panennya harus menyesuaikan dengan umur tanaman. Di Kecamatan Ciranjang varietas yang ditanaman umumnya adalah varietas Dapros 90 hari. Ciri-ciri umum tanaman kedelai sudah saatnya dipanen adalah polong secara merata sudah berwarna kuning-kecoklatan, batang-batangnya sudah kering, dan sebagian daun sudah kering dan rontok. Cara panen kedelai dilakukan dengan memotong pangkal tanaman dengan menggunakan sabit atau parang. Pangkal batang dan akar-akar tanaman kedelai bermanfaat sebagai sumber Nitrogen dan penyubur tanah untuk tanaman musim berikutnya. Di Kecamatan Ciranjang, selain panen tua untuk dikeringkan 66.67 persen, ada juga petani yang panen polong hijau 33.33 persen untuk tujuan konsumsi polong yang direbus. Setelah panen, kegiatan selanjutnya adalah pengeringan tujuannya untuk menurunkan kadar air dari biji sampai batas aman untuk disimpan atau memudahkan penanganan selanjutnya. Pengeringan dilakukan dengan menjemur brangkasan kedelai di bawah terik matahari dengan cara dihamparkan di atas lantai jemur atau menggunakan anyaman bambu. Lamanya penjemuran rata-rata tujuh hari, tapi pada cuaca baik dapat dilakukan sekitar 1 - 3 hari. Perontokan atau pengupasan polong kedelai harus segera dilakukan setelah pengeringan. Keterlambatan dapat menyebabkan polong menjadi basah kembali dan menyulitkan dalam pembijian pengelupasan biji dari polong. Umumnya petani di Kecamatan Ciranjang melakukan perontokan dengan cara manual yaitu dipukul-pukul dengan kayu, tapi ada juga beberapa petani yang menggunakan alat perontok kedelai. Setelah dirontokan dilakukan pemisahan biji kedelai dari daun, sisa-sisa polong ataupun kotoran yang lain. Tujuan utama dari budidaya kedelai adalah memperoleh kedelai yang memiliki kadar air rendah, sehingga petani akan memperoleh penerimaan yang tinggi. Di Kecamatan Ciranjang, rata-rata produksi per hektar sebesar 1 370.97 kilogram dengan produktivitas kedelai yang diperoleh sebesar 1.37 ton per hektar, sedangkan harga jual rata-rata Rp 3 095.60 per kilogram. Jenis pembiayaan usahatani kedelai terdiri atas pengadaan bibit, pupuk dan pestisida, upah tenaga kerja, sewa alat dan pajak. Tabel 16 memberikan informasi bahwa biaya usahatani baik biaya tunai maupun biaya diperhitungkan untuk kedelai yang dipanen polong muda Rp 1 563 010.60 per hektar lebih rendah dari biaya usahatani kedelai yang dipanen polong tua Rp 3 312 778.73 per hektar. Besarnya biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani yang panen polong muda dan panen polong tua disebabkan petani banyak menggunakan tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga. Sumberdaya yang digunakan dalam usahatani kedelai meliputi tenaga kerja, benih, sewa alat, pupuk, pestisida dan pajak. Biaya tunai yang paling besar digunakan untuk upah tenaga kerja luar keluarga, hal ini disebabkan tenaga kerja dalam keluarga sangat minim. Tabel 17 Analisis Pendapatan dan RC Ratio Usahatani Kedelai Polong Muda dan Polong Tua per Hektar Jenis Biaya dan Penerimaan Polong Muda Rpha Polong Tua Rpha A. Penerimaan Tunai 1 871 269.84 4 243 974.73 B. Penerimaan Tidak Diperhitungkan - C. Total Penerimaan A+B 1 871 269.84 4 243 974.73 D. Biaya Tunai Benih Pupuk Pestisida PPCZPT Tenaga Kerja Luar Keluarga Sewa Alat Handsprayer Sewa Alat Perontok Sewa Pompa Pajak 282 486.72 51 959.99 37 850.77 - 426 393.00 10 000.00 - 100 00.00 74 106.00 282 486.72 494 260.96 75 701.54 9 280.00 1 096 367.63 10 000.00 114 247.50 200 00.00 107 471.33 Total Biaya Tunai 882 796.30 2 201463.68 E. Biaya Diperhitungkan Tenaga Kerja Keluarga Sewa Lahan Benih Penyusutan 240 214.30 350 000.00 - - 581 315.05 350 000.00 - - Total Biaya Diperhitungkan 590 214.30 931 315.05 F. Total Biaya D+E 1 473 010.60 3 132 778.73 G. Pendapatan atas biaya tunai 988 473.54 2 042 511.10 H. Pendapatan atas biaya total 398 259.24 1 111 196.00 I. Pendapatan Bersih 398 256.24 1 111 196.00 J. RC Rasio 1.27 1.35 Suatu usahatani akan dikatakan berhasil atau menguntungkan jika selisih antara penerimaan dan pengeluaran bernilai positif. Berdasarkan analisis usahatani Tabel 17 kedelai per hektar untuk kedelai yang dipanen polong muda, total penerimaan mencapai Rp 1 871 269.84 dan pendapatan atas total biaya Rp 398 256.24. Total penerimaan untuk kedelai polong tua mencapai Rp 4 243 974.73 dan pendapatan atas total biaya Rp 1 111 196.00. Besarnya pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh petani polong tua karena hasil yang diperoleh lebih banyak dan harga jual biji kedelai lebih tinggi dari pada kedelai hijau muda. Melihat perbandingan jumlah RC rasio yang diperoleh, petani yang panen polong tua 1.35 tidak berbeda jauh dari pada petani yang panen polong muda 1.27. Angka ini memberikan arti bahwa dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan oleh petani kedelai akan memberikan penerimaan sebesar Rp 1.35 untuk polong tua dan penerimaan sebesar Rp 1.27 untuk polong muda. Walaupun, nilai RC rasionya tidak berbeda jauh tetapi pendapatan bersih polong tua lebih tinggi dari pendapatan bersih polong muda. Nilai RC rasio yang diperoleh pada usahatani kedelai di Kecamatan Ciranjang tidak berbeda jauh dengan nilai RC rasio usahatani kedelai pada penelitian Rusastra et al 1992 yaitu 1.4. Petani yang melakukan panen polong muda disebabkan beberapa hal, seperti jadwal penanaman yang terlambat, waktu pengolahan lama dan keterbatasan modal. Petani yang memiliki keterbatasan modal telah merencanakan menanam kedelai untuk dipanen muda, sehingga kegiatan pemeliharaan tidak dilakukan dengan optimal. Jadwal penanaman yang terlambat juga mengharuskan petani untuk melakukan panen kedelai polong muda. Selain itu, ada juga petani memanen polong muda karena keterbatasan waktu yang dimilikinya, sedangkan untuk membayar tenaga kerja mereka memiliki keterbatasan modal. Pemanenan kedelai polong muda tidak dapat dilakukan terus menerus karena penyerapan pasar untuk polong muda sangat terbatas, berbeda dengan polong tua yang bisa disimpan apabila petani tidak bisa menjual semua hasil panennya. Selain itu, penyerapan pasar untuk kedelai polong tua masih sangat terbuka luas karena kedelai polong tua dibutuhkan industri-industri makanan dan minuman berbahan baku kedelai.. 6.2 Saluran dan Lembaga Tataniaga 6.2.1 Saluran Tataniaga Pemasaran kedelai di lokasi penelitian dari petani sampai konsumen akhir melibatkan beberapa pelaku pemasaran yaitu pedagang pengumpul tengkulak, pedagang besar kecamatan, pedagang besar kabupaten, pedagang besar propinsi, dan pedagang pengecer. Pada saat panen banyak pedagang pengumpul yang datang ke tempat petani sehingga petani dapat menjual kedelai di rumah atau di sawah tanpa harus mengangkut ke tempat pembeli. Sebagian besar petani di Kecamatan Ciranjang melakukan penjualan kedelai langsung kepada tengkulak. Hal ini disebabkan oleh lokasi petani yang jauh dari pedagang besar kecamatan sehingga penjualan ke pasar akan menambah biaya dan keterbatasan waktu. Tetapi di Desa Ciranjang, selain cara penjualan yang demikian ada pula petani yang membawa sendiri dan menjualnya pada pedagang besar kabupaten yang berada di pasar. Saluran tataniaga kedelai yang ada di Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, ada dua saluran tataniaga yaitu saluran tataniaga kedelai polong muda Gambar 3 dan saluran tataniaga kedelai polong tua Gambar 4. 100 100 20 80 Gambar 3. Saluran Tataniaga Kedelai Polong Muda. Gambar 3 menginformasikan bahwa saluran tataniaga kedelai polong muda mempunyai dua tujuan, yaitu dari petani kedelai 100 persen dibawa ke pedagang pengumpul, kemudian kedelai tersebut 100 persen dibawa ke pedagang Pasar Induk Parung. Di pedagang pasar induk, 80 persen kedelai diserap oleh pedagang pengecer dan 20 persen langsung diserap oleh konsumen akhir. Gambar 4 menginformasikan bahwa di Kecamatan Ciranjang terdapat delapan saluran tataniaga yang digunakan petani dalam menyampaikan barangnya ke konsumen. Pada saluran kesatu sampai kelima petani menjual kedelai 73.33 ke pedagang pengumpul. Saluran kesatu dari pedagang pengumpul kedelai dijual ke pedagang kecamatan 42.77 lalu diserap langsung oleh pengrajin tahutempe 10.69. Saluran kedua dan ketiga kedelai dari pedagang pengumpul dijual ke pedagang kabupaten 30.56, lalu diserap langsung oleh pengrajin tahutempe 5.72 melalui saluran kedua. 8.58 persen kedelai dari pedagang kabupaten Petani Pedagang Pengumpul Ciranjang Pedagang Pasar Induk Parung Pedagang Pegecer Konsumen diserap oleh pedagang pengecer kemudian dijual ke konsumen akhir melalui saluran ketiga. Saluran keempat dan kelima sama seperti saluran kesatu, tetapi dari pedagang kecamatan 42.77 kedelai dijual langsung ke pedagang propinsi 32.08 lalu diserap pengrajin tahutempe 6.14 melalui saluran keempat. 10.23 persen diserap pedagang pengecer untuk dijual ke konsumen akhir melalui saluran kelima. Saluran keenam sampai kedelapan petani menjual kedelai langsung ke pedagang kabupaten 26.67. Pada saluran keenam kedelai dari pedagang kebupaten dijual ke pedagang pengecer 8.58 lalu ke konsumen akhir, sedangkan saluran ketujuh dan kedelapan, kedelai dari pedagang kebupaten dijual ke pedagang propinsi 4.58. Kedelai diserap langsung oleh pengrajin tahutempe 6.14 melalui saluran ketujuh dan diserap oleh pedagang pengecer 10.23 melalui saluran kedelapan untuk dijual ke konsumen akhir. Pada dasarnya petani memiliki kebebasan untuk menentukan saluran mana yang akan dipilih. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani responden, penjualan kedelai ke saluran 1, 2 dan saluran 3 lebih banyak dipilih 73.33 persen karena banyaknya jumlah pedagang pengumpul lokal yang mendatangi petani, lokasi petani yang jauh dari pedagang kabupaten, sehingga tidak ada alternatif lain bagi petani untuk menjual hasil panennya. Volume kedelai banyak melalui saluran tiga 57.23 persen karena petani tidak mau mengambil resiko kerugian biaya transportasi. Saluran 6-8 hanya dipergunakan oleh petani responden 26.67 persen yang berdekatan dengan pasar Ciranjang seperti Desa Ciranjang dan Desa Cibiuk. 73.33 30.56 32.08 10.69 42,77 5.72 10.23 8.58 8.58 8.58 6.14 10.23 24.56 Ket: tidak dianalisis Gambar 4 Saluran Tataniaga Kedelai Polong Tua.

6.2.2 Lembaga Tataniaga

Kegiatan yang dilakukan lembaga tataniaga untuk memperlancar arus kedelai dari produsen ke konsumen dinamakan fungsi tataniaga. Umumnya fungsi-fungsi tataniaga kedelai yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga Bandung Bandung Kecamatan Ciranjang 26.67 Pedagang Pengumpul Pedagang Besar Kecamatan Pedagang Besar Kabupaten Pengrajin Tahu Tempe Pedagang Pengecer Konsumen Pedagang Besar Propinsi Pengrajin Tahu Tempe Pengecer Konsumen Petani Pedagang Besar Kecamatan Konsumen Pedagang Besar Propinsi Pengrajin Tahu Tempe Pengecer Konsumen Luar Jawa Barat Garut Majalengka Sumedang Sukabumi 34.34 tataniaga adalah fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Setiap lembaga yang terlibat dalam tataniaga kedelai mulai dari produsen sampai ke konsumen akhir mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Tabel 18 menginformasikan bahwa ada enam lembaga tataniaga yang terlibat yaitu petani, pedagang pengumpul, pedagang kecamatan, pedagang besar kabupaten, pedagang besar propinsi, dan pedagang pengecer. Tabel 18 Pelaksanaan Fungsi Tataniaga di Beberapa Lembaga Tataniaga Kedelai Lembaga Tataniaga Fungsi Tataniaga Aktivitas Fungsi pertukaran Penjualan Petani Fungsi fisik Pengangkutan Fungsi pertukaran Pembelian dan penjualan Fungsi fisik Pengumpulan dan pengangkutan Pedagang Pengumpul Fungsi fasilitas Penanggungan resiko, pembiayaan, informasi pasar Fungsi pertukaran Pembelian dan penjualan Fungsi fisik Penyimpanan Pedagang Kecamatan Pedagang Kabupaten Pedagang Propinsi Fungsi fasilitas Penanggungan resiko, pembiayaan, informasi pasar Fungsi pertukaran Pembelian dan penjualan Fungsi fisik Penyimpanan dan pengangkutan Pedagang Pengecer Fungsi fasilitas Penanggungan resiko, pembiayaan, informasi pasar

a. Petani

Seluruh petani responden kedelai di Kecamatan Ciranjang umumnya tidak menemui kesulitan dalam memasarkan kedelainya karena pedagang pengumpul selalu ada untuk mengambil produksi kedelai saat musim panen. Petani memasarkan kedelai dalam dua bentuk yaitu polong muda dan polong tua. Umumnya petani menjual ke pedagang pengumpul yang mendatangi rumah atau sawah petani dengan penawaran harga tertinggi, tetapi ada beberapa petani yang menjual langsung ke pedagang besar di pasar. Pemilihan rantai tataniaga pedagang pengumpul oleh petani dengan pertimbangan tidak ada biaya transportasi dan lokasi petani ke pasar tujuan cukup jauh. Cara petani menjual kedelai ke pedagang pengumpul adalah cara langsung dari rumah atau sawah, khusus polong muda umumnya secara borongan di sawah yang didatangi pedagang pengumpul. Sistem ini memberikan kemudahan bagi petani, tetapi informasi pasar dan harga dikuasai oleh pedagang pengumpul sehingga harga jual ditentukan oleh pedagang pengumpul. Akibatnya cara tersebut membuat posisi tawar petani menjadi lemah.

b. Pedagang Pengumpul