V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Sumber Daya Hutan Desa Lamban Sigatal
Wilayah Desa Lamban Sigatal berdasarkan data monografi desa 2007 yaitu seluas 18 000 hektar, sebagian besar yakni 8 663 hektar berupa hutan.
Berdasarkan hasil wawancara dan survey tingkat tinjau diketahui bahwa hutan Lamban Sigatal merupakan hutan yang pada kawasan datarannya pohon Sulai
Bauhinia spp. dan Surian Batu Toona spp. merupakan jenis pohon yang berperan cukup signifikan terhadap ekosistem daerah tersebut karena jenis kayu ini tampak
mendominasi. Selain itu dijumpai cukup banyak pohon Medang Litsea spp. yang memiliki banyak kegunaan dan bernilai ekonomis tinggi. Kegunaannya antara lain
sebagai bahan bangunan, kayu lapis, bahan baku mebel, lantai, kerangka pintu dan jendela.
Kawasan hutan desa Lamban Sigatal merupakan kawasan hutan dalam penguasaan negara State property tetapi pada kenyataannya sumber daya dalam
kawasan hutan ini merupakan sumber daya milik bersama common pool resources karena dapat dimiliki oleh masyarakat, baik sebagai pemanfaat maupun penghasil
dan mengeluarkan yang bukan pemilik Hanna et al 1996. Karena pemanfaatan terhadap sumber daya dilakukan dengan pengaturan oleh lembaga adat. Berdasarkan
wawancara diketahui bahwa pemanfaatan sumber daya sebelum tahun 70an diperuntukkan bagi masyarakat desa Lamban Sigatal, apabila masyarakat lain ingin
memanfaatkan maka perlu melaporkan atau memohonkan izin pada lembaga formal di Desa yaitu depati kepala desa dan lembaga adat.
Setelah adanya pemanfaatan hutan oleh perusahaan maka sumber daya hutan tidak lagi diatur oleh lembaga adat karena kawasan dan pemanfaatan sumber daya
khususnya kayu diatur oleh perusahaan sebagai pihak yang mendapatkan izin dari pemerintah. Kondisi saat ini pemanfaatan sumber daya kembali kepada negara dan
telah dicadangkan menjadi kawasan hutan tanaman rakyat HTR. HTR dalam pengelolaan kawasannya merupakan penguasaan negara yang nantinya akan
diberikan kepada masyarakat setelah didapatkannya izin. Ini menjadikan areal yang telah diberikan hak pengelolaannya kepada masyarakat menjadi kepemilikan
individu private proverty.
Didalam kawasan hutan Lamban Sigatal juga ditemukan hasil hutan bukan kayu HHBK seperti jernang, madu dan satwa liar seperti rusa sebagai satwa bahan
pangan Edible Animal Product. Hasil hutan bukan kayu yang berasal dari hutan Lamban Sigatal, termasuk pada areal pencadangan HTR dan memiliki nilai
ekonomis tinggi hingga kini adalah rotan, khususnya jernang Daemonorops draco Willd. Blume. Tanaman rotan jernang ini merupakan tanaman yang hidupnya
sangat tergantung pada pohon inang sebagai rambatan. Berdasarkan survey tingkat tinjau dan wawancara dengan masyarakat pemanfaat jernang diketahui bahwa jenis
pohon inang yang biasanya menjadi rambatan rotan jernang antara lain adalah Alai, Bakil, Bernai, Bongen, Cerako, Ketapang, Kubung, Mahang, Merjelayan, Pulut,
Selado, Serdang, Siluk dan Sungkai alas. Jernang adalah salah satu jenis rotan penghasil getah jernang disamping jernang burung D. draconcellus dan jernang
salak D. didymophylla yang dapat diperoleh dari wilayah hutan Sumatera Sumarna 2004.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan masyarakat pencari jernang terdapat beberapa lokasi yang memiliki produksi yang tinggi, daerah yang
paling potensial dan kaya jernang adalah daerah Nawai Kapas, daerah Perkat dan daerah sungai Manggul. Pada tahun 1960-an sampai dengan 1990-an daerah ini bisa
menghasilkan jernang ± 1.5 kg
-1
kelompok
-1
hari. Rata-rata pengumpul jernang menghasilkan ± 45 kg
-1
kelompok
-1
bulan. Kemudian di kawasan Atap Duri dan Lamban Kayu Mano menghasilkan jernang ±
1 kg
-1
hari, masing-masing menghasikan ± 20 kg
-1
kelompok
-1
bulan. Sedangkan di daerah lokasi produksi lainnya baik yang di dalam maupun di luar desa rata-rata ± 0.5 kg
-1
kelompok
-1
hari. Dengan demikian kapasitas produksi untuk 4 kelompok pencari jernang adalah
± 250 kg
-1
bulan. Pada tahun 90-an sampai dengan sekarang terdapat 50 orang masyarakat desa
Lamban Sigatal yang memanfaatkan jernang dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Lokasi produksi yang dulu ada di desa sudah berkurang produksi hutannya akibat
adanya perusahaan yang memanfaatkan kayu hutan dan selanjutnya menjadi tempatlokasi ladang atau jadi kebun masyarakat. Hasil panenan jernang per tahun
dari Hutan Desa Lamban Sigatal dapat dilihat pada tabel 13.
Tabel 13 Hasil panenan jernang per tahun pada setiap lokasi pencarian di hutan Desa Lamban Sigatal kg.
Musim Hasil panen per lokasi pencarian jernang kg
1 2
3 4
5 6
7 8
Puncak 30
35 50
50 50
10 10
10 Sela
75 100
175 175
175 18
18 18
- Pertama 25
30 45
45 40
7 7
7 - Kedua
20 25
40 40
40 5
5 5
- Ketiga 15
20 35
35 35
3 3
3 - Keempat
10 15
30 30
30 2
2 2
- Kelima 5
10 25
25 25
1 1
1 Total setahun
105 135
225 225
225 28
28 28
Produksi per hektar 0,115
Sumber: Data primer, diolah 2010 Keterangan:
Lokasi pencarian jernang: 1 = Sei Ibul-Bukit Wayan; 2 = Sei Badak; 3 = Dam Nawai-Sei Nawai; 4 = Dam Perekat-Sei Nangoi; 5 = Sei Manggul; 6 = Sei Puting Beliung Kecil-Sei Meranti; 7 =
Anak Sei Meranti- Bukit Selong; 8 = Sei Tambun Tulang. Produksi per hektar diperoleh dari jumlah total produksi seluruh lokasi dibagi luas hutan Desa
Lamban Sigatal 8.663 hektar.
Jernang sebagai sumber daya hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat merupakan tanaman yang dapat dimanfaatkan oleh siapapun. Karakter sumber daya
ini mengacu pada pendapat Berge 2004 merupakan barang milik bersama common pool goods, karena sumber daya tersebut apabila dimanfaatkan pihak
tertentu maka pihak lain tidak dapat memperolehnya substractable dan sifat penggunanya tidak dapat dipisahkan satu dari yang lainnya non-excludable.
Pengaturan pemanfaatannya diatur dengan ketentuan adat yang berlaku di Desa Lamban Sigatal.
Sumber daya lainnya bagi masyarakat Desa Lamban Sigatal adalah tanaman karet sebagai tanaman utama. Selain karet, tanaman lainnya adalah durian, duku,
bedarokelengkeng, petai, pinang, jengkol, serdanglontar, kabau, gaharu, nangka dan kemiri. Semua jenis tanaman ini biasanya ditanam dengan sistem tumpang sari
diantara tanaman karet. Kepemilikan atas sumber daya perkebunan ini merupakan pemilikan pribadi private property baik itu tanah sebagai lahan usaha maupun
segala yang berada diatasnya. Penegasan pemilikan ini berdasarkan kesepahaman bersama terhadap siapa yang memanfaatkan terlebih dahulu lahan merupakan
pemiliknya.