Margin Tata Niaga Jernang
mengacu pada Hess dan Ostrom 2007 karakteristik sumber daya merupakan dasar bagi pengaturan pengelolaan sumberdaya.
b Akses masyarakat yang dibuktikan dengan terbitnya IUPPHK-HTR sebagaimana yang diamanatkan dalam kebijakan HTR belum dapat dipenuhi
syarat-syaratnya oleh masyarakat, hal ini cenderung disebabkan oleh kemampuan masyarakat untuk mengakses masih rendah serta panjangnya
mekanisme pengurusan IUPHHK-HTR. Bahkan hingga kini terbitnya IUPHHK-HTR yang sudah dimiliki masyarakat terwujud berkat adanya
kegiatan proyek. Mengacu pada Hanna et al 1995, belum terbitnya izin mengakibatkan masyarakat belum dapat mengelola sumber daya hutan sesuai
dengan kebijakan yang diharapkan seperti hak untuk mengakses dan memanfaatkan sumber daya, hak untuk mengelola dan hak untuk menentukan
keikutsertaan-mengeluarkan pihak lain. c Mengacu pada Schmid 1987 tingkat kehidupan masyarakat desa Lamban
Sigatal masih rendah miskin yang dibuktikan dengan tingkat pendapatan masyarakat yang rendah. Hal ini merupakan bukti bahwa kapasitas masyarakat
yang masih masih rendah secara ekonomi untuk dapat memenuhi persyaratan yang diharuskan untuk mendapatkan IUPHHK.
d Mengacu pada Hanna et al 1995 distribusi manfaat dari sistem pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya hutan Desa Lamban Sigatal secara sosial masih
belum berkeadilan fairness distribution, dimana penetapan harga produk jernang masih ditentukan oleh tauke. Secara ekonomi belum terwujud efisiensi
dalam tata niaga rotan jernang, hal ini terlihat dari margin tata niaga yang masih besar didapatkan oleh pedagang tauke. Secara ekologi keberlanjutan
produk rotan jernang tidak terjamin karena berkurangnya produksi jernang sebagai akibat rusaknya sumber daya hutan Lamban Sigatal.
e Pembangunan HTR pola agroforestri karet dan jernang oleh masyarakat Desa Lamban Sigatal sebagai solusi alternatif mewujudkan pemanfaatan dan
pengelolaan sumber daya hutan secara berkelanjutan belum juga dapat terealisasi.