Analisis Pengembangan Institusi TINJAUAN PUSTAKA

daya dan situasi tertentu, sebaliknya juga dapat berlaku umum untuk diaplikasikan pada berbagai jenis penelitian Oakerson 1992 dalam Bromley 1992. Analisis pengembangan institusi, sebagai sebuah kerangka kerja untuk penelitian keputusan manusia dalam situasi yang berulang, telah berhasil digunakan dalam berbagai penelitian dengan cakupan bidang yang luas Hess dan Ostrom 2007, diantaranya: a. Mempelajari pengaruh institusi pada perilaku dan keluaran pada area perkotaan Ostrom dan Ostrom 1963 b. Menyelidiki hak kepemilikan dan pengaturan komunal pada komunitas penghuni apartemen perkotaan di Seoul Choe 1993 c. Memahami peran institusi dalam mempengaruhi penggunaan sumber daya pada masyarakat miskin Agrawal 1999 d. Analisis partisipasi pemerintah dan penduduk asli pada pengelolaan hutan di Kanada Smith 2001 e. Menguji evolusi pada reformasi perbankan di Amerika Serikat Polski 2003 f. Membuat studi komparatif kebijakan untuk pendidikan tinggi di tingkat internasional Richardson 2004 g. Pemahaman peran informasi pada pemerintah terkait dengan sumber daya hutan Andersson dan Hoskins 2004 h. Model pengambilan keputusan operasional pada organisasi publik Heikkila dan Isett 2004 Kerangka kerja analisis pengembangan institusi cocok digunakan untuk menganalisis beragam jenis sumber daya bersama common-pool resources. Sebagai contoh pada kajian rusaknya atau baiknya sebuah kawasan hutan, IAD membantu dalam memahami komunitas pemanfaat, sistem pengelolaan, beragam hak kepemilikan yang terlibat dan penggunaan aturan saat ini yang bertingkat- tingkat multiple rules-in-use dan tidak hanya sekedar kondisi biofisik hutan Gibson, McKean dan Ostrom 2000; Moran dan Ostrom 2005. Merancang institusi untuk meningkatkan produksi dan penggunaan dalam berbagai jenis sumber daya bersama commons, baik yang alamiah maupun buatan, merupakan sebuah tantangan. Disain institusi yang efektif membutuhkan aksi kolektif yang berhasil; dan disain yang berkelanjutan danatau evolusi dari aturan yang sesuai. Diketahui bahwa pengaturan sumber daya bersama yang berhasil membutuhkan komunitas yang aktif dan terlibat dalam suatu pelaksanaan aturan yang dipahami dan ditegakkan dengan baik Dietz, Ostrom dan Stern 2003. Manakala sumber daya bersama tersebut besar dan kompleks, para pemanfaat mungkin kurang paham terhadap dinamika sumber daya, dan mereka umumnya memiliki kepentingan yang beragam. Oleh karena itu, biaya untuk memelihara sumber daya yang besar dan beragam jauh lebih besar dibandingkan pengaturan sumber daya yang kecil dan relatif homogen Ostrom et al. 1999. Menurut Ostrom 2007 kerangka kerja analisis pengembangan institusi adalah sebagaimana yang disajikan pada Gambar 3 berikut: Gambar 3 Kerangka kerja untuk analisis pengembangan institusi Sumber; Elinor Ostrom 2007 adaptasi dari Ostrom, Gardner, and Walker 1994. Berdasarkan pada gambar kerangka analisis pengembangan institusi yang dikemukakan oleh Ostrom 2007 di atas dapat diuraikan langkah analisis pengembangan institusi adalah sebagai berikut: Langkah ke-1: Pemahaman Eksogenus variabel Variable exogenous Ditunjukkan pada Gambar di atas bahwa yang mendasari seluruh situasi adalah kumpulan exogenous variabel yang terdiri atas tiga variabel, yaitu: 1 variabel dunia biofisik the biophysical world; 2 variabel komunitas partisipan community of participants; dan 3 variabel aturan yang digunakan the rules-in- use. Action situations Interactions Rules Attributes of community Biophysical material conditions Participans Outcomes Evaluative criteria Exogenous variabels Variabel dunia fisik dan materi, komunitas yang menghasilkan dan menggunakan sumber daya, dan aturan yang digunakan yang mempengaruhi keputusan partisipan adalah variabel eksogenus dalam analisis. Variabel-variabel ini diasumsikan tetap atau tidak berubah sepanjang analisis dilakukan Hess dan Ostrom 2007. Tiga variabel tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: A Kondisi biofisikmaterial Biophysicalmaterial conditions Atribut fisik selalu berperan penting dalam membentuk komunitas, keputusan, aturan dan kebijakan. Kondisi fisik dan teknologi dapat digunakan untuk menentukan batasan dan kemungkinan dari sumber daya bersama tertentu. Karakteristik ini meliputi ukuran, lokasi, batas, kapasitas dan kelimpahan sumber daya. Adapun teknologi menentukan kemampuan untuk memanen atau memiliki sumber daya Hess dan Ostrom 2007. Menurut Regmi 2006 dalam Ostrom 2007 ketika menganalisis tentang masalah yang berkenaan dengan irigasi pertanian, sebagai contoh pola hujan rainfall patterns, struktur geologi geologic structure, aliran dan ukuran danau stream and lake size, dan kelerengan slope merupakan variabel-variabel yang mempengaruhi arena fokal focal arena. Problem aliran sistem irigasi dengan pola iklim monsoon adalah berbeda dengan di zona semi arid. Sistem irigasi pada permukaan dengan kelerengan berjenjang memiliki problem yang berbeda dengan yang di lokasi relatif datar. Menurut Hess dan Ostrom 2007 kondisi fisik sumber daya alam bersama diketahui berguna untuk membedakan antara sistem sumber daya dengan unit sumber daya. Pada air tanah, lembah yang mengandung air tanah adalah sistem sumber daya sedangkan jumlah air tanah atau jumlah air tanah yang diambil adalah unit sumber daya Blomquist 1992. Dunia biofisik bervariasi di suatu tempat ke tempat lain dan dalam ekosistem hutan dapat meliputi elemen tingkat pertumbuhan, keanekaragaman spesies, iklim dan cuaca, lahan terrain, dan faktor fisik lain yang mempengaruhi pada keadaan ekosistem hutan dan manusia yang berinteraksi dengan hutan. Elemen lain meliputi ukuran sumber daya size of resources, perbedaan temporal dan spatial unit sumber daya, kondisi terkini Ostrom 1990. B Karakter komunitas Attribute of community Banyak variabel yang dapat digunakan dalam analisis dan relevan dengan atribut komunitas seperti variabel yang mempengaruhi prilaku dalam situasi interaksi manusia human interaction situation Richerson and Boyd 2005 dalam Ostrom 2007. Analisis sumber daya bersama telah menemukan bahwa kelompok kecil small size of community dan homogen homogenous di sebuah desa atau pedesaan cenderung dapat mempertahankan sumber daya mereka Cardenas 2003; NRC 2002 dalam Hess dan Ostrom 2007. Komunitas yang homogen dalam hal ini adalah apabila komunitas, baik penyedia maupun pengambil keputusan, bersatu dalam kegunaan dan manfaat sumber daya bersama yang ada. Homogenitas terwujud melalui sebuah proses kerjasama dan koordinasi antar pihak-pihak tersebut dan merupakan hal yang cukup penting di dalam menentukan ketegaran sebuah sumber daya bersama Hess dan Ostrom 2007. Menurut Ostrom 2007 atribut-atribut komunitas penting yang mempengaruhi arena aksi, meliputi: nilai-nilai prilaku yang dapat diterima secara umum dalam komunitas, tingkat pemahaman umum dari partisipan potensial untuk berbagi atau tidak berbagi pada struktur tipe khusus di arena aksi; tingkat homogenitas dalam pilihan preferensi kehidupan di dalam komunitas; ukuran dan komposisi dari komunitas yang relevan; dan tingkat ketidaksamaan dalam aset dasar di antara mereka yang mempengaruhi. C Aturan-aturan yang digunakan The rules-in-use Kerangka kerja analisis pengembangan institusi IAD adalah multi dimensi yang mendeskripsikan tiga level aksi: operasional, pilihan kolektif dan pilihan konstitusional Ostrom et al. 1994. Level operasional merupakan aktivitas dari hari ke hari day to day activities yang memiliki pengaruh langsung. Level pilihan kolektif adalah di mana pembuat keputusan membuatmenciptakan aturan untuk mempengaruhi aktivitas pada level operasional. Level konstitusional adalah di mana pembuat keputusan menentukan bagaimana seleksi pilihan kolektif partisipan dan saling hubungan di antara anggota dalam tubuh pilihan kolektif sebagai contoh; aturan voting, agenda pengaturan kekuasaan. Intisarinya, keluaran pilihan konstitusional mempengaruhi pengambilan keputusan pilihan kolektif, yang selanjutnya mempengaruhi aktivitas pada level operasional. Aktor barangkali bergerak di antara level yang berbeda, melihat keluaran terbaik yang diberikan oleh satu set aturan atau mencoba untuk mengubah aturan pilihan kolektif atau konstitusional untuk keuntungan mereka Schlager and Blomquist 1996 dalam Koonzt 2003. Aturan adalah norma berbagi yang menjelaskan bagaimana partisipan harus, tidak boleh atau mungkin dapat melakukan sesuatu pada sebuah situasi aksi dan didukung setidaknya oleh kemampuan memberikan sanksi pada pihak- pihak yang tidak patuh terhadap aturan tersebut Crawford dan Ostrom 2005. Manakala instruksi norma hanya tertulis pada prosedur administratif, legislasi, atau sebuah perjanjian dan tidak dikenal atau tidak ditegakkan oleh partisipan atau pihak lainnya maka aturan tersebut hanyalah sebuah bentuk aturan rules- in-form. Aturan yang digunakan secara umum dikenal dan ditegakkan dan menimbulkan kesempatan dan batasan bagi setiap pihak yang berinteraksi dengan aturan tersebut. Aturan ini dapat di analisis pada tiga tingkatan, yaitu: tingkat operasional, tingkat pilihan bersama dan tingkat konstitusi Hess dan Ostrom 2007: 1 tingkatan pertama yaitu pada tingkat operasional, terjadi interaksi antara individu dengan individu dan antara individu dengan dunia fisikmateri yang relevan dan membuat keputusan harian; 2 tingkatan kedua adalah analisis tingkat pilihan bersama kebijakan dimana individu-individu berinteraksi untuk membuat aturan yang akan dijalankan pada tingkat operasional; dan 3 tingkatan ketiga adalah analisis tingkat konstitusi yaitu mencakup aturan yang menetapkan pihak-pihak mana yang harus, dapat atau tidak dapat berpartisipasi dalam pembuatan pilihan bersama. Langkah ke-2: Pemahaman Arena Aksi Arena aksi terdiri atas partisipan pembuat keputusan didalam sebuah situasi yang dipengaruhi oleh kondisi fisik, komunitas dan karakter institusi yang selanjutnya menghasilkan beragam pola interaksi dan keluaran Ostrom 2005. Arena aksi dapat terjadi disetiap tingkatan aturan dan pengambilan keputusan serta pada tingkat lokal, regional bahkan global. Dan yang terpenting, arena aksi adalah inti dari setiap analisis perubahan institusi. Arena aksi terfokus pada bagaimana manusia bekerjasama dan tidak dapat bekerjasama dengan sesamanya pada berbagai kondisi. Analisis arena aksi karenanya memerlukan identifikasi partisipan yang terlibat dan aturan yang mereka gunakan dalam sebuah situasi. Analisis arena aksi akan mengkaji aksi apa yang telah diambil, dapat diambil atau akan diambil dan bagaimana aksi ini berpengaruh terhadap keluaran. Berbagai pertanyaan yang mendasari analisis ini diantaranya adalah: seberapa banyak pengendalian yang dipunyai setiap partisipan dan seberapa banyak informasi yang mereka miliki tentang situasi? Apakah setiap aktor memiliki informasi yang setara? Apakah keputusan dibuat untuk mengatasi permasalahan jangka pendek atau dalam rangka mencari penyelesaian permasalahan jangka panjang? Apa keluaran yang mungkin dihasilkan? Apa biaya dan manfaat yang dihasilkan?. Dalam menganalisis situasi, perhatian perlu difokuskan pada pemahaman terhadap insentif yang diperoleh partisipan yang berbeda. Di awal proses penyusunannya, arena aksi juga memerlukan kepemimpinan yang kuat serta tenaga dan waktu dalam jumlah yang besar dari individu-individu atau sebuah kelompok kecil. Agar insentif berjalan efektif, maka komunitas yang berpartisipasi harus mengenal sesamanya Hess dan Ostrom 2007. Langkah ke-3: Pemahaman Pola Interaksi Karakteristik eksogenus, insentif, aksi dan aktor-aktor lainnya berkontribusi pada pola interaksi. Pada sumber daya bersama, bagaimana aktor-aktor saling berinteraksi sangat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan terjaminnya sumber daya. Pola interaksi terhubung dengan situasi aksi dan dapat mengandung konflik terutama jika terkait dengan komunitas pemanfaat yang sangat mudah berubah serta nilai dan tujuannya. Sebagai tambahan dalam kaitannya dengan konflik, interaksi mungkin tidak fokus dan tidak banyak pertimbangan – merupakan bagian dari tumbuhnya budaya ceroboh Baron 2000 dimana penyelesaian masalah yang cepat dominan dibandingkan proses analisis kolaboratif. Dalam hal ini, sangat penting setiap partisipan memperoleh informasi yang cukup mengenai struktur situasi, peluang yang dimiliki mereka dan pihak-pihak lain serta biaya dari aksi yang beragam. Dengan memiliki informasi yang cukup maka mereka mungkin dapat membentuk kepercayaan yang meningkat sehingga situasi dapat menghasilkan keluaran yang produktif Hess dan Ostrom 2007. Langkah ke-4: Pemahaman Keluaran Pada penelitian sumber daya alam bersama, proses analisis sering dimulai dengan keluaran, terutama keluaran yang negatif seperti rusaknya hutan dan berkurangnya populasi ikan. Analisis dapat juga dimulai dari sebuah perbandingan keluaran antar lokasi yang berbeda, dimana satu lokasi keluarannya positif sedangkan lokasi yang lain keluarannya negatif. Seseorang dapat menduga bahwa jika kondisi fisik lingkungan berubah maka sangatlah beralasan jika karakter institusi, aksi dan pola perilaku juga harus berubah – dalam rangka beradaptasi – untuk memperoleh keberhasilan dan keberlanjutan keluaran Hess dan Ostrom 2007. Pemahaman penuh terhadap prilaku behavior dan keluaran outcomes dalam pengelolaan sumber daya hanya mungkin bilamana terinformasikan mengenai analisis bagaimana tatanan institusi pada level operasional penggunaan sumber daya, pengawasan, penegakan sehubungan dengan pengaturan institusi dalam pilihan kolektif kebijakan, pengelolaan, pengadilan dan pilihan berdasarkan konstitusi pemerintahan, pengadilan dan modifikasinya ICLARM dan NSC 1996. Langkah ke-5: Penentuan Kriteria Evaluasi Kriteria evaluasi merupakan kriteria yang memungkinkan untuk menilai keluaran outcomes yang dicapai yang merupakan satu set keluaran yang akan dicapai di bawah alternatif aksi atau tatanan institusi. Kriteria evaluatif merupakan keluaran dan interaksi di antara partisipan yang melahirkan keluaran Hess dan Ostrom 2007. Hasil outcomes dapat dievaluasi dari keluaran ekonomi economic outcomes berdasarkan konsep evaluasi efisiensi efficiency dan distribusi keluaran distributive outcomes yang dievaluasi dengan keadilan equity, Oakerson 1992. Pendekatan ekonomi untuk “keberlanjutan” sustainablity berdasarkan pada konsep Hicks-Lindahl, yaitu aliran maksimum dari penerimaan yang dapat dihasilkan dengan pembiayaan modal yang rendah yang menghasilkan keuntungan Hanna dan Munashinghe 1995. Pendekatan sosial untuk “keberlanjutan” adalah berorientasi pada rakyat dan dengan pandangan untuk memeilihara keutuhan sosial dan sistem budaya, termasuk untuk mengurangi konflik yang bersifat merusakdestruktif Munashinghe dan McNeely 1994. Keadilan equity merupakan aspek penting dalam pendekatan sosial Hanna dan Munashinghe 1995. Pandangan yang berkenaan dengan lingkungan atas pembangunan berkelanjutan, fokus pada kestabilan sistem biologi dan fisik. Perhatian utama atas hal ini adalah melindungi kemampuan daya pulihlenting resiliency dan dinamikanya, seperti sistem adaptasi terhadap perubahan. Degradasi, polusi dan kehilangan keanekaragaman hayati sumberdaya alam akan mengurangi sistem daya pulih resiliensi Hanna dan Munashinghe 1995.

2.8 Analisis Kebijakan

Kebijakan memiliki pengertian yang sangat bervariasi tergantung dari sudut pandangnya. Thomas R Dye 1978 mengidentifikasi kebijakan publik sebagai “apapun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan”. Laswell 1971 dalam Wahab 2008 memberikan arti kebijakan sebagai program yang memiliki sasaran, nilai dan dapat dilaksanakan. Analisis kebijakan adalah aktivitas menciptakan pengetahuan ‘tentang’ dan ‘dalam” proses pembuatan kebijakan. Analisis kebijakan dalam arti historis yang paling luas, analisis kebijakan sebagai suatu pendekatan terhadap pemecahan masalah sosial dimulai pada satu tonggak sejarah ketika pengetahuan secara sadar digali untuk memungkinkan dilakukannya pengujian secara eksplisit dan reflektif kemungkinan menghubungkan pengetahuan dan tindakan Dunn 2003. Oleh karena analisis kebijakan merupakan bentuk etika terapan yang pada akhirnya, analisis kebijakan berupaya menciptakan pengetahuan yang dapat meningkatkan efisiensi pilihan atas berbagai alternatif kebijakan. Dengan demikian untuk pengambilan keputusan atau perumusan kebijakan akan lebih mudah bila menggunakan suatu model tertentu. Model kebijakan adalah sajian yang sederhana mengenai aspek-aspek yang terpilih dari suatu situasi problematis yang disusun untuk tujuan-tujuan khusus. Model-model analisis kebijakan publik menurut Dye 1978 terbagi dalam 6 buah model, yaitu: model kelembagaan, model kelompok, model elit, model rasional, model inkremental dan model sistem. Dari sekian model yang dikenal dalam kebijakan tidak ada satupun model yang dianggap baik, karena masing-masing model memfokuskan perhatiannya pada aspek yang berbeda. Menurut Forester dalan Dunn 2003 persoalan kebijakan terletak pada pemilihan alternatif. Menurut Dunn 2003 analisis kebijakan adalah awal, bukan akhir dari upaya untuk meningkatkan proses pembuatan kebijakan berikut hasilnya. Itulah sebabnya analisis kebijakan didefinisikan sebagai pengkomunikasian, atau penciptaan dan penilaian kritis, pengetahuan yang relevan dengan. Kualitas analisis kebijakan adalah penting sekali untuk memperbaiki kebijakan dan hasilnya. Sebagai proses analisis kebijakan adalah serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan dalam proses kegiatan yang pada dasarnya bersifat politis, aktivitas politis tersebut sering disebut sebagai proses pembuatan kebijakan dan divisualisasi sebagai serangkaian tahap yang saling bergantung yang diatur menurut urutan waktu: penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan.

2.9 Agroforestri

Agroforestry dalam bahasa Indonesia adalah wanatani atau agroforestri yang arti sederhananya adalah menanam pepohonan di lahan pertanian. Agroforestri merupakan gabungan ilmu kehutanan dengan agronomi, yang memadukan usaha kehutanan dengan pembangunan pedesaan untuk menciptakan keselarasan antara intensifikasi pertanian dan kelestarian hutan Bene 1977, King 1978 dalam Rianse 2010. Pengertian lain, agroforestry merupakan suatu sistem pengelolaan lahan berkelanjutan untuk meningkatkan produktivitas lahan dengan mengkombinasikan antara tanaman hutan danatau hewan secara simultan atau berurutan dalam unit lahan yang sama dan penerapan teknologi yang sesuai dengan sosial budaya masyarakat setempat Nair 1987. Agroforestri adalah sistem penggunaan lahan yang mengkombinasikan tanaman berkayu pepohonan, perdu, bambu, rotan dan lainnya dengan tanaman tidak berkayu atau dapat pula dengan rerumputan pasture, kadang-kadang ada komponen ternak atau hewan lainnya lebah, ikan sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antara tanaman berkayu dengan komponen lainnya Huxley 1999. Pengelolaan lahan dalam berbagai sistem agroforestri telah banyak diinventarisir dan dikembangkan dengan bentuk yang beragam tergantung pada