Respon pemerintah daerah terhadap kebijakan HTR

membudidayakan tanaman karet dan jernang. Pembudidayaan jernang ini akan dilakukan masyarakat karena 40 masyarakat menyatakan bahwa jernang memiliki nilai jual yang tinggi. Tabel 19 Persepsi masyarakat terhadap kebijakan HTR No. Persepsi Masyarakat Jumlah Orang Persentase 1. Persepsi terhadap kebijakan HTR a. setuju b. tidak setuju c. tidak tahu 39 11 78 22 2. Persepsi terhadap Jernang a. tradisi keluarga b. bernilai jual tinggi c. sumber keuangan d. tidak tahu 7 20 5 18 14 40 1 36 3. Harapan adanya HTR a. adanya legalitas lahan b. status lahan kelola jelas c. adanya izin kelola d. Hutan produksi yang dikelola masyarakat terselamatkan e. diubah jadi Area Penggunaan Lain f. masyarakat tenang dalam menanam karet g. tidak tahu 8 9 13 5 3 4 8 16 18 26 10 6 8 16 4. Harapan budi daya jernang a. kenaikan harga dari pemerintah b. perbaikan harga dari toke c. ada aturan jelas tentang standar harga d. ada kejelasan pasar e. tidak tahu 17 2 5 1 25 34 4 10 2 50 5. Pengelolaan kawasan HTR a. dikelola sendiri oleh masy b. dikelola secara kelompok c. dikelola dengan dibantu LSM d. dikelola pemerintah e. tidak tahu 32 4 2 1 11 64 8 4 2 22 6. Sistem pengelolaan jernang a. jernang dan karet b. jernang dan tanaman hutan c. jernang dan buah-buahan d. dikembangkan dengan HTR e. tidak tahu 21 2 6 1 20 42 4 12 2 40 Jumlah responden n=50 50 100 Sumber : Data primer, diolah 2010. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya kebijakan HTR memberikan peluang dan harapan bagi masyarakat untuk dapat melakukan pengelolaan terhadap lahan di kawasan hutan dengan mendapatkan izin pengelolaan. Tetapi masyarakat juga berharap untuk dapat menentukan sendiri pengelolaan lahan tersebut berdasarkan pengetahuan lokal mereka, sehingga masyarakat lebih mudah untuk menerapkan pengetahuan yang sudah mereka dapatkan terlebih dahulu.Kesadaran atas kondisi tersebut serta adanya pengetahuan atas potensi jernang yang semakin menyusut hasil dari pemetaan potensi sumber daya alam yang dilakukan oleh anggota masyarakat dengan difasilitasi oleh Yayasan Gita Buana, maka kelompok masyarakat yang dimotori oleh kelompok BKJ mengusulkan kawasan kelola jernang di dalam areal hutan yang telah ditetapkan sebagai kawasan pencadangan HTR Kabupaten Sarolangun seluas 349. 58 hektar Gambar 15. Gambar 15 Peta usulan kawasan kelola jernang pada Kawasan pencadangan HTR oleh masyarakat Desa Lamban Sigatal. Sumber : Yayasan Gita Buana, 2009 Secara teoritis, pembentukan kelompok BKJ dan pengusulan kawasan kelola jernang oleh kelompok tersebut dipicu oleh adanya sistem insentif berupa proyeksi keuntungan dari pengusahaan budidaya jernang. Tanpa disadari masyarakat Desa Lamban Sigatal telah mulai berupaya untuk membangun institusi yang mapan robust institutions untuk pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya hutan. Kelompok BKJ berupaya menegaskan batas kepemilikan mereka terhadap suatu sumberdaya alam, yaitu kawasan kelola jernang itu sendiri. Menurut Ostrom 2007, kondisi ini juga merupakan pemenuhan terhadap prinsip disain institusi yang mapan robust institutions.