IX. KESIMPULAN DAN SARAN
9.1 Kesimpulan
1. Kondisi fisiografis LRL relatif datar dan kering saat penelitian. Petani yg berusahatani; didominasi suku Melayu, Dayak, Madura dan Jawa. Luas
lahan garapan petani masing-masing 45,60 dengan luas 0,5-1,0 ha; 41,30 dengan luas 1,0-2,0 ha; dan 13,10 dengan luas 2,0 ha di Desa
Sungai Ambangah. Dan sebanyak 60,40 dengan luas 0,5-1,0 ha; 27,20 dengan luas 1,0-2,0 ha; dan 12,40 dengan luas 2,0 ha di Desa Pasak
Piang. 2. Kelas kesesuaian lahan untuk masing-masing tanaman padi, karet dan
kelapa sawit adalah pada kelas sesuai marginal S3nr, dengan faktor pembatas adalah pH tanah, baik di Desa Sungai Ambangah maupun Desa
Pasak Piang. 3. Analisis usahatani padi dan karet di Desa Pasak Piang lebih menguntungkan
4,80 dan 24,35 dibandingkan dengan Desa Sungai Ambangah 3,30 dan 1,23, dan kelapa sawit keduanya 1,52.
4. Status keberlanjutan dari lima dimensi keberlanjutan yang dianalisis dikedua desa penelitian, hanya satu dimensi yang dikategorikan cukup berkelanjutan,
sedangkan empat dimensi lainnya dikategorikan tidak berkelanjutan. 5. Atribut-atribut sensitif yang tersebar dilima dimensi keberlanjutan, masing-
masing diperoleh 16 atribut di Desa Sungai Ambangah dan 19 atribut di Desa Pasak Piang.
6. Model yang dirumuskan adalah model UTLRL yang penerapannya dalam bentuk Pertanian Terpadu dengan delapan faktor yang perlu mendapatkan
perhatian. 7. Implementasi model no 6 terhadap masing-masing luas kepemilikan lahan
petani diperolah hasil sebanyak 22,50 petani di Desa Sungai Ambangah dan 58,33 petani di Pasak Piang telah memenuhi KHL. Dan sisanya
77,50 dan 41,67 petani dikedua desa tersebut, belum dapat memenuhi KHL, bagi petani yang belum memenuhi KHL perlu memelihara ternak
berkisar 1-3 ekor sapi dan 50-150 ekor itik. 8. Hasil simulasi aplikasi model Pertanian Terpadu telah mampu meningkatkan
indeks keberlanjutan dan memenuhi KHL petani
9.2 Saran