Analisis Usahatani TINJAUAN PUSTAKA

dari usahatani yang dilakukannya. Sedangkan penghasilan dari luar usahatani diperoleh dari penjumlahan seluruh penghasilan sampingan yang dilakukan di luar usahatani. Menurut Soekartawi 2002 perubahan tingkat pendapatan akan mempengaruhi banyaknya barang yang akan dikonsumsi, pada tingkat pendapatan rumah tangga yang rendah, dengan tingkat pengeluaran rumah tangga lebih besar dari pendapatan, maka tingkat konsumsi tidak hanya dibiayai oleh pendapatan mereka saja, melainkan dari sumber lain seperti tabungan yang dimiliki, penjualan harta benda, atau pinjaman bentuk lain. Biasanya semakin tinggi tingkat pendapatan, maka konsumsi yang dilakukan rumah tangga akan semakin besar pula. Bahkan seringkali dijumpai dengan bertambahnya pendapatan, maka barang yang dikonsumsi bukan hanya bertambah akan tetapi kualitas barang yang diminta juga bertambah. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan petani ditinjau dari faktor sosial dan ekonomi antara lain adalah tingkat pendidikan, jarak kebun dari rumah, jam kerja efektif, jumlah tenaga kerja dan input produksi. Tingkat pendidikan merupakan modal utama, dengan jenjang pendidikan formal yang lebih tinggi, maka besar kemungkinannya untuk dapat menerima inovasi maupun gagasan-gagasan baru yang dapat memperbaiki kegiatan usahatani. Pengambilan keputusan untuk menghindari risiko usahatani dapat dilakukan dengan tingkat pendidikan yang memadai Hermanto, 2005.

2.6 Analisis Usahatani

2.6.1 Indikator kelayakan usahatani Berbagai cara penilaian investasi telah dikembangkan dan digunakan dibidang pertanian. Menurut Pujosumarto 1995, kriteria investasi yang dapat digunakan dalam menilai kelayakan suatu kegiatan usaha dapat dilakukan antara lain melalui cara perhitungan, revenue cost ratio RC ratio atau benefit cost ratio BC ratio. Analisis usahatani yang dimaksudkan adalah analisis biaya dan pendapatan usahatani yang diperoleh keluarga tani berdasarkan produksi tanaman dan pendapatan. Biaya-biaya usahatani adalah semua biaya yang dikeluarkan petani selama proses produksi dalam setiap jenis tanaman yang diusahakan. Secara garis besar biaya tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu biaya variabel biaya tidak tetap dan biaya tetap. Biaya-biaya tidak tetap adalah semua biaya yang dikeluarkan petani sesuai dengan jenis usahatani yang akan dikerjakan dan sistem pengelolaan yang akan diterapkannya. Adapun yang termasuk biaya tidak tetap ini antara lain pembelian bibit, pengolahan tanah, pemupukan, pencegahan hamapenyakit, pemanenan, penjemuran hasil pengolahan hasil, pemasaran. Biaya tetap dapat berupa pajak, biaya perawatan alat, biaya penyusutan, retribusi dan bunga pinjaman Soekartawi, 2002. Untuk mengantisipasi terjadinya fluktuasi perubahan jumlah, biaya dan harga produksi, diperlukan analisis sensitivitas dengan asumsi-asumsi sebagai berikut : • Harga produksi turun 20, jumlah dan biaya produksi tetap • Biaya produksi meningkat 20, jumlah dan harga produksi tetap • Harga produksi turun 20, biaya produksi naik 20, jumlah produksi tetap • Jumlah dan harga produksi masing-masing turun 20, biaya produksi tetap • Jumlah dan harga produksi masing-masing turun 20, biaya produksi meningkat 20 Produksi tetap dan harga produksi naik 20 Produksi turun dan harga produksi naik 20 2.6.2 Kebutuhan Hidup Layak Pengertian kemiskinan menurut versi pemerintah sangat beragam, antara lain menurut: 1 BKKBN, kemiskinan adalah suatu keadaan keluarga miskin prasejahtera yang tidak dapat melaksanakan ibadah menurut agamanya; tidak mampu makan dua kali sehari; tidak memiliki pakaian berbeda untuk di rumah, bekerja dan bepergian; bagian tertentu dari rumah berlantai tanah; dan tidak mampu membawa anggota keluarga ke sarana kesehatan; 2 BPS, kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang hanya dapat memenuhi kebutuhan makannya kurang dari 2 100 kalori per kapita per hari, dan 3 Bappenas 2002, kemiskinan mencakup unsur-unsur: a ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar pangan, pendidikan, kesehatan, perumahan, air bersih, transportasi, dan sanitasi; b kerentanan; c ketidakberdayaan; d ketidakmampuan menyalurkan aspirasinya; sedangkan 4 Sajogyo 1977 mengemukakan bahwa ukuran garis kemiskinan untuk wilayah Indonesia dispesifikasi atas tiga tingkat kemiskinan yang mencakup konsepsi ‗Nilai Ambang Kecukupan Pangan‘ yaitu miskin, miskin sekali, sangat miskin. Garis kemiskinan tersebut dinyatakan dalam Rpbln yang ekuivalen dengan nilai tukar beras kgorangtahun sehingga dapat dibandingkan dengan nilai tukar antar daerah dan antar waktu, baik di perdesaan maupun di perkotaan. Nilai ambang kecukupan pangan untuk tingkat pengeluaran rumah tangga di daerah perdesaan berkisar antara 240 – 320 kg per orang per tahun, sedangkan untuk daerah perkotaan berkisar antara 360 – 480 kg per orang per tahun. Untuk mengukur apakah suatu keluarga tani telah hidup layak, yakni apabila keluarga tersebut telah dapat memenuhi kebutuhan meliputi pangan, tempat tinggal, pakaian, pendidikan, kesehatan, kegiatan sosial, rekreasi, asuransi dan tabungan. Berdasarkan asumsi tersebut, maka jumlah pendapatan bersih yang harus diperoleh setiap keluarga tani untuk dapat hidup layak minimal senilai beras 320 kg per th x harga Rpkg x jumlah anggota keluarga x 2,5 Sinukaban, 2007.

2.7 Sistem Usahatani Berkelanjutan