Potensi Turunan Sumberdaya Lokal Rawa Lebak

meliputi institusi pendidikan pertanian, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP dan Balai Penyuluhan Pertanian BPP, kelembagaan kelompok tani dan kelas kelompok tani, kelembagaan pemerintahan desa, lembaga keuangan mikro, pasar dan kios sarana produksi pertanian saprotan Tabel 63. Institusi informal seperti kelompok arisan ibu-ibu dan kelompok yasinan ibu-ibu dan bapak-bapak. Kelompok ini setiap bulan mengadakan pertemuan. Untuk kegiatan arisan dilakukan bergilir disetiap rumah para peserta arisan. Setelah kegiatan arisan, biasanya mereka para ibu-ibu melakukan pengajian bersama yang dipimpin oleh seorang pandai mengaji atau ustad. Untuk kelompok yasinan bapak-bapak dilakukan sebulan sekali yaitu malam jumat dan diikuti dengan pembelajaran mengenai tata cara memandikan mayat dan kadang-kadang diisi dengan ceramah agama dalam rangka untuk meningkatkan keimanan mereka, hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Bapak Sapingi salah satu pengurus masjid di Desa Sungai Ambangah. Untuk Desa Pasak Piang kelompok informal ini tidak ada. Hal itu dikarenakan masyarakat tani di desa Pasak Piang didominasi oleh Suku Dayak yang beragama non muslim. Beberapa responden petani muslim yang ditemui mengungkapkan bahwa kelompok yasinan pernah dibentuk dan pernah melakukan kegiatan pengajian, dan ceramah agama, tetapi kegiatan itu berlangsung tidak terlalu lama dan kemudian berhenti atau dengan kata lain kurang aktif. Hal lain yang menarik diperhatikan pada saat dilakukan wawancara terhadap kepala desa Bapak Markus dan bapak tetua adat, bahwa kelompok informal yang dinamakan Tuha Tahun terdiri atas tiga orang atau tetua adat yang dipimpin oleh Bapak Julim Ita khusus di Desa Pasak Piang. Tuha Tahun ini mempunyai pengaruh yang sangat penting terhadap sistem budidaya khususnya padi. Peran dari Tuha Tahun, mulai dari rencana tanam sampai waktu akan dilakukan pemanenan semuanya atas arahan dan petunjuk dari Tuha Tahun. Hal itu menurut petani disana, agar supaya apa yang mereka lakukan dalam budidaya padi tersebut dapat memberikan berkah dan diperoleh hasil panen yang baik.

7.2 Potensi Turunan Sumberdaya Lokal Rawa Lebak

Berdasarkan hasil investigasi di lapangan diperoleh data bahwa panen padi pada tahun 2009 mencapai luas 574 hektar. Dari luas panen ini dapat diperkirakan jumlah jerami yang dihasilkan yaitu mencapai 4 592 – 6 888 ton berat segar panen. Jerami padi yang dihasilkan ini dapat digunakan sebagai pakan sapi dewasa berkisar 500 – 650 ekor sepanjang tahun. Dan apabila panen padi dapat dilakukan sebanyak dua kali dalam setahun artinya jumlah ternak sapi yang dapat mengkonsumsi pakan jerami tersebut menjadi 1 000 – 1 300 ekor per tahun. Potensi jerami kurang lebih adalah 1,4 kali dari hasil panen gabah kering giling GKG. Jadi kalau hasil panen padi dalam bentuk GKG sekitar 6 kuintal, maka jerami kering yang akan diperoleh tinggal dikali dengan 1,4. Dari dasar perhitungan ini, dengan menggunakan data dari Deptan, dimana produktivitas padi secara nasional adalah 48,95 kuha dengan produksi padi sebesar 57,157 juta ton, maka dapat diperkirakan jumlah jerami yang dihasilkan secara yaitu mencapai 80,02 juta ton. Sebagai perbandingan, berikut ini disajikan hasil penelitian Karyaningsih et al. 2008, dari luasan sawah yang diusahakan tanaman padi 6 141 ha dengan produksi gabah kering panen GKP 40 651 ton. Hasil samping panen padi berupa limbah jerami padi yang konversinya per hektar mencapai 5 ton. Penyusutan jerami segar menjadi kompos mencapai 50 Balittanah, 2008. Dengan berpatokan pada angka tersebut maka wilayah Kecamatan Polokarto menghasilkan limbah jerami padi sebanyak 31 560 ton dan hanya 65 yang dijadikan pupuk kompos sehingga diperoleh sumber pupuk sebanyak 20 514 ton. Potensi jerami setiap desa di Kecamatan Polokarto disajikan pada Tabel 64. Tabel 64 Luas panen padi. potensi limbah jerami dan produksi pupuk kompos di wilayah Kecamatan Polokarta tahun 2007 Desa Luas panen ha Produksi gabah GPP ton Produksi jerami ton Jerami yang dikomposkan ton Produksi kompos ton Bakalan Mranggem Kemasan Kenokorejo Godog 641 510 633 526 632 4 540 3 611 4 481 3 722 4 475 3 205 2 550 3 165 2 630 3 160 2 083,25 1 657,50 2 057,25 1 709,50 2 054,00 1 041,63 828,75 1 028,63 854,75 2 057,25 Jumlah 6 312 44 734 31 560 20 514,00 11 287,26 Sumber: Karyaningsih et al. 2008 Seekor sapi dapat menghasilkan kotoran sebanyak 8 –10 kg setiap hari. Dan bentuk kotoran cair urine mencapai 8 –10 liter per hari. Apabila kotoran sapi ini diproses menjadi pupuk organik diharapkan akan menghasilkan 4 –5 kg per hari. Dengan demikian, pada luasan sawah satu hektar akan menghasilkan sekitar 7,3 –11,0 ton pupuk organik. Dipihak lain, penggunaan pupuk organik pada lahan persawahan adalah 2 ton per hektar, sehingga potensi pupuk organik yang ada dapat menunjang kebutuhan pupuk organik untuk 1,8 –2,7 hektar dengan dua kali tanam. Jerami yang dihasilkan dari sisa-sisa panen, dapat pula diolah terlebih dahulu menjadi kompos dan selanjutnya dapat dikembalikan lagi ke tanah. Kompos jerami ini secara bertahap dapat menambah kandungan bahan organik tanah, dan berperan dalam mengembalikan kesuburan tanah. Kompos selain dibuat dari jerami dapat juga dibuat dari seresah atau sisa-sisa tanaman lain. Rumput-rumputan, sisa-sisa daun dan batang, atau daun-daun tanaman lain. Pada prinsipnya semua limbah organik dapat dijadikan kompos. Jika jerami dibuat kompos, maka rendemen kompos yang dihasilkan mencapai 60, dengan demikian dalam satu hektar sawah dapat dihasilkan 4,11 ton kompos. Kompos jerami memiliki potensi hara yang sangat tinggi. Berikut ini hasil analisis kompos jerami yang dibuat dengan waktu pengomposan 3 minggu yaitu Rasio CN 18,88, C 35,11, N 1,86, P 2 O 5 0,21, K 2 O 5,35, dan air 55. Dari data tersebut, kompos jerami memiliki kandungan hara setara dengan 41,3kg urea, 5,8 kg SP 36 , dan 89,17kg KCl per ton kompos atau total 136,27 kg NPK per ton kompos kering. Apabila dikonversi secara nasional, kompos jerami setara dengan 1,09 juta ton urea, 0,15 juta ton SP 36 , dan 2,35 juta ton KCl atau 3,6 juta ton NPK. Jumlah ini kurang lebih 45 dari komsumsi pupuk nasional di tahun 2007 untuk pertanian atau setara dengan Rp5,42 trilyun. Di lain pihak, penggunaan pupuk anorganik di perkebunan rakyat saat ini diyakini belum optimal, karena harga yang relatif tidak terjangkau dan ketersediaannya sering terhambat. Mencermati kondisi ini, sehingga arah kebijakan penggunaan pupuk ke depan lebih mengutamakan penggunaan pupuk organik. Optimalisasi penggunaan pupuk organik melalui pemanfaatan bahan baku yang dapat diperoleh secara in situ di kebun yang dapat berupa limbah jarami padi, jagung, janjang kosong tandan segarlimbah cair kelapa sawit, kulit kakao, kulit kopi, jambu mete, serta blotong tebu, dan sebagainya. Dapat pula dilakukan dengan cara limbah organik dari kebun pangkasan tanaman utama atau naungan, gulma, pelepah dan janjang kelapa sawit, kulit kopi, kakao, sisa tanaman atau hijauan tanaman lainnya, terlebih dahulu dibuat kompos. Selain produk bahan sampingan di atas, dari kegiatan penanaman dan pengolahan gabah padi menjadi beras dapat pula diperoleh beberapa produk turunan lainnya seperti sekam dan dedak. 7.2 1 Pengolahan padi Pengolahan padi menjadi beras, secara prinsip, melibatkan beberapa tahapan yakni a pemisahan kotoran, b pengeringan dan penyimpanan padi, c pengupasan kulit husking, d penggilingan milling, dan e pengemasan dan distribusi. Pemisahan kotoran dari padi hasil panen di sawah dilakukan karena masih banyak terbawa kotoran lain seperti jerami, daun, batang bahkan benda lain yang tidak diinginkan seperti batu dan pasir. Kotoran ini akan mengganggu proses pengeringan terutama penyerapan kalori dan penghambatan proses pengolahan pada tahapan berikutnya. Kadar air padi hasil panen sangat bervariasi antara 18 –25, bahkan dalam beberapa kasus dapat lebih besar. Pengeringan dilakukan untuk mengurangi kadar air sampai sekitar 14 sehingga memudahkan dan mengurangi kerusakan dalam penyosohan dan proses selanjutnya. Kadar air yang terlalu tinggi menyulitkan pengupasan kulit dan menyebabkan kerusakan pecah atau hancur karena tekstur yang lunak. Penyosohan adalah pengupasan kulit padi yang merupakan tahapan paling penting dari keseluruhan proses. Pengupasan kulit adalah proses menghilangkan gabah padi menjadi beras yang secara prinsip sudah dapat dimasak untuk dimakan. Proses selanjutnya hanyalah penyempurnaan dari penyosohan dan untuk meningkatkan kebersihan. Gabungan dari sosoh serta kebersihan dan keutuhan biji adalah ukuran mutu beras putih. Tahapan penggilingan adalah proses penyempurnaan penyosohan dan pelepasan lapisan penutup butir beras. Teknologi penggilingan sudah sangat berkembang untuk menghasilkan beras putih yang baik. Proses ini dibagi lagi menjadi penyosohan, pemutihan whitening dan pengkilapan shining. Walaupun demikian, inti proses ini adalah untuk memisahkan lapisan penutup semaksimal mungkin. Selain proses utama tersebut ada beberapa tambahan yakni proses pemisahan yang dimaksudkan untuk mendapatkan beras putih utuh dan murni. Oleh karena itu, proses pemisahan terdiri dari pemisahan kotoran dari benda atau bahan lain seperti batu, daun dan benda atau bahan lainnya dan pemisahan beras yang kurang baik muda, busuk, berjamur, berwarna dan rusakpecah. Perkembangan teknologi dalam rangka untuk menghasilkan kualitas beras yang baik telah berkembang cukup pesat, diantaranya teknologi pemisah batu, pemisah beras berdasarkan warna color sorter, pemisah biji pecah rotary shifter dan pemisah biji menurut panjang lenght grader. Tahap akhir dari proses pengolahan adalah pengemasan yang ditujukkan untuk memudahkan dalam pengangkutan dan distribusi. Perkembangan terkini di bidang pengemasan menambah atribut produk yakni estetika, dayatarik, informasi produk dan perbaikan daya simpan. Dewasa ini, teknologi pengemasan beras sudah sangat canggih, teknologi tersebut, meliputi keragaman bentuk, rupa, ukuran dan cara atau metoda. 7.2.2 Sekam Dalam proses pengolahan gabah padi menjadi beras, juga dihasilkan produk sampingan berupa sekam. Sekam padi adalah bagian terluar dari butir padi yang merupakan hasil sampingan saat proses penggilingan padi dilakukan. Sekitar 20 dari bobot padi adalah sekam padi Kartika, 2009. Volume sekam yang dihasilkan dari proses penggilingan tersebut mencapai 17 dari Gabah kering giling GKG. Untuk penggilingan padi yang berkapasitas 5 tonjam beras putih atau sekitar 7 ton GKGjam akan dihasilkan sekam sekitar 0,85 tonjam atau sekitar 8,5 tonhari. Berat ini setara dengan 25 m 3 hari atau 7 500 m 3 tahun. Volume yang besar ini akan menjadi masalah serius dalam jangka panjang apabila tidak ditangani dengan baik. Sekam tersusun dari palea dan lemma bagian yang lebih lebar yang terikat dengan struktur pengikat yang menyerupai kait. Sel-sel sekam yang telah masak mengandung lignin dan silica dalam konsentrasi tinggi. Kandungan silica diperkirakan berada dalam lapisan luar De Datta, 1981 sehingga permukaannya menjadi keras dan sulit menyerap air, dan berfungsi dalam mempertahankan kelembaban, serta memerlukan waktu yang lama untuk mendekomposisinya Houston, 1972. Silica sekam dalam bentuk tridymite dan crytabolalite mempunyai potensi juga sebagai bahan pemucat minyak nabati Proctor dan Palaniappan, 1989. Komposisi sekam dapat dilihat pada Tabel 65. Tabel 65 Komposisi sekam Kandungan Persentase C-organik N-total P-total K-total Mg-total SiO 3 45,06 0,31 0,07 0,28 0,16 33,01 Sumber: Hidayati 1993 Dari komposisi kimia sekam Tabel 65, dapat diketahui potensi penggunaannya terbatas sebagai sumber C-organik tanah dan media tumbuh dari kandungan karbon organik yang tinggi serta bahan pemurnian dan bahan bangunan dari kandungan silica yang tinggi. Karbon yang tinggi juga mengindikasikan banyaknya kandungan kalori sekam. Proses yang diperlukan untuk pemanfaatan tersebut terdiri atas: 1. Pelunakan tekstur dan pengembangan permukaan Pelunakan ditujukan untuk memperbaiki dayaserap absorption, pengurangan volume, dan lebih apseptis karena diperoses dengan panas dan tekanan tinggi. Sekam yang telah lunak dan mengembang dapat digunakan untuk media gundukan tanaman padi, palawija, dan persemaian padi, cabai, bedengan tomat, bahan kompos, dan lapisan alas tidur ternak. Alat untuk pelunakkan sekam saat ini, sudah dipasarkan secara komersial. 2. Pengarangan carbonizing Pengarangan adalah proses pembakaran dengan oksigen terbatas. Arang padi mempunyai beberapa kegunaan Bantacut, 2006, antara lain: a. mempertahankan kelembaban: apabila arang ditambahkan ke dalam tanah akan dapat mengikat air dan melepaskannya jika tanah menjadi kering, b. mendorong pertumbuhan proliferation mikroorganisme yang berguna bagi tanah dan tanaman, c. penggembur tanah: menghindari pengerasan tanah karena sifatnya yang ringan, d. pengatur pH: arang dapat mengatur pH dalam situasi tertentu, e. menyuburkan tanah: kandungan mineral arang adalah hara tanaman, f. membantu melelehkan salju karena arang yang disebarkan di atas salju akan menyerap panas yang dapat mencairkan salju, dan g. menyerap kotoran sebagai bahan pemurnian dalam pengolahan air, minyak, sirup dan sari buah. Dalam proses pengarangan juga dihasilkan cairan hasil kondensasi asap yang disebut wood vinegar yang mengandung konsentrasi formaldehid tinggi sehingga dapat digunakan sebagai pengawet pangan lainnya seperti ikan, tahu, dan bakso. 3. Pembakaran Kandungan karbon yang tinggi juga mengindikasikan bahwa sekam mempunyai kalori yang tinggi sehingga dapat digunakan sebagai sumber energi panas. Banyak penggilingan padi menengah dan besar menggunakannya sebagai bahan bakar pengering padi. Penggunaan yang sama juga dapat dijumpai pada pembakaran batu bata. Abu sisa pembakaran mengandung SiO 2 sekitar 85 sehingga baik digunakan untuk pembuatan bahan bangunan seperti papan semen dan bahan pemurnian minyak kelapa. Abu sekam memperbaiki daya serap air, kerapatan, perubahan panjang dan konduktifitas panas papan semen pulp. Penggunaan abu dalam pemucatan minyak kelapa dapat memperbaiki kejernihan. 7.2.3 Dedak Persentase dedak mencapai 10 dari GKG. Penggilingan dengan kapasitas beras putih sebesar 5 tonjam akan menghasilkan dedak sebanyak 0.7 tonjam atau sekitar 7 tonhari. Jumlah ini cukup potensial untuk dikelola. Volume dedak sekitar 600 literton, maka akan dihasilkan sekitar 12 m 3 dedak setiap harinya. Dedak adalah bagian padi yang mempunyai kandungan nutrisi yang tinggi seperti minyak, vitamin, protein dan mineral. Pada kadar air 14, dedak mengandung pati sebesar 13,8, serat 23,7-28,6, pentosan 7,0-8,3, hemiselulosa 9,5-16,9, selulosa 5,9-9,0, asam poliuronat 1,2, gula bebas 5,5-6,9 dan lignin 2,8-3,0 Juliano dan Bechtel, 1985. Dari kandungan ini maka dedak telah banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti sumber minyak, pakan ternak dan bahan makanan. Berbasis pada kandungan bahannya, maka dedak dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan. Minyaknya dapat diambil melalui ekstraksi menggunakan pelarut, protein dan vitaminnya berguna sebagai nutrisi makanan. Namun demikian, upaya pemanfaatan tersebut secara ekonomi belum menguntungkan. Ekstraksi minyak melibatkan investasi yang besar dan hanya layak pada skala yang besar pula. Ini berarti pengolahan terintegrasi pada penggilingan tidak dapat dilakukan. Sejauh ini, dedak bukan lagi sebagai limbah tetapi telah menjadi hasil samping yang mempunyai pasar tersendiri. Pengguna utama dedak adalah industri pakan ternak. Pemanfaatan lain yang telah berkembang dan peralatannya sudah dijual secara komersial adalah mengolahnya menjadi pellet. Kandungan hara yang tinggi menjadikan pellet dedak dapat digunakan untuk pakan ternak terutama unggas dan pupuk organik. Bahkan dalam kondisi aplikasi awal, pellet dedak dapat menghambat pertumbuhan gulma apabila disebarkan pada permukaan tanah. Dari uraian yang telah disampaikan sebelumnya, maka ke depan sistem pengolahan padi perlu dikembangkan menuju ke sistem pengolahan yang terintegrasi, mengingat peran dan fungsi dari industri dan hasil sampingan atau turunan dari pengolahan padi tersebut. Pola berpikir seperti ini dapat menyebabkan industri penggilingan padi, dapat memberikan nilai tambah dan tidak seperti yang banyak terjadi saat ini, karena dihadapkan dengan berbagai persoalan lingkungan. Dalam sistem pengolahan yang terintegrasi, memandang semua bagian bahan baku adalah bahan yang harus dimafaatkan untuk menghasilkan produk yang bernilai ekonomi dan lingkungan. Secara keseluruhan, model terpadu mempunyai beberapa keuntungan antara lain tidak mencemari lingkungan, mengoptimalkan pemanfaatan bahan baku dan memperoleh manfaat ekonomi total baik langsung maupun tidak.

7.3 Konsep Pengembangan Usahatani di Rawa Lebak Berdasarkan Sumberdaya Lokal