Konsep Pengembangan Usahatani di Rawa Lebak Berdasarkan Sumberdaya Lokal

Sejauh ini, dedak bukan lagi sebagai limbah tetapi telah menjadi hasil samping yang mempunyai pasar tersendiri. Pengguna utama dedak adalah industri pakan ternak. Pemanfaatan lain yang telah berkembang dan peralatannya sudah dijual secara komersial adalah mengolahnya menjadi pellet. Kandungan hara yang tinggi menjadikan pellet dedak dapat digunakan untuk pakan ternak terutama unggas dan pupuk organik. Bahkan dalam kondisi aplikasi awal, pellet dedak dapat menghambat pertumbuhan gulma apabila disebarkan pada permukaan tanah. Dari uraian yang telah disampaikan sebelumnya, maka ke depan sistem pengolahan padi perlu dikembangkan menuju ke sistem pengolahan yang terintegrasi, mengingat peran dan fungsi dari industri dan hasil sampingan atau turunan dari pengolahan padi tersebut. Pola berpikir seperti ini dapat menyebabkan industri penggilingan padi, dapat memberikan nilai tambah dan tidak seperti yang banyak terjadi saat ini, karena dihadapkan dengan berbagai persoalan lingkungan. Dalam sistem pengolahan yang terintegrasi, memandang semua bagian bahan baku adalah bahan yang harus dimafaatkan untuk menghasilkan produk yang bernilai ekonomi dan lingkungan. Secara keseluruhan, model terpadu mempunyai beberapa keuntungan antara lain tidak mencemari lingkungan, mengoptimalkan pemanfaatan bahan baku dan memperoleh manfaat ekonomi total baik langsung maupun tidak.

7.3 Konsep Pengembangan Usahatani di Rawa Lebak Berdasarkan Sumberdaya Lokal

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa pengelolaan rawa lebak yang selama ini dilakukan dengan cara semi intensif, yaitu penanaman sekali dalam setahun untuk tanaman padi yaitu dilakukan penanaman pada bulan Agustus hingga September dengan waktu panen dilakukan pada bulan Februari atau selama tujuh bulan. Jenis padi yang digunakan umumnya adalah jenis lokal diantaranya palawang, pantat ulat dan pulut lihat Tabel 63. Kalaupun jenis unggul seperti ciherang yang digunakan oleh petani disana, akan diusahakan oleh mereka apabila benih tersebut berasal dari bantuan yang diberikan oleh pemerintah. Akan tetapi sekitar 60 persen dari responden tidak menyukai dalam hal penggunaan jenis unggul yang diberikan oleh pemerintah, dengan alasan bahwa bantuan yang diberikan umumnya tidak bersamaan dengan waktu tanam yang berlaku disana. Biasanya terlambat dari waktu tanam. Selain itu, pengusahaan padi unggul bantuan pemerintah harus dipupuk dalam hal ini pupuk organik, karena kalau tidak dilakukan pemupukan biasanya padi tersebut tidak berisi atau hampa. Dipihak lain pupuk menurut mereka tidak tersedia. Untuk padi jenis lokal, tanpa dilakukan pemupukan tetap memberikan hasil. Untuk tanaman karet saat penelitian ini dilaksanakan telah berumur kurang lebih 30 tahun. Dan jenis karet yang diusahakan adalah karet jenis lokal. Hasil observasi di lapangan, kondisi kebun tidak terawat, banyak terserang penyakit seperti Jamur Akar Putih Rigidoporus lignosus, busuk bidang sadap Phytophthora palmivora dan Ceratocystis fimbriata, mati pucuk Colletotrichum gloeosporoides, gulma tumbuh sangat banyak, jarak tanaman yang tidak teratur. Sedangkan keadaan kebun kelapa sawit, pada saat penelitian baru berumur sekitar 2,5 tahun. Penanaman dengan jarak tanam yang teratur yaitu 9x9x9m yang juga ditumbuhi oleh gulma, akan tetapi gulma yang ada tidak separah di kebun karet. Berkenaan dengan pengelolaan lahan rawa lebak berbasis sumberdaya lokal untuk mengembangkan usahatani berkelanjutan di lokasi penelitian, sesuai hasil analisis sebelumnya dan dihubungkan dengan daya dukung dan ketersediaan sumberdaya lokal serta sasaran yang diinginkan, maka penerapan sistem pertanian terpadu adalah alternatif sistem pertanian yang perlu dilakukan. Model pengelolaan Usahatani Lahan Rawa Lebak UTLRL dari hasil penelitian ini merupakan suatu bentuk rekomendasi kebijakan. Dari tiga skenario yang disusun sebagai alternatif pilihan dalam penerapan pengelolaan lahan rawa lebak berkelanjutan, dengan mempertimbangkan ketersediaan sumberdaya lokal di lokasi penelitian, maka skenario yang direkomendasikan dari penelitian ini adalah skenario III baik di Desa Sungai Ambangah maupun Desa Pasak Piang. Berdasarkan hasil kajian dan sasaran yang diinginkan, maka model yang paling sesuai untuk dikembangkan dalam rangka pengelolaan lahan rawa lebak adalah sistem pertanian terpadu. Sebelum dijelaskan lebih lanjut, terlebih dahulu akan diuraikan tentang sistem pertanian terpadu. Sistem pertanian terpadu artinya pertanian yang mengintegrasikan antara tanaman dan ternak di dalam suatu lahan usahatani. Sebaliknya sistem pertanian campuran adalah pertanian yang mengusahakan beberapa jenis tanaman pada suatu hamparan lahan usahatani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktek sistem pertanian ini dapat menekan kerusakan sumberdaya lahan dan lingkungan Suryana et al. 1995, sekaligus dapat meningkatkan pendapatan petani. Tambahan pendapatan petani, berasal dari peningkatan berat badan sapi, nilai pupuk organik dan peningkatan produksi gabah kering giling. Hasil penelitian yang dilaporkan oleh Dwiyanto dan Haryanto 2001 dalam Soekardono 2009 menunjukkan bahwa peningkatan pendapatan petani tersebut hingga 100 apabila dibandingkan dengan pola tanam padi tanpa ternak. Dimana sekitar 40 dari pendapatan tersebut berasal dari pupuk organik yang dihasilkan oleh ternak. Menurut Sulaimen 2009 pertanian terpadu atau integrated farming adalah usaha pertanian dengan kelola berkesinambungan, sehingga tidak dikenal limbah sebagai produk sampingan, semua bagian hasil pertanian diasumsikan sebagai produk ekonomis dan semua kegiatan adalah profit center, hasil samping dari salah satu sub bidang usaha menjadi bahan baku atau bahan pembantu sub bidang lainnya yang masih terkait. Ilustrasi yang sederhana adalah pada usaha budidaya jagung, produk bukan hanya jagung pipilan kering sedangkan biaya pembuangan batangnya di lahan dan dibakar menjadi bebancost, tetapi dalam pertanian terpadu meskipun ada biaya pengumpulan batang jagung dari lahan tetapi dapat diproses menjadi silage pakan ternak ruminansia atau disimpan sebagai pakan kering, sehingga untuk jumlah yang memenuhi kriteria ekonomis justru akan membuka cluster ekonomi baru. Konsep pertanian terpadu diutamakan pada pendayagunaan sumberdaya yang tersedia ditingkat petani dengan prinsip yang menserasikan tiga faktor penting manusia, lahan dan ternak yang berinteraksi secara sembiosa mutualistis guna membuat sistem usahatani menjadi lebih produktif Tim P3PK-UGM, 1988 antara Lahan, tanaman dan ternak. Ternak dapat diberi makanan tidak hanya rumput, melainkan juga dari limbah pertanian. Selain itu agar output yang dihasilkan tidak hanya berupa ternak, maka perlu dilakukan upaya pemanfaatan limbah ternak berupa kotoran ternak. Kotoran ternak atau biasa disebut pupuk kandang dapat langsung dimanfaatkan sebagai pupuk atau dijadikan kompos. Selanjutnya kompos ini dapat dijadikan sebagai pupuk. Pupuk kandang dan kompos, selain dapat digunakan sendiri oleh petani, juga dapat dijual untuk meningkatkan penghasilan keluarga. Menurut Devendra 1993 dalam Dwiyanto 2001, ada delapan keuntungan dari penerapan integrasi usaha tanaman dan ternak crop-livestock system, yaitu 1 diversifikasi penggunaan sumberdaya produksi, 2 mengurangi terjadinya risiko, 3 efisiensi penggunaan tenaga kerja, 4 efisiensi penggunaan komponen produksi, 5 mengurangi ketergantungan energi kimia dan energi biologi serta masukan sumberdaya lainnya dari luar, 6 sistem ekologi lebih lestari dan tidak menimbulkan polusi sehingga melindungi lingkungan hidup, 7 meningkatkan output, dan 8 mengembangkan rumah tangga petani yang lebih stabil. Rangnekar et al. 1995 menyatakan pertanian terpadu mempunyai peranan komplementer dan juga suplementer di dalam produksi pertanian. Ternak menjadi sarana penting untuk mengatasi risiko dan daur ulang biomasa. Ternak diketahui juga dapat berintegrasi secara baik dengan berbagai sistem tanaman. Devendra 1993 dalam Bruchem dan Zemmelink 1995 menyebutkan bahwa di dalam skala kecil usahatani terpadu, ternak ruminansia lebih berperan penting dari pada yang lain karena mampu memanfaatkan serat kasar dari residu tanaman. Pakan ternak dari bahan ini, walaupun berkualitas rendah, sering menjadi pakan utama terutama pada musim kering. Ternak ruminansia mempunyai kegunaan ganda. Selain memproduksi daging dan susu, ternak dapat menghasilkan kulit untuk pakaian dan input utama usahatani, seperti kotoran ternak. Ternak juga menjadi sumber uang tunai yang strategis dalam masa kritis setiap tahun. Ternak juga signifikan menyumbang pendapatan rumah tangga petani sehingga membantu mengatasi kemiskinan dan meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga. Dalam upaya pemanfaatan sumberdaya lokal secara optimal, pada kawasan persawahan dapat dikembangkan usaha pemeliharaan sapi. Hal ini berkaitan dengan adanya jerami padi yang berlimpah setiap kali musim panen. Untuk memanfatkan potensi pakan berserat tersebut, perlu dikembangkan rencana unit usaha yang meliputi unit proses peningkatan kualitas nutrisi jerami padi, unit pemanfaatan jerami padi yang telah diproses sebagai pakan sapi, unit pembuatan pupuk organik serta unit pemanfaatan pupuk organik untuk menjaga kelestraian kesuburan lahan persawahan. Dengan demikian pada satu kawasan persawahan dapat menghasilkan padi sebagai produk utama, daging sebagai hasil usaha peternakan. Penggunaan pupuk organik pada lahan persawahan memberikan peluang untuk menambah kandungan bahan organik tanah serta mikrobiologi tanah. Dengan penggunaan pupuk organik juga diharapkan akan mengurangi biaya pupuk anorganik. Dalam kaitannya dengan penyediaan pupuk organik tersebut, maka pemeliharaan sapi pada lahan persawahan dan kebun karet, kelapa sawit dapat memberikan peluang besar untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang ada pada kawasan tersebut, misalnya jerami padi yang dapat digunakan sebagai pakan sapi yang pada gilirannya sapi akan menghasilkan kotoran yang dapat diproses menjadi pupuk organik. Dengan demikian pada lahan persawahan tersebut, selain menghasilkan pangan dalam bentuk beras juga akan mampu menghasilkan daging. Lahan pertanian memerlukan pupuk organik untuk mempertahankan kesehatan tanah serta kecukupan unsur hara tanaman. Integrasi sapi pada lahan persawahan ini pada prinsipnya untuk memanfatkan potensi sumberdaya lokal setempat dalam rangka mempertahankan kesehatan lahan melalui siklus unsur hara secara sempurna dari sawah, jerami, sapi pupuk organik dan kembali ke sawah lagi BPTP, 2003. Pola integrasi antara tanaman dan ternak atau yang sering disebut dengan pertanian terpadu, adalah memadukan antara kegiatan peternakan dan pertanian. Pola ini sangat menunjang dalam penyediaan pupuk kandang di lahan pertanian, sehingga pola ini sering disebut pola peternakan tanpa limbah karena limbah peternakan digunakan untuk pupuk, dan limbah pertanian untuk pakan ternak. Integrasi hewan ternak dan tanaman dimaksudkan untuk memperoleh hasil usaha yang optimal, dan dalam rangka memperbaiki kondisi kesuburan tanah. Interaksi antara ternak dan tanaman harus saling melengkapi, mendukung dan saling menguntungkan, sehingga dapat mendorong peningkatan efisiensi produksi dan meningkatkan keuntungan hasil usahatani. Sistem pengolahan ternak sapikerbau dalam suatu kawasan pertanian hendaknya dapat disesuaikan dengan jenis tanaman pangan yang diusahakan. Ternak yang dipelihara dirancang, sehingga tidak menggangu tanaman yang diusahakan. Dalam hal ini tanaman pangan sebagai komponen utama dan ternak menjadi komponen kedua. Ternak diberikan makanan hasil limbah jerami dari sawah, atau ternak dapat digembalakan di pinggir atau pada lahan yang belum ditanami dan pada lahan setelah pemanenan hasil, sehingga ternak dapat memanfaatkan limbah tanaman pangan, gulma, rumput, semak dan hijauan pakan yang tumbuh di sekitar lahantempat tersebut. Sistem ini, ternak dapat mengembalikan unsur hara dan memperbaiki struktur tanah melalui urine dan kotoran padatnya. Praktek pertanian terpadu pada dasarnya adalah suatu praktek pertanian yang telah populer dikalangan petani, bahkan telah banyak dilakukan. Dalam prakteknya petani dapat memanfaatkan limbah tanaman misal jerami sebagai pakan ternak sehingga tidak perlu mencari pakan lagi, petani juga dapat menggunakan tenaga sapikerbau dalam pengolahan tanah, dan ternak sapikerbau dapat digunakan sebagai investasi tabungan yang sewaktu-waktu dapat dijual untuk keperluan yang mendesak. Praktek pertanian terpadu merupakan praktek pertanian yang perlu digalakan, mengingat sistem ini di samping menunjang pola pertanian organik yang ramah lingkungan, juga mampu meningkatkan usaha peternakan. Komoditas sapi merupakan salah satu komoditas yang penting yang harus terus ditingkatkan, sehingga rencana kecukupan daging dalam negeri dan sekaligus dapat mengurangi bahkan terlepas dari ketergantungan impor daging dan ternak serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas usaha peternakan. Oleh karena itu, upaya ini dapat digalakan pada tingkat petani baik dalam rangka penggemukan ataupun dalam perbanyakan populasi, serta produksi susu. Dengan meningkatnya populasi ternak sapi akan mampu menjamin ketersediaan pupuk kandang di lahan pertanian. Sehingga program pertanian organik dapat terlaksana dengan baik, kesuburan tanah dapat terjaga, dan pertanian bisa berkelanjutan. Integrasi ternak dan tanaman, tidak hanya terbatas pada budidaya padi pangan atau hortikultura dengan sapi dan kerbau saja, namun dapat dikembangkan lebih luas melalui integrasi dalam sistem lahan kering dan perkebunan. Semuanya tergantung dari usaha pertanian yang dikembangkan setempat, sehingga limbah pertanian dapat bervariasi seperti misalnya limbah jerami padi di lahan sawah, limbah jerami jagung di lahan kering, dan limbah dari berbagai tanaman lainnya. Demikian juga dalam pemilihan jenis ternak, tidak hanya terbatas pada pengusahaan hewan besar seperti yang telah disebutkan di atas, namun juga dapat diintegrasikan antara ternak unggas ayam, itik atau ternak lain. Kotoran ternak unggas cukup potensial dimanfaatkan sebagai pupuk, karena kandungan hara dalam kotoran ayam relatif cukup tinggi yang dapat mencapai 2,6 N, 3,1 P dan 2,4 K. Praktek ini juga telah banyak dilakukan di daerah perkebunan. Dengan praktek ini pemanfaatan lahan dapat dilakukan secara optimal. Di dalam implementasinya, tanaman perkebunan sebagai komponen utama dan tanaman rumput dan ternak yang merumput di atasnya merupakan komponen kedua. Praktek ini dapat diperoleh keuntungan antara lain :1 dari tanaman perkebunan dapat menjamin tersedianya tanaman peneduh bagi ternak, sehingga dapat mengurangi stress karena cuaca yang kurang menguntungkan bagi ternak, 2 meningkatkan kesuburan tanah melalui proses kembalinya air seni dan kotoran berupa padatan ke dalam tanah, 3 meningkatkan kualitas pakan ternak, serta membatasi pertumbuhan gulma, 5 meningkatkan hasil tanaman perkebunan dan 6 meningkatkan keuntungan ekonomis termasuk hasil ternaknya. Konsep dan pemikiran sistem integrasi ternak-tanaman dalam menunjang kebijakan pengembangan agribisnis peternakan menjadi sangat penting selain upaya meningkatkan produktivitas pertanian secara terpadu. Peranan peternakan dalam ekosistem mempunyai posisi yang cukup penting dengan adanya keuntungan-keuntungan sampingan seperti produksi pupuk kandang yang mutlak dibutuhkan dalam melestarikan tanah sebagai basis ekologi, disamping menunjang sektor kehidupan sebagai produsen hewani dan tenaga kerja. Dengan demikian kesuburan tanah dapat ditingkatkan yang selanjutnya dapat meningkatkan produksi usahatani per satuan luas tanah. Disisi lain, hasil sampingan dari tanaman yang diusahakan dapat dimanfaatkan sebagai makanan ternak. Interaksi ternak dengan tanah menurut Idham et al. 2005 mempunyai tiga aspek yaitu: 1 adaptasi ternak secara biologi, 2 kemampuan lahan menghasilkan hijauan pakan ternak dan 3 pola pemeliharaan dan daya tampung areal yang tersedia. Gambar 30 menunjukkan integrasi antara tanaman baik tanaman pangan dan tanaman perkebunan dengan ternak sapi, kambing, ayam dan itik. Dari tanaman pangan dan tanaman perkebunan dapat diperoleh hasil segar tanaman. Selain itu, juga diperoleh limbah yang dapat dijadikan sebagai pakan ternak atau limbah tersebut diolah terlebih dahulu menjadi kompos. Ternak, selain dapat menghasilkan produk segar, juga menghasilkan limbah padat dan cair yang dapat digunakan dalam proses pembuatan kompos. Integrasi tanaman dan ternak ini pada akhirnya dapat memberikan pendapatan tambahan bagi petani Rustam et al., 2009. Gambar 30 Sistem usahatani terpadu di adopsi dari Rustam et al. 2009 Untuk mendapatkan gambaran tentang sejauh mana keuntungan yang dapat diperoleh dari hasil usaha peternakan, maka berikut ini disajikan hasil analisis ekonomi usaha peternakan, khususnya ternak sapi, kambing, itik dan ayam. Perhitungan di bawah ini hanya difokuskan kepada pendapatan dari hasil penjualan daging dan telur, tanpa diikuti dengan perhitungan pendapatan dari limbah urine dan feces yang dihasilkan oleh masing-masing ternak tersebut. 1. Ternak Sapi Sapi merupakan salah satu jenis ternak yang sudah dikenal secara luas dikalangan masyarakat perdesaan, bahkan telah banyak diusahakan baik untuk skala peternakan rakyat maupun skala peternakan besar. Menurut Soehadji 1992, komposisi peternakan rakyat untuk masing-masing jenis ternak pengusahaan sapi potong dan sapi perah mencapai 99,6, dan 91,1. Namun, kontribusi usaha ternak sapi terhadap pendapatan usahatani keluarga relatif masih rendah. Untuk itu, pengembangan usaha ternak sapi menjadi suatu sistem agribisnis hendaknya lebih mengutamakan kesejahteraan dan tidak mematikan usaha peternakan rakyat. Melihat kondisi sosial ekonomi peternak yang ada di perdesaan dengan mata pencaharian utama sebagai petani, maka pengembangan agribisnis peternakan rakyat tidak terlepas dari usahatani lainnya, sehingga peningkatan skala usaha ternak harus mengkombinasikan berbagai faktor produksi yang dimiliki agar hasil yang diperoleh lebih optimal Noferdiman dan Novra, 2002. Hasil analisis Tim Peneliti P3R Unram 2004 menunjukkan bahwa pengembangan ternak sapi bali secara finansial layak untuk dikembangkan. Nilai BC rasio untuk sistem pemeliharaan terkurung untuk penggemukan feed lot sebesar 1,12; sedangkan nilai BC rasio untuk sistem penggembalaan bersama sebesar 1,19 dan mini ranc sebesar 1,10. Sebagai perbandingan, rata-rata penghasilan bersih yang diperoleh dari hasil penggemukan ternak sapi sebesar Rp300 000,- sampai Rp400 000,- per ekor per per bulan dengan rentang waktu 4 – 5 bulan untuk setiap kali periode pemeliharaan. Untuk saat ini harga sapi yang akan digemukkan berkisar antara Rp3,5 – 4 juta, kemudian setelah dipelihara 4 – 5 bulan dapat dijual dengan harga Rp5 – 5,5 juta. Sementara itu untuk pengembangan sapi bibit, rata-rata lama waktu pemeliharaan sampai menghasilkan bibit yang bisa dijual adalah 1 satu tahun dengan harga jual berkisar antara Rp1,6 – 2 juta. Jadi rata-rata penghasilan setiap bulannya berkisar antara Rp125 000,- sampai Rp170 000,-. Penghasilan sebesar ini diperoleh tanpa membeli pakan zero cost, dimana pakan disediakan sendiri oleh peternak, baik untuk penggemukan maupun pembibitan. 2. Ternak Kambing Kambing merupakan salah satu komoditas ternak yang cukup potensial untuk dikembangkan. Ternak ini banyak dipelihara di perdesaan, karena telah dikenal kemampuannya beradaptasi pada lingkungan yang sederhana, miskin pakan, dan dapat lebih efesien dalam mengubah pakan berkualitas rendah menjadi air susu dan daging. Selain itu, pemeliharaannya relatif muda, kambing juga sebagai penghasil kompos dan merupakan tabungan keluarga sewaktu- waktu dapat dijual. Pemeliharaan ternak ini hanya memerlukan luasan lahan yang relatif sempit, mudah dipasarkan, biaya pemeliharaannya rendah, dapat memanfaatkan hasil sampingan pertanian, dan mempunyai adaptasi yang tinggi dengan risiko yang rendah Knipscheer et al., 1983. Ternak kambing cukup banyak dipelihara petani di lokasi penelitian, disamping usahatani tanaman pangan, perkebunan dan perikanan. Potensi pengembangan usahatani tanaman – ternak di lokasi penelitian cukup besar mengingat produktivitas tanaman padi yang dihasilkan belum maksimal. Hasil analisis usaha ternak kambing oleh Badan Pengkajian Pertanian Lampung 2009, menunjukkan bahwa dari 9 sembilan ekor yang terdiri atas 1 satu jantan dan 8 delapan ekor betina dapat diperoleh pendapatan sebesar Rp1 166 150 per tahun. Uraian selengkapnya disajikan pada Tabel 66. Tabel 66 Analisa usahatani ternak kambing skala usaha 9 ekor dengan pemberian Blok Suplemen Pakan BSP Uraian Perlakuan Kontrol + BSP Penerimaan Rpth Total biaya Rpth Pendapatan Rpth 8 019 750 6 853 600 1 166 150 9 274 500 5 389 500 2 165 300 Ket : Skala usaha 9 ekor 1 pejantan + 8 induk Pakan tradisional petani hijauanlimbah pertanian Sumber: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung 2009 3. Ternak Itik Meskipun tidak sepopuler ternak ayam, itik mempunyai potensi yang cukup besar sebagai penghasil telur dan daging. Jika dibandingkan dengan ternak unggas yang lain, ternak itik mempunyai kelebihan diantaranya adalah memiliki daya tahan terhadap penyakit. Oleh karena itu, usaha ternak itik memiliki risiko yang relatif lebih kecil, sehingga sangat potensial untuk dikembangkan Budiraharjo, 2006. Hasil sarasehan pengembangan peternakan itik di Jawa Tengah, ternak itik merupakan salah satu aset nasional dan sekaligus komoditas yang bisa diandalkan sebagai sumber gizi dan sumber pendapatan masyarakat. Menurut Suparwoko dan Waluyo 2009 ternak itik mempunyai potensi yang cukup potensial di lahan rawa lebak dengan menggunakan paket teknologi perlakukan pakan dan pemeliharaan secara semi intensif dan intensif. Hasil pengkajian yang dilakukan, angka kematian sangat rendah pada semi intensif dan tidak ada kematian pada pemeliharaan secara intensif. Dan sistem pemeliharaan secara semi intensif dapat meningkatkan produksi telur sebesar 40,36. Hasil penelitian Anggraeni 2002 menunjukkan bahwa pendapatan usaha ternak itik dalam sebulan berdasarkan sistem pemeliharaan tradisional dapat mencapai Rp370 494,51,- per bulan dengan jumlah itik yang diusahakan sebanyak 50 ekor. Hasil selengkapnya disajikan pada Tabel 67. Tabel 67 Rata-rata pendapatan peternak itik sistem pemeliharaan tradisional RpBulan Uraian Sistem pemeliharaan tradisional 50 ekor 200 ekor 500 ekor Penerimaan Total biaya Pendapatan 463 500 93 005,49 370 494,51 1 854 000 372 021,96 1 481 978,04 8 037 090 984 068 7 053 022 Sumber: diolah dari Anggraeni 2002 4. Ternak Ayam Ternak ayam, merupakan jenis unggas yang telah umum diusahakan oleh masyarakat perdesaan, khususnya ayam buras lokal. Ayam buras merupakan singkatan dari Ayam Bukan Ras atau ayam kampung Suci 2009. Dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha ternak ayam buras dapat diandalkan sebagai sumber pendapatan keluarga cash income, sebagai tabungan dan membantu dalam penyediaan pangan bergizi hewani Togatorop, 1994. Ayam buras juga diketahui mampu beradaptasi dengan baik pada berbagai lingkungan, sehingga dapat ditemukan diseluruh pelosok Indonesia Zubaedah, 1993. Namun demikian usaha ini, masih menemui berbagai kendala, seperti tingginya tingkat kematian. Hal ini lebih disebabkan oleh latar belakang teknis pemeliharaan oleh masyarakat, yang memperlakukan sebagai usaha sampingan, dengan tujuan untuk diambil daging dan telurnya sebagai penambah gizi keluarga serta dijual pada saat membutuhkan uang. Dengan kata lain, usaha ini hanya merupakan pelengkap, tanpa didorong oleh manfaat lain dari hasil ternak ayam tersebut. Oleh karena itu, cara pandang seperti ini perlu dirubah ke arah sistem beternak yang lebih baik atau berorientasi agribisnis. Peternak ayam buras, biasanya membiarkan ayam-ayam mereka berkeliaran diumbar di kebun atau di pekarangan dalam mencari makan, karena peternak jarang memberi pakan pada ayam-ayamnya. Mengingat keberadaan dan pemilikan ayam buras yang sudah umum dikalangan masyarakat di perdesaan, maka usaha untuk meningkatkan peranan ayam buras dalam upaya meningkatkan produktivitas serta pengembangan sistem produksi yang lebih baik. Upaya ini dapat dimulai dengan jalan melakukan penyeleksian terhadap bibit-bibit ayam. Selanjutnya diikuti dengan perbaikan sistem pemeliharaan. Perbaikan sistem pemeliharaan meliputi sistem perkandangan, perbaikan mutu pakan dan pemeliharaam kesehatan ternak. Selain faktor teknis, juga perlu adanya pembinaan motivasi ke arah usaha yang bernilai ekonomis untuk peningkatan pendapatan keluarga petani. Untuk mencapai keberhasilan tersebut, maka perlu dilakukan suatu program penyuluhan dan pembinaan untuk meningkatkan pengetahuan petani dalam melakukan usahatani ayam buras yang lebih ekonomis. Hasil penelitian Suci 2009 menunjukkan bahwa pendapatan usaha ternak ayam dalam setahun berdasarkan sistem pemeliharaan umbaran atau tradisional dapat mencapai Rp1 494 900 per tahun dengan jumlah ayam buras yang diusahakan sebanyak 10 ekor. Hasil selengkapnya disajikan pada Tabel 68. Tabel 68 Analisis ekonomi usaha ternak ayam Rpth No Uraian Biaya Rp I. Investasi Modal tetap - Kandang - Induk - Anak + pemanas - Bibit ayam betina 9 ekor - Bibit ayam jantan 1 ekor 150 000 150 000 100 000 270 000 35 000 Jumlah 705 000 II. Biaya Produksi 1 tahun a. Pakan - Ayam dewasa - Ayam muda 2-4 bulan - Anak ayam 0 – 2 bulan b. Vaksin - Induk + jantan - Ayam muda - Anak ayam c. Penyusutan kandang 20 912 500 567 000 972 000 4 000 19 800 43 000 80 000 Jumlah 2 498 300 III. Pendapatan - Produksi telur ±35 butirperiode - Penjualan ayam 45 ekor x Rp 22000ekor 583 200 3 510 000 Jumlah 4 093 200 Keuntungan dalam setahun I – II – III 1 494 900 Sumber: Suci 2009 Dari uraian-uraian di atas, selanjutnya dilakukan simulasi integrasi pola pertanian terpadu. Hal ini dimasudkan untuk memperoleh pola integrasi antara tanaman dan ternak yang dapat dilakukan di kedua lokasi penelitian. Pola integrasi ini dilakukan, dengan mempertimbangan ketersediaan dan kesesuaian lahan, karakteristik petani dan pengetahuan petani terhadap usaha ternak tersebut. Dan hal yang juga perlu mendapatkan perhatian dari hasil simulasi ini adalah seberapa besar kontribusi dari usaha tersebut dapat meningkatkan pendapatan petani. Simulasi pola pertanian terpadu yang memungkinkan untuk diimplementasikan di kedua lokasi penelitian ini secara rinci disajikan pada Tabel Lampiran 19. Selanjutnya dari hasil simulasi pola integrasi Tabel Lampiran 19, dilakukan juga perhitungan besarnya kanaikan pendapatan yang diperoleh petani dari masing-masing pola usahatani yang disusun. Hasil tersebut berupa asumsi penerimaan usahatani sebagaimana disajikan pada Tabel Lampiran 20. Estimasi pendapatan dari hasil simulasi model pertanian terpadu di Desa Sungai Ambangah Tabel Lampiran 20, menunjukkan bahwa untuk integrasi tanaman dengan ternak sapi bentuk p11 padi – ratun – padi, karet, kelapa sawit diperoleh pendapatan tertingi sebesar Rp24 468 000,- per tahun diikuti bentuk p19 padi – padi, kelapa sawit, bentuk p15 padi – ratun, karet, kelapa sawit. Selanjutnya integrasi dengan ternak kambing model p34 padi – ratun – padi, karet, kelapa sawit diperoleh pendapatan tertinggi sebesar Rp23 033 000,- per tahun diikuti model p42 padi – padi, karet, kelapa sawit, bentuk p38 padi – ratun – jagung, karet, kelapa sawit. Selanjutnya integrasi dengan ternak itik bentuk p57 padi – ratun – padi, karet, kelapa sawit diperoleh pendapatan tertinggi sebesar Rp25 314 000,- per tahun diikuti model p65 padi – padi, karet, kelapa sawit, bentuk p61 padi – ratun – jagung, karet, kelapa sawit. Selanjutnya integrasi dengan ternak ayam model p80 padi – ratun – padi dan karet dan kelapa sawit diperoleh pendapatan tertinggi sebesar Rp22 362 900,- per tahun diikuti bentuk p88 padi – padi, karet, kelapa sawit, bentuk p84 padi – ratun – jagung, karet, kelapa sawit. Estimasi pendapatan dari hasil simulasi model pertanian terpadu di Desa Pasak Piang Tabel Lampiran 21, menunjukkan bahwa untuk integrasi dengan ternak sapi model p11 padi – ratun – padi dan karet dan kelapa sawit diperoleh pendapatan tertingi sebesar Rp29 862 350,- per tahun diikuti bentuk p19 padi – padi, kelapa sawit, model p7 padi – ratun, karet, kelapa sawit. Selanjutnya integrasi dengan ternak kambing bentuk p34 padi – ratun – padi, karet, kelapa sawit diperoleh pendapatan tertinggi sebesar Rp28 427 350,- per tahun diikuti bentuk p42 padi – padi, karet, kelapa sawit, bentuk p38 padi – ratun – jagung, karet, kelapa sawit. Selanjutnya integrasi dengan ternak itik bentuk p57 padi – ratun – padi – karet, kelapa sawit diperoleh pendapatan tertinggi sebesar Rp30 708 350,- per tahun diikuti bentuk p65 padi – padi – karet, kelapa sawit, bentuk p61 padi – ratun – jagung, karet, kelapa sawit. Selanjutnya integrasi dengan ternak ayam bentuk p80 padi – ratun – padi, karet, kelapa sawit diperoleh pendapatan tertinggi sebesar Rp28 427 350,- per tahun diikuti bentuk p88 padi – padi – karet, kelapa sawit, bentuk p84 padi – ratun – jagung, karet, kelapa sawit. Dari hasil simulasi penyusunan pola integrasi Tabel Lampiran 19, selanjutnya dipilah masing-masing berdasarkan jenis tanaman dan jenis ternak. Adapun integrasi tersebut terdiri atas integrasi padi, jagung, karet dan kelapa sawit. Uraian lebih selengkapnya untuk masing-masing pola tanam tersebut disajikan berikut ini. 1. Pola usahatani padi dan jagung berbasis sumberdaya tanaman lokal Berikut ini Tabel 69, memperlihatkan bentuk-bentuk pola usahatani antara tanaman padi dan jagung dengan masing-masing jenis ternak. Tabel 69 Pola usahatani padi dan jenis ternak No Simbol pola tanam Musim tanam dengan berbagai pola dan ternak MT 1 MT 2 Jenis ternak Padi Ratun PadiJagung Pola usahatani padi dan jenis ternak 1. p1 padi - - Sapi 2. p24 padi - - Kambing 3. p47 padi - - Itik 4. p70 padi - - Ayam Pola usahatani padi - ratun dan jenis ternak 1. p4 padi ratun - Sapi 2. p27 padi ratun - Kambing 3. p50 padi ratun - Itik 4. p73 padi ratun - Ayam Pola usahatani padi - ratun - padi dan jenis ternak 1. p8 padi ratun padi Sapi 2. p31 padi ratun padi Kambing 3. p54 padi ratun padi Itik 4. p77 padi ratun padi Ayam Pola usahatani padi - ratun - jagung dan jenis ternak 1. p12 padi ratun jagung Sapi 2. p35 padi ratun jagung Kambing 3. p58 padi ratun jagung Itik 4. p81 padi ratun jagung Ayam Pola usahatani padi - padi dan jenis ternak 1. p16 padi - padi Sapi 2. p39 padi - padi Kambing 3. p62 padi - padi Itik 4. p85 padi - padi Ayam Pola usahatani padi - jagung dan jenis ternak 1. p20 padi - jagung Sapi 2. p43 padi - jagung Kambing 3. p66 padi - jagung Itik 4. p89 padi - jagung Ayam Sumber: Hasil olahan Selanjutnya Tabel 70 berikut ini memperlihatkan bentuk-bentuk pola integrasi dan musim tanam padi dan jagung terhadap masing-masing jenis ternak. Tabel 70 Berbagai pola tanam padi dan jagung terhadap jenis ternak Simbol pola tanam Musim tanam, pola tanam dan jenis ternak MT1 MT2 Jenis ternak Padi ratun PadiJagung p1 Padi - - Sapi p4 Padi Ratun - Sapi p8 Padi Ratun Padi Sapi p12 Padi Ratun Jagung Sapi p16 Padi - Padi Sapi p20 Padi - Jagung Sapi p2 Padi - - Kambing p27 Padi Ratun - Kambing p31 Padi Ratun Padi Kambing p35 Padi Ratun Jagung Kambing p39 Padi - Padi Kambing p43 Padi - Jagung Kambing p47 Padi - - Itik p50 Padi Ratun - Itik p54 Padi Ratun Padi Itik p58 Padi Ratun Jagung Itik p62 Padi - Padi Itik p66 Padi - Jagung Itik p70 Padi - - Ayam p73 Padi Ratun - Ayam p77 Padi Ratun Padi Ayam p81 Padi Ratun Jagung Ayam p85 Padi - Padi Ayam p89 Padi - Jagung Ayam Sumber: Hasil olahan 2. Pola usahatani Karet Berikut ini Tabel 71 memperlihatkan bentuk-bentuk integrasi tanaman perkebunan khususnya tanaman karet dengan masing-masing ternak. Tabel 71 Pola integrasi tanaman karet dan jenis ternak No Simbol pola tanam Pola tanamam karet dan ternak Tanaman Jenis ternak 1. p2 Karet Sapi 2. p25 Karet Kambing 3. p48 Karet Itik 4. p71 karet Ayam Sumber: Hasil olahan 3. Pola usahatani Kelapa Sawit Berikut ini Tabel 72 memperlihatkan bentuk-bentuk integrasi tanaman perkebunan khususnya tanaman kelapa sawit dengan masing-masing jenis ternak. Tabel 72 Pola integrasi tanaman kelapa sawit dan jenis ternak No Simbol pola tanam Pola tanamam perkebunan dan ternak Tanaman Jenis ternak 1. p3 Kelapa sawit Sapi 2. p26 Kelapa sawit Kambing 3. p49 Kelapa sawit Itik 4. p72 Kelapa sawit Ayam Sumber: Hasil olahan

7.4 Model Pengembangan Usahatani Berdasarkan Pola Tanam Tanaman Setahun