49 tidak langsung. Asas kearifan lokal adalah bahwa dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat. Wewenang pengelolaan lingkungan hidup oleh
masayarakat juga diakomodir dalam Bab IV Pasal 8, bahwa sumberdaya alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran
rakyat, serta pengaturannya ditentukan oleh Pemerintah.
2.7. Hasil Penelitian Terdahulu dengan Analisis Indeks Keberlanjutan
Hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan topik penelitian ini baik dari metode penelitian maupun dari pendekatan sistem yaitu: 1 Wonny
Ahmad Ridwan 2006 dengan judul penelitian Model Agribisnis Peternakan Sapi Perah Berkelanjutan pada Kawasan Pariwisata di Kabupaten Bogor Kasus
Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung, 2 Dwi Iswari 2008 dengan judul penelitian Indeks Keberlanjutan Pengembangan Kawasan Sentra
Produksi Jeruk dengan Rap-CITRUS Studi Kasus di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, dan 3 Hardy Benry Simbolon 2009 dengan judul penelitian Model
Analisis Kebijakan Pengembangan Kawasan Transmigrasi Berkelanjutan Studi Kasus: Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya, Kabupaten Pontianak.
Ridwan 2006 analisis berkelanjutan dilakukan dengan menggunakan multidimensional
scalling MDS, yang mengukur enam atribut dimensi berkelanjutan yaitu dimensi ekologis, dimensi ekonomi, dimensi sosial budaya,
dimensi hukum, dimensi kelembagaan, dan dimensi teknologi sedangkan dimensi waktu dilihat dari analisis sistem dinamik dengan memanfaatkan nilai-nilai yang
telah ada. Berikut yang diuraikan hanya dimensi ekologi, dimensi ekonomi dan dimensi sosial.
Dimensi keberlanjutan ekologis adalah berkaitan dengan memelihara keberlanjutan daya dukung lingkungan sehingga tidak melewati batas
kemampuannya untuk mendukung seluruh aktifitas yang ada didalamnya dan meningkatkan kualitas dari ekosistem yang mendukung keberlanjutan
pengembangan sapi perah dilihat dari aspek lingkungannya. Ada 14 atribut yang menjadi ciri dan faktor keberlanjutan ekologis yaitu: 1 pemanfaatan limbah
ternak untuk kompos, 2 ketinggian, 3 kecocokan suhu, 4 kecocokan
50 kelembaban, 5 curah hujan, 6 kemiringan, 7 kesuburan tanah, 8 luas lahan
terbuka, 9 kepadatan ternak, 10 sarana pengolah limbah, 11 kepadatan penduduk, 12 daya dukung wilayah, 13 luas lahan pertanian, dan 14
produktivitas rata-rata sapi perah. Dimensi keberlanjutan ekonomi adalah menggambarkan bahwa
keberlanjutan pengembangan sapi perah harus memperhatikan kesejahteraan pelaku usaha sapi perah dan dapat mempertahankan dan meningkatkan tingkat
kesejahteraannya. Terdapat 14 atribut yang menjadi ciri dan faktor keberlanjutan ekonomi yaitu: 1 kontribusi terhadap pendapatan asli daerah PAD, 2 tingkat
upah yang diberikan, 3 tingkat keuntungan, 4 adanya pembatasan usaha, 5 besarnya subsidi, 6 proporsi pendapatan terhadap pengeluaran konsumsi rata-
rata, 7 kepemilikan sapi laktasi rata-rata, 8 penyerapan tenaga kerja informal dari setiap peternak, 9 sumber modal, 10 kepemilikan usaha, 11 prospek
permintaan produksi, 12 potensi pertumbuhan, 13 ketersediaan sarana produksi, dan 14 pemasaran produksi.
Dimensi keberlanjutan sosial budaya menggambarkan bahwa keberlanjutan pengembangan usaha sapi perah harus memperhatikan interaksi
komunitas peternak dan masyarakat sekitarnya serta manfaat yang dapat diambil oleh masyarakat dari adanya pengembangan sapi perah. Terdapat sembilan atribut
yang menjadi ciri dan faktor keberlanjutan sosial budaya yaitu: 1 pengalaman beternak sapi perah, 2 pekerjaan orang tua, 3 respon masyarakat terhadap
peternakan sapi perah, 4 pertumbuhan rumah tangga peternakan, 5 adanya protes masyarakat terhadap keberadaan peternakan sapi perah, 6 jumlah RT
peternakan dibandingkan sektor lain, 7 persentase peternakan dari total pendapatan, 8 adanya kebiasaanadat yang mengatur pengelolaan alam, dan 9
partisipasi keluarga dalam peternakan. Hasil penelitian Ridwan 2006 adalah dimensi ekologis, ekonomi, sosial
budaya, hukum, kelembagaan, dan teknologi dengan 63 atribut dapat mendukung mengukur tingkat keberlanjutan agribisnis sapi perah di Kecamatan Cisarua dan
Kecamatan Megamendung dengan nilai berada pada tingkat 67,13 dalam skala 0 – 100, atau dalam kategori cukup berkelanjutan. Dimensi ekologis berada pada
posisi 74,55 dari indeks 0 – 100, atau dalam kategori cukup berkelanjutan.
51 Analisis leverage dalam RAPDAIRY memperlihatkan atribut pengungkit adalah
atribut produktivitas, atribut pengelolaan limbah, atribut ketinggian, atribut luas lahan pertanian, dan atribut daya dukung wilayah. Dimensi ekonomi mempunyai
nilai 57,5 atau dalam kategori cukup berkelanjutan dari indeks 0 – 100. Atribut pengungkit yang sangat berperan terhadap keberlanjutan agribisnis sapi perah
adalah atribut potensi pertumbuhan, atribut prospek permintaan susu, dan atribut ketersediaan sarana produksi. Dimensi sosial budaya berada pada tingkat 37,40
dari skala 0 – 100, atau dalam kategori kurang berkelanjutan dan seluruh atribut yang ada dalam dimensi sosial budaya masuk dalam kategori penting dan
berkontribusi dalam peningkatan keberlanjutan agribisnis sapi perah. Iswari 2008, analisis berkelanjutan dilakukan dengan menggunakan
multidimentional scalling MDS, dengan kategori nilai indeks keberlanjutan
IKB yang kurang dari 50 atau 50 termasuk dalam kriteria “tidak berkelanjutan” sedangkan IKB dengan nilai lebih besar dari 50 atau 50
termasuk kriteria “berkelanjutan”. Atribut enam dimensi berkelanjutan yaitu dimensi ekologi, dimensi sosial, dimensi ekonomi, dimensi teknologi, dimensi
kelembagaan, dan dimensi etika dan hukum. Berikut yang diuraikan hanya dimensi ekologi, dimensi ekonomi dan dimensi sosial.
Dimensi keberlanjutan ekologi menyertakan 17 atribut dalam analisis keberlanjutan. Atribut yang menunjukkan kondisi di lapangan pengembangan
KSPJB untuk dimensi ekologi yaitu: 1 luas lahan usahatani jeruk yang dikelola, 2 luas lahan usahatani bukan jeruk yang dikelola, 3 jumlah tanaman jeruk yang
dimiliki, 4 jumlah tanaman yang mati selama pertumbuhan, 5 rata-rata umur tanaman jeruk yang dimiliki, 6 produktivitas per tanaman, 7 tingkat serangan
kutu sisik, 8 tingkat serangan Phytophthora sp, 9 tingkat serangan CVPD, 10 jarak kebun dengan rumah, 11 lama tanaman terendam airbanjir, 12 tindakan
konservasi pada lahan miring yang dilakukan, 13 pengelolaan lahan dan lingkungan, 14 curah hujan, 15 lama masa kering, 16 penggunaan bibit, dan
17 kesesuaian lahan dan agroklimat jeruk. Dimensi keberlanjutan ekonomi terdapat sembilan atribut yaitu: 1 hasil
selain jeruk, 2 tanaman sela jarak4 tahun, 3 tanaman sela jarak4tahun, 4 keuntungan dari usahatani jeruk yang diperoleh, 5 cara menjual buah jeruk
52 yang dihasilkan, 6 tempat penjualan jeruk, 7 daya saing produk, 8 akses
jalan, dan 9 akses pasar. Dimensi keberlanjutan sosial terdapat delapan atribut yaitu: 1
kepemilikan lahan, 2 status lahan yang digunakan, 3 tingkat pendidikan, 4 umur petani, 5 penggunaan waktu untuk usahatani jeruk, 6 partisipasi keluarga
usia kerja 16 – 54 tahun dalam usahatani jeruk, 7 pandangan masyarakat terhadap usaha tani jeruk, dan 8 respon petani terhadap penggunaan tenaga kerja
dengan bertambahnya umur tanaman. Hasil penelitian Iswari 2006, indeks keberlanjutan IKB KSPJB hasil
simulasi Rap-CITRUS melalui lima dimensi keberlanjutan yaitu dimensi ekologi, sosial, ekonomi, teknologi, dan kelembagaan menunjukkan bahwa secara
keseluruhan pengembangan KSPJB di Kabupaten Agam termasuk dalam kategori tidak berkelanjutan, dengan IKB sebesar 47. IKB dimensi ekologi dan sosial
sebesar 51 dan 56 termasuk dalam kriteria berkelanjutan sedangkan dimensi ekonomi, teknologi dan kelembagaan berturut-turut sebesar 48, 41 dan 31
termasuk dalam kriteria tidak berkelanjutan. Simulasi Rap-CITRUS melalui peningkatan ke 14 atribut sensitif terhadap keberlanjutan dapat meningkatkan IKB
eksisting gabungan lima dimensi dari 46,91 menjadi 54,29 berkelanjutan, dimensi teknologi dan kelembagaan belum menunjukkan berkelanjutan berturut-
turut sebesar 42,63 dan 49,35. Faktor dominansensitif yang berpengaruh terhadap keberlanjutan KSPJB
hasil analisis leverage ada 14 atribut yang diuraikan hanya 10 diantaranya hanya yang berhubungan dengan dimensi ekologi, dimensi ekonomi dan dimensi sosial.
Dimensi ekologi 4 memperlihatkan atribut pengungkit adalah atribut rata-rata umur tanaman, atribut jumlah tanaman mati, atribut lama terendam, dan atribut
serangan CVPD. Dimensi ekonomi 2 memperlihatkan atribut pengungkit adalah atribut keuntungan jeruk, dan akses jalan. Dimensi sosial 4 memperlihatkan
atribut pengungkit adalah tingkat pendidikan petani, status lahan, partisipasi keluarga, dan pandangan tentang usahatani jeruk.
Simbolon 2009, analisis berkelanjutan dilakukan dengan menggunakan multidimentional
scalling MDS, dengan kategori nilai indeks keberlanjutan lebih dari 75 maka pengembangan tersebut berkelanjutan sustainable dan
53 sebaliknya jika kurang 75 maka termasuk dalam kriteria belum berkelanjutan
unsustainable. Pada kondisi belum berkelanjutan, terdapat beberapa strata yang menunjukkan kondisi kawasan yakni cukup berkelanjutan, kurang berkelanjutan,
dan tidak berkelanjutan. Atribut dari lima dimensi berkelanjutan yaitu dimensi ekologi, dimensi sosial, dimensi ekonomi, dimensi teknologi, dan dimensi hukum
dan kelembagaan. Berikut yang diuraikan hanya dimensi ekologi, dimensi ekonomi dan dimensi sosial.
Keberlanjutan ekologi adalah stabilitas global untuk seluruh ekosistem, khususnya sistem fisik dan biologi. Dalam kaitan dengan pengembangan kawasan
transmigrasi keberlanjutan ekologi adalah menjaga keanekaragaman hayati, konservasi lahan dan air, tidak melakukan eksploitasi berlebih terhadap
sumberdaya alam dan tidak terjadi pembuangan limbah yang melebihi kapasitas asimilasi lingkungan. Atribut dimensi ekologi 14 keberlanjutan pengembangan
Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya adalah: 1 pemanfaatan limbah pertanian untuk pupuk organik, 2 pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan ternak, 3
penggunaan pupuk organik, 4 penggunaan pestisida kimiawi, 5 lahan kesuburan tanah, 6 tingkat pemanfaatan lahan, 7 tingkat kesesuaian
penggunaan lahan, 8 agroklimat, 9 ketersediaan tempat pembuangan sementara TPS limbah pertanian, 10 pola pengembangan usahatani, 11 penggunaan
bibit untuk kegiatan usahatani, 12 ketersediaan air, 13 frekuensi musim tanam, dan 14 pola tanam.
Keberlanjutan ekonomi adalah arus maksimum pendapatan yang dapat diciptakan dari asset modal yang minimal dengan manfaat yang optimal. Dalam
kaitan dengan pengembangan Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya dimensi keberlanjutan ekonomi terdapat 15 atribut yaitu: 1 keuntungan, 2 kontribusi
terhadap pajak bumi dan bangunan PBB terhadap desa sekitar, 3 rata-rata penghasilan masyarakat transmigran relatif terhadap upah minimum regional
UMR Provinsi Kalimantan Barat, 4 transfer keuntungan, 5 besarnya pasar, 6 tempat menjual hasil pertanian, 7 besarnya subsidi, 8 harga komoditi hasil
pertanian, 9 kemampuan teknis pengelolaan keuangan, 10 akses masyakarat transmigran terhadap sumber modal, 11 tabungan keluarga, 12 kepemilikan
teknologi untuk kegiatan usahatani, 13 komoditi unggulan, 14 perubahan
54 prasarana ekonomi 10 tahun terakhir, dan 15 perubahan jumlah sarana ekonomi
10 tahun terakhir. Keberlanjutan sosial adalah terjaganya stabilitas sistem sosial dan
budaya, termasuk reduksi konflik yang merusak. Dalam kaitan dengan pengembangan kawasan transmigrasi keberlanjutan dimensi sosial adalah
terpenuhinya kebutuhan dasar manusia pangan, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, mencegah terjadinya berbagai konflik, menciptakan keadilan dalam
kehidupan masyarakat, terjadinya pemerataan pemdapatan, terbukanya kesempatan berusaha, dan partisipasi masyarakat. Atribut dimensi sosial
keberlanjutan pengembangan Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya 15 yaitu: 1 sosialisasi pekerjaan individual atau kelompok, 2 pengetahuan terhadap
lingkungan, 3 tingkat pendidikan relatif terhadap pendidikan tingkat provinsi, 4 frekuensi konflik antara masyarakat lokal-transmigran, 5 partisipasi keluarga
dalam kegiatan usahatani, 6 respon masyarakat lokal terhadap masyarakat transmigran, 7 frekuensi penyuluhan dan pelatihan tentang lingkungan, 8
besarnya pengaruh daerah sekitar, 9 adanya tokoh panutan yang disegani, 10 kerukunan hidup antar umat beragama, 11 budaya gotong-royong, 12 status
kesehatan masyarakat, 13 status gizi masyarakat, 14 pertambahan penduduk yang masuk di kawasan transmigrasi, dan 15 frekuensi kegiatan mentalspiritual.
Hasil penelitian Simbolon 2009, indeks keberlanjutan IKKTrans 45,85 pada skala 0 – 100. Dari lima dimensi keberlanjutan yang dianalisis, dimensi
sosial serta dimensi hukum dan kelembagaan tergolong pada kategori cukup berkelanjutan, sedangkan dimensi ekologi, ekonomi, dan teknologi tergolong
kurang berkelanjutan. Faktor-faktor sensitif sebagai pengungkit yang mempengaruhi
keberlanjutan pengembangan Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya adalah: dimensi ekologi 5: pemanfaatan limbah pertanian untuk pupuk organik, tingkat
pemanfaatan lahan, ketersediaan air, penggunaan pestisida kimiawi, dan ketersediaan TPS limbah pertanian. Dimensi ekonomi 4 memperlihatkan atribut
pengungkit adalah harga komoditi hasil pertanian, tempat menjual hasil pertanian, besarnya pasar, dan transfer keuntungan. Dimensi sosial 4 memperlihatkan
atribut pengungkit adalah pengaruh daerah sekitar, respon masyarakat lokal,
55 partisipasi keluarga dalam kegiatan usahatani, dan frekuensi konflik. Skenario
pengembangan kawasan yang optimal memberikan hasil yang cukup berkelanjutan dengan nilai IKKTrans 68,42 dan skenario moderat memberikan
hasil yang cukup berkelanjutan dengan nilai IKKTrans 56,76 pada skala 0 – 100.
III. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada areal lahan pasca tambang batubara di Kabupaten Kutai Kartanegara. Lokasi penelitian terdapat di dua kecamatan yaitu
Kecamatan Tenggarong Seberang dan Kecamatan Sebulu. Pemilihan kedua kecamatan tersebut diambil secara purposive sampling karena mempunyai luas
wilayah dan potensi terbesar batubara yaitu hampir mencapai 97 dari seluruh cadangan batubara yang terdapat di Kabupaten Kutai Kartanegara.
Sampel perusahaan pertambangan batubara dipilih areal PT Kitadin yang terdapat di Kecamatan Tenggarong Seberang dan areal PT Tanito Harum yang
terdapat di Kecamatan Sebulu. Kedua perusahaan tersebut merupakan perusahaan terbesar dan memiliki wilayah operasional terluas. Peta lokasi penelitian dapat
dilihat pada Gambar 6. Penelitian dilaksanakan dari bulan April 2008 hingga Desember 2009.
3.2. Jenis Data dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer meliputi kondisi ekologi-fisik lingkungan tanah, air dan vegetasi serta
persepi masyarakat terhadap keberadaan tambang batubara. Data sekunder terdiri dari data sosial, ekonomi, dan kebijakan terkait pertambangan batubara. Jenis
data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data serta output yang di harapkan untuk tiap tujuan penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
3.3. Metode Pengumpulan Data dan Analisis Data
Metode pengumpulan data dan analisis data disesuaikan dengan tiga dimensi yaitu dimensi ekologi, dimensi ekonomi dan dimensi sosial. Komponen
masing-masing dimensi yang diperlukan untuk justifikasi dan dibandingkan dengan sumber data referensi dan standar baku mutu. Metode pengumpulan dan
analisis data dapat dilihat pada Tabel 2.