38 9. Melaksanakan program pengembangan masyarakat setempat community
development dan dikoordinasikan dengan Pemerintah Daerah.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Paragraf 7 Pasal 36 tentang perizinan melengkapi
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan mengenai perizinan dengan mewajibkan setiap usaha danatau kegiatan yang
wajib memiliki AMDAL atau upaya pengelolaan lingkungan hidup UKL dan upaya pemantauan lingkungan hidup UPL, wajib memiliki izin lingkungan.
2.6.2. Peraturan Reklamasi Pertambangan
Kewajiban untuk melakukan reklamasi pasca pertambangan secara yuridis formal telah terdapat pada beberapa aturan dan kebijakan. Pada Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan pasal 30 juga disebutkan bahwa apabila selesai melakukan
penambangan bahan galian pada suatu tempat pekerjaan, pemegang kuasa pertambangan yang bersangkutan diwajibkan mengembalikan tanah sedemikian
rupa, sehingga tidak menimbulkan bahaya penyakit atau bahaya lainnya bagi masyarakat sekitarnya.
Hal tersebut di atas dipertegas kembali dalam KepMentamben Nomor 1211.K008M.PE1995 tentang pencegahan dan penanggulangan perusakan dan
pencemaran lingkungan pada kegiatan usaha pertambangan umum, yang dalam pasal 29 ayat 1 dan 2 menyebutkan: 1 Pengusaha pertambangan dapat
diwajibkan untuk menempatkan dana jaminan pelaksanaan reklamasi dan mendepositokan dana tersebut dalam rekening perusahaan yang bersangkutan di
suatu bank yang ditunjuk oleh pemerintah, 2 Besarnya dana jaminan pelaksanaan reklamasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan tata cara
penempatan serta pengembaliannya, ditetapkan oleh Direktur Jenderal, 3 Dana jaminan sebagaimana dimaksud ayat 1 Tidak membebaskan pengusaha
pertambangan untuk melaksanakan reklamasi. Walaupun dengan adanya jaminan dana reklamasi, pengusaha juga harus
melakukan penataan reklamasi lahan bekas tambang. Dalam Surat Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Nomor 1453 K29MEM2000, jumlah
39 jaminan reklamasi ditetapkan berdasarkan biaya reklamasi sesuai dengan Rencana
Tahunan Pengelolaan Lingkungan untuk jangka waktu 5 tahun dan bagi perusahaan tambang yang umurnya kurang dari lima tahun, jumlah jaminan
reklamasi ditetapkan sesuai dengan rencana reklamasi untuk jangka waktu umur tambangnya. Jaminan reklamasi ini harus ditempatkan sebelum melakukan
kegiatan penambangan atau operasi produksi dan diajukan kepada MenteriGubernurBupatiWalikota atau pejabat yang ditunjuk. Pencairan dana
jaminan reklamasi dilakukan beberapa tahap yaitu: 60 setelah penataan disposal atau penataan top soil dan 20 setelah melakukan revegetasi serta 20 setelah
kegiatan reklamasi dinyatakan selesai oleh MenteriGubernurBupati Walikota. Langkah-langkah konservasi seperti Konservasi Sumberdaya Alam
Hayati dan Ekosistemnya, konservasi tanah, konservasi air dan konservasi udara perlu dilakukan dalam rangka memacu pelaksanaan reklamasi agar sebanding
dengan lajunya aktifitas penambangan dan untuk mengoptimalkan upaya pemulihan lingkungan bekas tambang melalui program reklamasi sesuai dengan
Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Pencemaran lingkungan hidup dan aturan reklamasi menjadi penting diperhatikan sesuai KepMentamben Nomor 1211.K008M.PE1995 tentang
Pencegahan dan Penangulangan Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Umum, juga Keputusan Menteri Kehutanan
Nomor 146Kpts.II1994 tentang Pedoman Reklamasi Bekas Tambang dalam Kawasan Hutan dapat menjelaskan secara rinci.
Pencegahan dan penanggulangan perusakan dan pencemaran lingkungan dalam Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor
1211.K008M.PE1995, mengatur kewajiban pemilik kuasa pertambangan tentang reklamasi. KepMentamben Nomor 1211.K008M.PE1995 ini membuat
Peraturan Pemerintah Nomor 04PM Pertamb77 tanggal 28 September 1977 dan peraturan pelaksanaannya dinyatakan tidak berlaku lagi. Berikut diuraikan tentang
definisi untuk dapat memahami hal-hal tersebut. 1. Pencegahan dan penanggulangan perusakan dan pencemaran lingkungan
adalah salah satu upaya terpadu dalam pelaksanaan pengelolaan dan
40 pemantauan lingkungan sehingga tercapai tujuan pemanfaatan, penataan,
pemeliharaan, pengawasan pengendalian, pemulihan dan pengembangan lingkungan pada kegiatan usaha pertambangan umum.
2. Penambangan adalah kegiatan yang dilakukan baik secara manual maupun mekanis untuk mendapatkan bahan galian.
3. Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan
umum, agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya . 4. Pasca tambang adalah masa setelah berhentinya kegiatan tambang pada
seluruh atau sebagian wilayah usaha pertambangan eksploitasioperasi produksi, baik karena berakhirnya izin usaha pertambangan dan atau karena
dikembalikannya seluruh atau sebagian wilayah usaha pertambangan eksploitasioperasi produksi.
5. Tanah pucuk top soil adalah lapisan tanah pada horizon teratas yang mengandung unsur hara.
6. Tanah penutup adalah tanah dan atau batuan yang menutupi bahan galian atau berada di antara bahan galian.
7. Tailing adalah material buangan dari proses pengolahan. 8. Pengusaha pertambangan adalah pimpinan perusahaan pertambangan yang
ditunjuk sesuai ketentuan pada badan usaha perusahaan tersebut. 9. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang bertanggung jawab di bidang
pertambangan umum. Pasal 6 Kepmentamben Nomor 1211.K008M.PE1995 tertulis bahwa
pengusaha pertambangan wajib menyampaikan rencana tahunan pengelolaan lingkungan dan rencana tahunan pemantauan lingkungan kepada Kepala
Pelaksana Inspeksi Tambang dengan tembusan kepada Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang Wilayah. Rencana tahunan pengelolaan lingkungan yang memuat antara
lain rencana peruntukan lahan, teknik dan metode pengelolaan lingkungan, jadwalpelaksanaan pekerjaan dan penyelesaian tiap tahap reklamasi, luas lahan
yang akan direklamasi, jenis tanaman yang akan ditanam, dan perkiraan biaya. Rencana tahunan pemantauan lingkungan memuat antara lain parameter
41 lingkungan yang dipantau, lokasititik pantau, kekerapan pemantauan, perkiraan
biaya pemantauan. Perlakuan dan pengolahan untuk air larian diatur pada Pasal 9 dan 10,
disebutkan bahwa air aliran permukaan run off yang mengalir di permukaan daerah yang terbuka harus dialirkan melalui saluran yang berfungsi dengan baik
ke kolam pengendapan sebelum dibuang ke perairan umum. Kolam pengendapan harus dibuat di lokasi yang stabil serta terpelihara dan berfungsi dengan baik. Air
yang berasal dari kegiatan usaha pertambangan sebelum dialirkan ke perairan umum harus diolah terlebih dahulu sehingga memenuhi baku mutu lingkungan
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada pasal 11 disebutkan bahwa lereng yang dibentuk dan atau terbentuk pada kegiatan usaha
pertambangan harus mantap sesuai dengan kondisi lingkungan setempat. Reklamasi daerah bekas penambangan harus dilakukan secepatnya sesuai
dengan rencana reklamasi dan persyaratan yang telah ditetapkan. Reklamasi dinyatakan selesai apabila telah disetujui oleh Direktur Jenderal. Kepala Teknik
Tambang wajib melakukan penanaman kembali daerah bekas penambangan dan daerah yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan sesuai dengan studi
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Amdal atau Upaya Pengelolaan Lingkungan UKL dan Upaya Pemantauan Lingkungan UPL yang
bersangkutan. Pelaksanaan penambangan Pasal 15, yaitu: 1 pembukaan lahan harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan penambangan, 2 tanah pucuk top
soil hasil pengupasan harus segera dimanfaatkan untuk keperluan revegetasi, 3
tanah penutup hasil pengupasan dan material buangan lainnya harus ditimbun dengan cara yang benar dan pada tempat yang aman, 4 timbunan tanah penutup
dan material buangan lainnya harus dipantau secara berkala, 5 gangguan keseimbangan hidrologis harus seminimal mungkin, 6 kegiatan penambangan
dan penimbunan bahan galian, limbah serta penampungan air limpasan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga air tanah terhindar dari pencemaran, 7
kegiatan transportasi terutama yang melalui daerah pemukiman tidak boleh menimbulkan polusi udara.
Pelaksanaan kegiatan tambang permukaan dengan sistem jenjang perlu dilakukan studi tentang kemantapan lereng, sesuai dengan ketentuan peraturan
42 perundang-undangan yang berlaku. Tanah lapisan atas top soil yang tidak dapat
segera dimanfaatkan kembali untuk keperluan revegetasi, perlu diamankan dari perusakan dan erosi.
Pelaksanaan kegiatan tambang permukaan dan tambang bawah tanah sedapat mungkin dilakukan dengan metode pengisian kembali back filling.
Penambangan dengan metode pengisian kembali back filling harus memanfaatkan tanah penutup atau tailing sebagai bahan pengisian kembali daerah
bekas penambangan Pasal 16. Pengusaha pertambangan wajib menyampaikan laporan secara tertulis
kepada Direktur Jenderal mengenai rencana penutupan tambang, selambat- lambatnya 1 satu tahun sebelum berakhirnya operasi penambangan. Kewajiban
tersebut berlaku juga bagi rencana pengembalian seluruh atau sebagian dari wilayah usaha pertambangan tahap eksploitasioperasi produksi. Laporan rencana
penutupan tambang memuat mengenai adanya dampak lingkungan yang perlu dikelola pada pasca tambang dan pelaksanaan pengelolaan dampak lingkungan
dimaksud. Adapun batas waktu tanggung jawab pengusaha pertambangan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan pada pasca tambang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal. Pentingnya reklamasi juga tertuang dalam dalam Keputusan Menteri
Kehutanan dan Perkebunan Nomor: 146Kpts-II1999 tentang pedoman reklamasi bekas tambang dalam kawasan hutan tetap menimbang : 1 bahwa pada persiapan
penggunaan kawasan hutan harus sesuai dengan fungsi dan peruntukannya; 2 bahwa kegiatan usaha pertambangan dan energi dalam kawasan hutan yang
digunakan untuk menunjang pembangunan, telah mengakibatkan kerusakan lingkungan dan harus segera dilakukan reklamasi bekas tambang; 3 bahwa
dalam pelaksanaan reklamasi bekas tambang diperlukan koordinasi dan sinkronisasi yang sebaik-baiknya di pusat maupun di daerah; 4 bahwa dalam
rangka hal tersebut di atas perlu ditetapkan Pedoman Reklamasi Bekas Tambang dalam Kawasan Hutan dalam bentuk Keputusan Menteri Kehutanan dan
Perkebunan . Ketentuan umum Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor:
146Kpts-II1999 mendefinisikan :
43 a. Reklamasi bekas tambang yang selanjutnya disebut reklamasi adalah usaha
memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi dalam kawasan hutan yang rusak sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan dan energi agar
dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya. b. Kawasan hutan adalah wilayah-wilayah tertentu yang oleh Menteri Kehutanan
dan Perkebunan ditetapkan untuk dipertahankan sebagai hutan tetap. c. Perusahaan pertambangan dan energi adalah orang atau badan usaha yang
diberi hak untuk melaksanakan usaha pertambangan dan energi dalam kawasan hutan berdasarkan Kuasa Pertambangan dan Perjanjian Kerja.
d. Revegetasi adalah usahakegiatan penanaman kembali lahan bekas tambang. e. Rehabilitasi lahan adalah usaha memperbaiki, memulihkan kembali dan
meningkatkan kondisi lahan yang rusak kritis, agar dapat berfungsi secara optimal, baik sebagai unsur produksi, media pengatur tata air maupun sebagai
unsur perlindungan alam lingkungan. Pasal 2 menyebutkan bahwa tujuan reklamasi ialah untuk memulihkan
kondisi kawasan hutan yang rusak sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan dan energi sehingga kawasan hutan yang dimaksud dapat berfungsi kembali
sesuai dengan peruntukannya Pasal 2. Adapun kewajiban perusahaan pertambangan dan energi dicantumkan pada Pasal 3, yaitu : 1 Melaksanakan
reklamasi lahan bekas tambang atas kawasan hutan yang dipinjam-pakai, 2 Menanggung biaya pelaksanaan reklamasi lahan bekas tambang atas kawasan
hutan yang dipinjam-pakai, 3 Mempunyai organisasi pelaksana reklamasi lahan bekas tambang dalam kawasan hutan, 4 Melakukan usaha perlindungan dan
pengamanan hutan atas kawasan hutan yang dipinjam-pakai, 5 Perusahaan pertambangan dan energi wajib menyerahkan uang jaminan reklamasi, yang
diserahkan ke Bank yang ditunjuk pada saat perjanjian pinjam-pakai kawasan hutan untuk pertambangan dan energi, 6 Uang jaminan dapat berupa bank
garansi, 7 Besarnya uang jaminan reklamasi ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan tersendiri.
Menurut keputusan ini ruang lingkup reklamasi meliputi tahapan kegiatan Inventarisasi lokasi reklamasi, Penetapan lokasi reklamasi, Perencanaan
reklamasi Penyusunan reklamasi dan Penyusunan rancangan reklamasi dan
44 Pelaksanaan reklamasi yang meliputi: 1 penyiapan lahan, 2 pengaturan bentuk
lahan land scaping, 3 pengendalian erosi dan sedimentasi, 4 pengelolaan lapisan olah top soil, 5 revegetasi, dan 6 pemeliharaan.
Penentuan besarnya dana jaminan reklamasi ditentukan dan berpedoman terhadap dokumen AMDAL danatau UKLUPL yang telah ditetapkan
sebelumnya. Dimana di dalam dokumen AMDAL danatau UKLUPL terdapat besarnya dana yang dianggarkan untuk pelaksanaan reklamasi pasca tambang,
dengan mengacu hal tersebut maka pemerintah dan pengusaha menetapkan berapa besar dana jaminan reklamasi yang harus di setorkan ke bank yang telah ditunjuk
pemerintah. Dana jaminan reklamasi yang disetorkan ke bank dapat dikembalikan bila pengusaha telah melakukan reklamasi pasca tambang.
Penerapan di tingkat Kabupaten Kutai Kartanegara disesuaikan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara Nomor 2 Tahun 2001 tentang izin
usaha pertambangan umum daerah, yang juga merujuk pada hirarki peraturan di atasnya. Langkah-langkah Reklamasi dan Penutupan Tambang dan alur penentuan
jaminan reklamasi dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Alur Penentuan Dana Jaminan Reklamasi
Dokumen AMDAL danatau UKLUPL
Rencana Reklamasi sesuai Dokumen AMDAL
danatau UKLUPL
Besar Biaya yang Untuk Reklamasi Pasca
Tambang Penentuan Besar Jaminan
Reklamasi Pemerintah
Menteri, Gubernur, Bupati
Pengusaha
Penyetoran Uang Ke Bank
Bank
45 Penentuan dana jaminan reklamasi seperti yang telah di atur di dalam
pasal 23 Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang, menjelaskan bahwa jaminan reklamasi
harus menutup seluruh biaya pelaksanaan kegiatan reklamasi dan biaya pelaksanaan kegiatan reklamasi harus memperhitungkan pelaksanaan kegiatan reklamasi oleh pihak
ketiga, sedangkan mengenai mata uang jaminan reklamasi dapat ditempatkan dalam bentuk Rupiah maupun dolar Amerika Serikat. Adapun besarnya jaminan reklamasi
dihitung berdasarkan biaya 1 Biaya langsung yang meliputi antara lain: a penatagunaan lahan, b revegetasi, c pencegahan dan penanggulangan air asam
tambang, dan d pekerjaan sipil, 2 Biaya tidak langsung antara lain: a mobilisasi dan demobilisasi, b perencanaan kegiatan reklamasi, c administrasi dan keuntungan
pihak ketiga sebagai kontraktor pelaksana reklamasi, dan d supervisi Setelah pengusaha melakukan penempatan dana jaminan reklamasi maka
pengusaha tersebut berhak melakukan eksploitasi batubara. Tata cara penggalian tambang yang benar adalah dengan mengikuti tata cara yang sudah ditetapkan
pemerintah melalui pasal 15, Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor: 1211.K008M.PE1995 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan Perusakan dan
Pencemaran Lingkungan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Umum.
2.6.3. Kajian Lingkungan Hidup Strategis KLHS; Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup;Pengembangan Masyarakat dan Kemitrausahaan
Penggunaan sumberdaya alam harus selaras, serasi, dan seimbang dengan fungsi lingkungan hidup. Sebagai konsekuensinya, kebijakan, rencana, danatau
program pembangunan harus dijiwai oleh kewajiban melakukan pelestarian lingkungan hidup dan mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan. Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mewajibkan Pemerintah dan pemerintah daerah untuk
membuat Kajian Lingkungan Hidup Strategis KLHS untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah danatau kebijakan, rencana, danatau program. Hasil KLHS harus dijadikan dasar bagi kebijakan, rencana danatau program
pembangunan dalam suatu wilayah.
46 Definisi kajian lingkungan hidup strategis KLHS sesuai Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009 adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan
berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah danatau kebijakan, rencana, danatau program.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal 15 mewajibkan pemerintah dan pemerintah
daerah membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu
wilayah danatau kebijakan, rencana, danatau program. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melaksanakan KLHS sebagaimana dimaksud pada ayat
1 ke dalam penyusunan atau evaluasi: a. rencana tata ruang wilayah RTRW beserta rencana rincinya, rencana pembangunan jangka panjang RPJP, dan
rencana pembangunan jangka menengah RPJM nasional, provinsi, dan kabupatenkota; dan b. kebijakan, rencana, danatau program yang berpotensi
menimbulkan dampak danatau risiko lingkungan hidup. KLHS dilaksanakan dengan mekanisme: a. Pengkajian pengaruh
kebijakan, rencana, danatau program terhadap kondisi lingkungan hidup di suatu wilayah; b. perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, danatau
program; dan c. Rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan kebijakan, rencana, danatau program yang mengintegrasikan prinsip pembangunan
berkelanjutan. KLHS memuat kajian antara lain: a. kapasitas daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup untuk pembangunan; b. perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup; c. kinerja layananjasa ekosistem; d. efisiensi
pemanfaatan sumberdaya alam; e. tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim; dan f. tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman
hayati. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup secara rinci dapat dilihat pada paragraf 4 pasal 21 dan dampak penting ditentukan berdasarkan kriteria yang
dilengkapi dengan amdal sesuai pasal 22, pasal 23. Instrumen ekonomi lingkungan hidup seperti yang dimuat dalam Paragraf
8 Pasal 42 mengisyaratkan pentingnya melestarikan fungsi lingkungan hidup dan
47 menggerakkan perekonomian di kawasan pertambangan. Pasal 42 ayat: 1 Dalam
rangka melestarikan fungsi lingkungan hidup, pemerintah dan pemerintah daerah wajib mengambangkan dan menerapkan instrumen ekonomi lingkungan hidup, 2
Instrumen ekonomi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi: a. perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi; b. pendanaan
lingkungan hidup; dan c. insentif danatau disintensif. Insentif merupakan upaya memberikan dorongan atau daya tarik secara
moneter danatau non moneter kepada setiap orang ataupun pemerintah dan pemerintah daerah agar melakukan kegiatan yang berdampak positif pada
cadangan sumberdaya alam dan kualitas fungsi lingkungan. Disinsentif merupakan pengenaan beban atau ancaman secara meneter danatau nonmoneter
kepada setiap orang ataupun pemerintah dan pemerintah daerah agar mengurangi kegiatan yang berdampak negatif pada cadangan sumberdaya alam dan kualitas
fungsi lingkungan hidup. Pasal 43 ayat 3 menyatakan bahwa insentif danatau disinsentif antara lain diterapkan dalam bentuk :
a. Pengadaan barang dan jasa yang ramah lingkungan.
b. Penerapan pajak, retribusi dan subsidi lingkungan hidup.
c. Pengembangan sistem lembaga keuangan dan pasar modal yang ramah
lingkungan hidup. d.
Pengembangan sistem perdagangan izin pembuangan limbah danatau emisi. e.
Pengembangan sistem pembayaran jasa lingkungan hidup. f.
Pengembangan asuransi lingkungan hidup. g.
Pengembangan sistem label ramah lingkungan hidup, dan h.
Sistem penghargaan kinerja di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Mengenai sanksi lingkungan hidup menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 pasal 34 menyebutkan bahwa ”Setiap perbuatan melanggar hukum
berupa pencemaran danatau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup, mewajibkan penanggung jawab
usaha dan penyidik pejabat negeri sipil menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia”
dalam pasal 43 lebih spesifik lagi bunyinya ”Barang siapa yang dengan melanggar
48 ketentuan perundang-undangan yang berlaku, sengaja melepaskan atau
membuang zat, energi, danatau komponen lain yang berbahaya atau beracun masuk di atas atau ke dalam tanah, ke dalam udara atau ke dalam air permukaan,
atau sangat beralasan perbuatan tersebut dapat menimbulkan pencemaran danatau perusakan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan umum atau nyawa
orang lain, diancam hukuman pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000, tiga ratus juta rupiah” dan untuk perlindungan
masyarakat undang-undang ini mengatur dalam pasal 37 bahwa ”jika diketahui bahwa masyarakat menderita karena akibat pencemaran danatau perusakan
lingkungan hidup sedemikian rupa sehingga mempengaruhi perikehidupan pokok masyarakat, maka instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang
lingkungan hidup dapat bertindak untuk kepentingan masyarakat”. Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1997 selaras dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009 Bab XII Pasal 71 dan XV Pasal 96, 97 sampai dengan Pasal 120 dengan lebih ketat lagi mengenakan fungsi pengawasan sanksi administratif juga
ketentuan pidananya yang jauh lebih besar dibanding sebelumnya. Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang seluas-luasnya untuk
berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Peran masyarakat diatur dalam Bab XI Pasal 70 yaitu: 1 Masyarakat memiliki hak dan
kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, 2 Peran masyarakat dapat
berupa: a. pengawasan sosial, b. pemberian saran, pendapat, usul, keberatan dan pengaduan; danatau penyampaian informasi danatau laporan, 3 Peran
masyarakat dilakukan untuk: a. meningkatkan kepedulian dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, b. meningkatkan kemandirian, keberdayaan
masyarakat, dan kemitraan; c. menumbuhkembangkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial; dan mengembangkan dan
menjaga budaya dan kearifan lokal dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup. Selanjutnya fungsi pengawasan ini diatur dalam Bab XII Pasal 74.
Asas partisipatif adalah bahwa setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, baik secara langsung maupun
49 tidak langsung. Asas kearifan lokal adalah bahwa dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat. Wewenang pengelolaan lingkungan hidup oleh
masayarakat juga diakomodir dalam Bab IV Pasal 8, bahwa sumberdaya alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran
rakyat, serta pengaturannya ditentukan oleh Pemerintah.
2.7. Hasil Penelitian Terdahulu dengan Analisis Indeks Keberlanjutan