19
2.3. Pengelolaan Kawasan Pasca Tambang Batubara
Pengelolaan management berasal dari bahasa Italia 1561 yaitu maneggiare.
Bahasa Perancis lalu mengadopsi kata ini dari bahasa Inggris menjadi management yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur.
Manajemen adalah sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkordinasian, dan pengontrolan sumberdaya alam untuk mencapai sasaran
secara efektif dan efisien. Terdapat empat fungsi manajemen yaitu: 1 perencanaan planning, 2 pengorganisasian organizing, 3 pengarahan
directing, dan 4 pengevaluasian evaluating. George R. Terry 1977 menyatakan bahwa manajemen adalah suatu
proses yang berbeda yang terdiri dari planning, organizing, actuating, dan controlling
yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang ditentukan dengan menggunakan manusia dan sumberdaya lainnya. Berbagai jenis kegiatan yang
berbeda itulah yang membentuk manajemen sebagai suatu proses yang tidak dapat dipisah-pisahkan dan sangat erat hubungannya.
Pengelolaan management digunakan dalam meminimalkan degradasi lahan, air dan vegetasi melalui rehabilitasi baik kepenggunaan awal restorasi
maupun untuk peruntukkan lainnya reklamasi juga kepentingan ekonomi sosial melalui perencanaan, pengorganisasian, pengkordinasian dan pengontrolan
sumberdaya batubara yang dilakukan secara bersama-sama dengan stakeholder. Istilah reklamasi reclamation dideskripsikan sebagai proses umum dimana
permukaan lahan dipulihkan untuk peruntukan lain. Reklamasi didasarkan pada prinsip-prinsip dan pemulihan ekologi secara terintegrasi disebut restorasi
restoration. Pemulihan lingkungan pada dasarnya ditujukan untuk pengembalian menuju keadaan ekosistem semula dari aspek struktur dan fungsinya. Rehabilitasi
rehabilitation adalah istilah yang digunakan untuk proses ke depan dari pengembalian ke ekosistem semula, dengan menciptakan ekosistem alternatif
menuju ekosistem aslinya melalui penggantian atau replacement Johnson dan Tunner, 2000.
Tujuan akhir dari rencana reklamasi adalah untuk menstabilkan permukaan tanah sambil menyediakan kondisi fisik yang menunjang agar
20 terbentuknya kembali suatu komunitas spesies tumbuhan asli yang beragam dan
sama dengan lingkungan hutan primer Soeprapto dan Chairot, 2003. Areal yang terbuka dan terganggu direklamasi secara progresif. Strategi penanaman kembali
dilaksanakan untuk menstabilkan lahan terganggu dan meminimalkan erosi, karena kalau tidak demikian akan memperburuk mutu air permukaan Soeprapto
dan Chairot, 2003. Menurut Brata 2001, teknik mulsa vertikal efektif meresapkan air apabila dilakukan di setiap penggunaan lahan. Dengan demikian
setiap penggunaan lahan dengan mudah meresapkan air hujan, disimpan menjadi sumber air bagi tanaman dan lingkungan sekitarnya.
Hasil penelitian Tobing 1994 menunjukkan bahwa perlakuan mulsa vertikal lebih efektif menekan aliran permukaan dan erosi dibandingkan mulsa
konvensional. Rustam 2003 menyatakan bahwa penanaman untuk rehabilitasi areal tambang memerlukan media tanam yang menguntungkan bagi tanaman dan
pemilihan jenis yang benar sesuai keadaan lahan dan keinginan perusahaan. Pada lahan yang terbuka, biasanya didahului dengan menanam tanaman penutup tanah
cover crops yang juga berfungsi sebagai pupuk hijau, sedangkan pada lahan miring yang dibuat guludan dan teras ditanam tanaman jangkar, dan pada daerah
yang berdekatan dengan penduduk ditanam tanaman buah. Pemilihan jenis tanaman dalam rehabilitasi harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut: 1 tanaman harus bisa tumbuh cepat sehingga bila menutup tanah dalam waktu yang tidak lama, 2 mempunyai perakaran yang lebar dan atau
dalam, 3 jika ditanam pada daerah yang sering turun hujan harus mempunyai sifat mudah menguapkan air, 4 sebaliknya untuk daerah yang kering, tanaman
harus dipilih yang mempunyai sifat sulit menguapkan air, 5 tanaman harus bisa dimanfaatkan kemudian hari, artinya mempunyai prospek ekonomi yang baik.
Evaluasi pertumbuhan tanaman di lahan bekas galian tambang batubara telah dilakukan oleh Kustiawan dan Sutisna 1993 di kawasan reklamasi PT.
Multi Harapan Utama dan PT. Kitadin, Kabupaten Kutai Kartanegara. Tujuh jenis tanaman di kawasan reklamasi PT. Multi Harapan Utama telah diukur
pertumbuhannya. Jenis-jenis tersebut adalah Mangium Acacia mangium, Sengon Paraserianthes falcataria, Sungkai Peronema canescens, Angsana
Pterocarpus indicus, Gmelina Gmelina arborea Mahoni Swietenia sp dan
21 Agathis Agathis sp. Jenis tanaman yang tertua ditanam adalah Mangium,
Sengon, Sungkai dan Agathis. Pada umur 2 tahunan telah mencapai tinggi dan diameter berturut-turut : 726 cm dan 104 mm Mangium, 425 cm dan 67 mm
Sengon, 253 cm dan 54 mm Sungkai, 158 cm dan 26 mm Agathis. Hasil pengukuran tinggi dan diameter pada ketiga jenis lainnya adalah : Gmelina
berumur 1 tahun 3 bulan : 331 cm dan 70 mm; Angsana berumur 1 tahun 10 bulan: 312 cm dan 30 mm; Mahoni berumur 5 bulan : 71 cm dan 13 mm.
Di kawasan reklamasi PT. Kitadin, persentase tumbuh tanaman Sengon yang berumur 2½ bulan, hanya mencapai 69 dengan nilai rataan tinggi ± 60 cm
dan diameter ± 6 mm. Dari sejumlah tanaman yang tumbuh tersebut, terdapat lebih dari 20 semai yang tumbuh abnormal. Dengan memperhatikan hasil
analisis kimia tanah dan pertumbuhan tanaman yang dicapai di lahan bekas galian tambang batubara tersebut di atas, maka pemupukan tanah, mutlak diperlukan.
Hasil penelitian Padlie 1997 di PT. Multi Harapan Utama mempelajari sifat-sifat tanah pada areal bekas penambangan batubara terbuka yang berumur 1,
4 dan 6 tahun sejak kegiatan penambangan berakhir. Meski secara partial, namun hasil penelitiannya dapat dijadikan acuan bagi perkembangan profil tanah setelah
kegiatan penambangan berakhir. Pada profil tanah bekas penambangan 1 tahun batas lapisan A dan lapisan B relatif mudah dikenali, batas-batas lapisan lainnya
tidak jelas. Warna tanah, pada lapisan A adalah coklat sampai coklat gelap 7,5 YR 42, sedangkan pada lapisan B adalah kuning kemerahan 7,5 YR 78.
Struktur tanah hancur akibat proses penimbunan kembali tanah di blok bekas penambangan. Lapisan sub soil memiliki tekstur lempung berdebu dan lempung
liat berpasir sedangkan lapisan top soil mempunyai tekstur lempung liat berpasir. Tanah bekas penambangan 1 tahun belum menunjukkan terbentuknya lapisan
bahan organik baru yang dihasilkan dari jenis-jenis tanaman yang ditanam di lokasi tersebut.
Menurut Purnomo et al. 1997 untuk memperbaiki dan meningkatkan produktivitas tanah bekas tambang batubara perlu dilakukan pemupukan NPK
yang dapat meningkatkan tinggi dan diameter pertumbuhan tanaman Acacia auriculiformis
. Tanaman reklamasi seperti Vetiveria zizanioides, Peuraria javanica, Centrosema pubescens
, dan Calopogonium mucunoides dapat tumbuh
22 dan berkembang baik pada tanah timbunan sisa galian penambangan batubara
Tala’olu et al. 1999. Menurut Sinukaban 1983 pemberian pupuk buatan atau organik, pergiliran tanaman dengan tanaman leguminosa dan menghindari
pembakaran vegetasi atau sisa-sisa tanaman adalah cara-cara untuk menghindari dan memulihkan kerusakan tanah. Untuk memperbaiki sifat kimia, sifat fisik dan
biologi tanah timbunan diperlukan pengelolaan dan upaya tertentu sehingga areal tanah timbunan tidak terkesan gersang dan terhindar dari bahaya ancaman erosi
Tala’olu et al., 1995. Kabupaten Kutai Kartanegara menyadari bahwa peran dari eksploitasi
dan eksplorasi sumberdaya alam yang tidak mudah untuk diperbaharui non renewable resources
ini mesti diikuti dengan dicarikan alternatif dari sumberdaya alam yang dapat diperbaharui renewable resources, karena diperlukan waktu
yang lama mengembalikan sumberdaya alam seperti keadaan semula. Intervensi melalui disain kebijakan dan strategi pengelolaan kawasan pasca tambang
batubara dapat dijadikan alternatif memperpendek waktu pemulihan kawasan akibat kerusakan pada saat memanfaatkan sumberdaya alam batubara.
2.4. Konsep Sistem, Disain Kebijakan dan Strategi