93 Jumlah erosi yang diperbolehkan ditetapkan berdasarkan rumus Wood
dan Dent 1983 sebesar 23,3 tonhatahun, sehingga indeks bahaya erosi yang terjadi di PT. Kitadin dan PT. Tanito Harum dapat dikatakan telah mencapai
angka 5,2. Tingkat erosi dalam kajian ini dikelompokkan pada tiga kategori yaitu:
0 tinggi, 1 sedang, dan 2 rendah. Berdasarkan nilai IBE yang diperoleh, maka tingkat erosi telah berada pada kategori Indeks Bahaya Erosi tinggi.
4.2.5. Kemampuan Lahan
Penilaian lahan dalam evaluasi lahan dapat dianalisis dalam tiga aspek yaitu 1 kesesuaian lahan, 2 kemampuan lahan, dan 3 nilai lahan. Kemampuan
lahan menyangkut serangkaiansejumlah penggunaan sebagai contoh untuk pertanian, kehutanan, atau rekreasi. Klasifikasi kemampuan lahan adalah
pengelompokkan lahan ke dalam satuan-satuan khusus menurut kemampuannya untuk penggunaan intensif dan perlakuan yang diperlukan untuk dapat digunakan
secara terus menerus. Klasifikasi ini akan menetapkan jenis penggunaan yang sesuai dan jenis perlakuan yang diperlukan untuk dapat digunakan bagi produksi
tanaman secara lestari Sitorus, 2004. Kelas merupakan tingkat yang tertinggi dan bersifat luas dalam struktur
klasifikasi. Penggolongan ke dalam kelas didasarkan atas intensitas faktor-faktor penghambat yang permanen atau sulit diubah. Faktor-faktor yang bersifat
permanen dan sulit diubah dapat dilihat dari klasifikasi kemampuan lahan menurut Sitorus 2004, sebagai berikut:
1 Kelas I. Tanah pada kelas I mempunyai sedikit penghambat yang membatasi penggunaannya; sesuai untuk segala macam penggunaan pertanian. Kelas
ini dicirikan oleh tanah datar, bahaya erosi sangat kecil, solum dalam, umumnya berdrainase baik, mudah diolah, dapat menahan air dengan baik
dan responsif terhadap pemupukan. 2 Kelas II. Tanah pada lahan kelas II mempunyai sedikit penghambat yang
dapat mengurangi pilihan penggunaannya. Tanah di lahan kelas II membutuhkan pengelolaan tanah secara hati-hati meliputi tindakan
pengawetan, menghindari kerusakan dan memperbaiki hubungan air – udara
94 dalam tanah bila tanah ditanami. Penghambat dalam kelas ini dapat
merupakan sat atau kombinasi dari faktor berlereng landai, mempunyai kepekaan sedang terhadap erosi, dan struktur tanah yang sedikit kurang
baik. 3 Kelas III. Tanah pada lahan kelas III mempunyai lebih banyak penghambat
dari tanah di lahan kelas II, dan bila digunakan untuk tanaman pertanian memerlukan tindakan pengawetan khusus. Penghambat pada lahan kelas III
dapat merupakan satu atau lebih faktor-aktor berikut: lereng agak miring sangat peka terhadap bahaya erosi, berdrainase buruk, permeabilitas tanah
sangat lambat, solum dangkal yang membatasi daerah perakaran, kesuburan yang rendah dan tidak mudah diperbaiki.
4 Kelas IV. Tanah pada lahan kelas IV mempunyai penghambat yang lebih besar dibandingkan dengan kelas III sehingga pemilihan jenis pengunaan
atau jenis tanaman juga lebih terbatas. Tanah pada lahan kelas IV dapat digunakan untuk berbagai jenis penggunaan pertanian dengan ancaman dan
bahaya kerusakan yang lebih besar dari tanah di lahan kelas III. Tanah pada lahan kelas IV mempunyai salah satu atau lebih faktor penghambat berikut:
lereng curam, sangat peka terhadap bahaya erosi, solum dangkal, kapasitas menahan air rendah, dan drainase buruk.
5 Kelas V. Tanah pada lahan kelas V tidak sesuai untuk ditanami tanaman semusim, tetapi lebih sesuai untuk ditanami dengan vegetasi permanen
seperti tanaman makanan ternak atau dihutankan. Tanah pada lahan kelas V terletak pada tempat yang hampir datar, basah atau tergenang air atau terlalu
banyak batu di atas permukaan tanah. sebagai contoh tanah kelas V adalah: a tanah di daerah cekungan yang sering tergenang air, b tanah berbatu,
dan c tanah di daerah rawa-rawa yang sulit didrainasekan. 6 Kelas VI. Tanah pada lahan kelas VI tidak sesuai untuk digarap bagi usaha
tanaman semusim, tetapi sesuai untuk vegetasi permanen yang dapat digunakan sebagai tanaman makanan ternakpadang rumput atau
dihutankan, dengan penghambat yang sedang. Tanah pada lahan kelas VI mempunyai lereng yang curam, sehingga mudah tereosi atau telah
mengalami erosi yang sangat berat.
95 7 Kelas VII. Tanah pada lahan kelas VII tidak sesuai untuk digarap bagi usaha
tani tanaman semusim, dan sebaiknya digunakan untuk penanaman dengan vegetasi permanen seperti padang rumput atau hutan yang disertai dengan
tindakan pengelolaan yang tepat dan lebih intensip dari yang diperlukan pada lahan kelas VI. Tanah pada lahan kelas VII terletak pada lereng yang
sangat curam atau mengalami erosi berat, atau tanah sangat dangkalberbatu. 8 Kelas VIII. Tanah pada lahan kelas VIII tidak sesuai untuk ditanami
tanaman semusim dan usaha produksi pertanian lainnya dan harus dibiarkan pada keadaan alami di bawah vegetasi alami. Tanah pada lahan kelas VIII
merupakan tanah yang berlereng sangat curam atau permukaan sangat berbatu yang dapat berupa batuan lepas stone atau batuan singkapan rock
outcrops atau tanah pasir di pantai.
Berdasarkan klasifikasi kemampuan lahan menurut Sitorus 2004 dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
a. Dapat digarap, yaitu kelas kemampuan lahan I – IV
b. Tidak dapat digarap, yaitu kelas kemampuan lahan V – VIII.
Atribut kemampuan lahan untuk kepentingan MDS dalam kajian ini kemudian dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu: 0 tidak dapat digarap
sama sekali, 1 dapat digarap dengan perlakuan, dan 2 dapat digarap. Berdasarkan dari pengamatan, kemampuan lahan di lokasi penelitian
tergolong kategori kelas V – VII atau dikategorikan dapat digarap dengan perlakuan.
4.2.6. Tingkat Kesuburan Tanah