31 10. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara.
2.6.1. Peraturan Perolehan Perijinan Pertambangan, Hak dan Kewajian
Kuasa Pertambangan Beberapa isi peraturan dan kebijakan penambangan batubara dan pasca
tambang batubara yang akan dianalisis pada dasarnya mengacu pada Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Pertambangan. Perijinan merupakan hal yang sangat krusial di dalam penyelenggaraan usaha yang mengedepankan aspek legalitas berusaha.
Terkait dengan pemberian ijin penambangan batubara terdapat pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1969 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967. Bab I pasal 1 peraturan pemerintah tersebut menyatakan bahwa “Setiap usaha pertambangan bahan galian
yang termasuk dalam golongan bahan galian strategis dan golongan bahan galian vital baru dapat dilaksanakan apabila terlebih dahulu telah mendapatkan Kuasa
Pertambangan dari Menteri Pertambangan selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini disebut Menteri”. Pasal 2 mengatur hirarki surat penugasan,
dimana Surat Keputusan Penugasan Pertambangan adalah Kuasa Pertambangan yang diberikan oleh Menteri kepada Instansi Pemerintah untuk melaksanakan
usaha pertambangan. Surat Keputusan Izin Pertambangan Rakyat adalah Kuasa Pertambangan
yang diberikan oleh Menteri kepada Rakyat setempat untuk melaksanakan usaha pertambangan secara kecil-kecilan dan dengan luas wilayah yang sangat terbatas.
Surat Keputusan Pemberian Kuasa Pertambangan adalah Kuasa Pertambangan yang diberikan oleh Menteri kepada Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah,
badan lain atau perorangan untuk melaksanakan usaha pertambangan. Adapun pengurusan perizinan untuk pertambangan rakyat disebutkan
dalam Bab III Pertambangan Rakyat pasal 5, disebutkan bahwa Permintaan Izin Pertambangan Rakyat untuk melaksanakan usaha pertambangan diajukan kepada
Menteri dengan menyampaikan keterangan mengenai wilayah yang akan diusahakan dan jenis bahan galian yang akan diusahakan. Selanjutnya Menteri
dapat menyerahkan pelaksanaan permintaan Izin Pertambangan Rakyat kepada
32 GubernurKepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan dengan menyatakan syarat-
syarat dan petunjuk-petunjuk yang perlu diindahkan dalam pelaksanaannya. Izin Pertambangan Rakyat ini diberikan untuk jangka waktu selama-lamanya 5 lima
tahun dan bilamana diperlukan dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama.
Besarnya luasan wilayah yang dapat diberikan untuk satu Izin Pertambangan Rakyat diatur dalam pasal 6 yaitu tidak boleh melebihi 5 lima
hektar. Selanjutnya, jumlah luas wilayah Izin Pertambangan Rakyat yang diberikan kepada seseorang atau badan bukan koperasi tidak boleh melebihi 25
duapuluh lima hektar. Terkait dengan kuasa pertambangan, pada pasal 7 disebutkan bahwa
Pemegang Kuasa Pertambangan mempunyai wewenang untuk melakukan satu atau beberapa usaha pertambangan yang ditentukan dalam Kuasa Pertambangan
yang bersangkutan. Kuasa Pertambangan ini dapat berupa : 1. Kuasa pertambangan penyelidikan umum, yaitu kuasa pertambangan yang
berisikan wewenang untuk melakukan usaha pertambangan penyelidikan umum.
2. Kuasa pertambangan eksplorasi, yaitu kuasa pertambangan yang berisikan wewenang untuk melakukan usaha pertambangan eksplorasi. Kuasa
Pertambangan Eksplorasi diberikan oleh Menteri untuk jangka waktu selama- lamanya 3 tiga tahun, atas permintaan yang bersangkutan. Ketika
pemegang Kuasa Pertambangan Eksplorasi, telah menyatakan bahwa usahanya akan dilanjutkan dengan usaha pertambangan eksploitasi, maka
Menteri dapat memberikan perpanjangan jangka waktu Kuasa Pertambangan Eksplorasi selama-lamanya 3 tiga tahun lagi untuk pembangunan fasilitas-
fasilitas eksploitasi pertambangan, atas permintaan yang bersangkutan. 3. Kuasa pertambangan eksploitasi, yaitu kuasa pertambangan yang berisikan
wewenang melakukan usaha pertambangan dengan maksud untuk menghasilkan bahan galian dan memanfaatkannya.
Tata cara memperoleh kuasa pertambangan diatur dalam Pasal 13, dimana permintaan kuasa pertambangan diajukan sesuai dengan bentuk yang
ditetapkan oleh Menteri dengan ketentuan yaitu :
33 a. Untuk satu wilayah Kuasa Pertambangan harus diajukan satu permintaan
tersendiri. b. Lapangan-lapangan yang terpisah tidak dapat diminta sebagai satu wilayah
Kuasa Pertambangan. Permintaan Kuasa-kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum, Eksplorasi
atau Eksploitasi harus dilampirkan peta wilayah Kuasa Pertambangan yang diminta dengan penunjukan batas-batasnya yang jelas dengan ketentuan bahwa
khusus mengenai permintaan Kuasa Pertambangan Eksplorasi atau Eksploitasi peminta harus pula menyebutkan jenis bahan galian yang akan diusahakan.
Pasal 14 mengatur tentang permintaan kuasa pertambangan, peminta dengan sendirinya menyatakan telah memilih domisili pada Pengadilan Negeri
yang berkedudukan di dalam Daerah Tingkat I dari wilayah Kuasa Pertambangan yang diminta. Penjaminan terlaksananya usaha pertambangan tersebut, dalam
pasal 15 disebutkan bahwa Menteri berwenang untuk meminta dan menilai pembuktian kesanggupan dan kemampuan dari peminta Kuasa Pertambangan
yang bersangkutan. Pasal 16, sebelum menteri menyetujui sesuatu permintaan kuasa
pertambangan eksplorasi dan atau kuasa pertambangan eksploitasi, maka terlebih dahulu Menteri akan meminta pendapat dari GubernurKepala Daerah Tingkat I
yang bersangkutan. Mereka yang mempunyai hak atas tanah dan atau mereka yang berkepentingan yang akan mendapat kerugian karena adanya pemberian
Kuasa Pertambangan dapat mengajukan keberatan kepada GubernurKepala Daerah Tingkat I selambat-lambatnya dalam jangka waktu 3 tiga bulan sesudah
dikeluarkannya surat permintaan pendapat mengenai Kuasa Pertambangan termaksud.
Batasan luas wilayah untuk masing-masing kuasa pertambangan yang dapat diberikan, yaitu untuk satu Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum tidak
boleh melebihi 5.000 lima ribu hektar, untuk satu Kuasa Pertambangan Eksplorasi tidak boleh melebihi 2.000 dua ribu hektar, dan untuk satu Kuasa
Pertambangan Eksploitasi tidak boleh melebihi 1.000 seribu hektar. Apabila satu kuasa pertambangan luas wilayahnya melebihi ketentuan-ketentuan di atas,
34 maka peminta Kuasa Pertambangan harus terlebih dahulu mendapat izin khusus
dari Menteri Pasal 19. Jumlah luas wilayah beberapa Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum,
Kuasa Pertambangan Eksplorasi dan Kuasa Pertambangan Eksploitasi yang dapat diberikan kepada satu badan atau seorang pemegang Kuasa Pertambangan tidak
boleh melebihi berturut-turut 25.000 dua puluh lima ribu hektar, 10.000 sepuluh ribu hektar dan 5.000 lima ribu hektar dari wilayah hukum pertambangan
Indonesia. Sama halnya dengan satu kuasa pertambangan, untuk mendapat jumlah luas wilayah beberapa Kuasa Pertambangan yang melebihi luasan di atas, maka
Peminta Kuasa Pertambangan harus terlebih dahulu mendapat izin dari Menteri Pasal 21.
Terkait dengan pelaporan kegiatan diatur pada Pasal 35 disebutkan bahwa Pemegang Kuasa Pertambangan Eksploitasi diwajibkan menyampaikan
laporan mengenai perkembangan kegiatan yang telah dilakukannya kepada Menteri secara berkala setiap 3 tiga bulan sekali. Disamping itu setiap tahun
sekali diwajibkan pula menyampaikan laporan tahunan kepada Menteri mengenai perkembangan pekerjaan yang telah dilakukannya.
Pengaturan terhadap beberapa iuran, yaitu iuran tetap, iuran eksplorasi, dan iuran eksploitasi diatur dalam pasal 52. Pengertian iuran tetap ialah iuran yang
dibayarkan kepada negara sebagai imbalan atas kesempatan Penyelidikan Umum, Eksplorasi atau Eksploitasi pada suatu wilayah Kuasa Pertambangan. Iuran
Eksplorasi ialah Iuran Produksi yang dibayarkan kepada Negara dalam hal pemegang Kuasa Pertambangan Eksplorasi mendapat hasil berupa bahan galian
yang tergali atas kesempatan eksplorasi yang diberikan kepadanya. Sedangkan Iuran Eksploitasi ialah Iuran Produksi yang dibayarkan kepada Negara atas hasil
yang diperoleh dari usaha pertambangan eksploitasi sesuatu atau lebih bahan galian.
Pasal 53, 54, 55, mengatur iuran terhadap masing-masing pemegang kuasa pertambangan. Pada pasal 55 disebutkan bahwa Pemegang Kuasa
Pertambangan Eksploitasi diwajibkan membayar Iuran Tetap tiap tahun untuk tiap hektar wilayah Kuasa Pertambangannya. Pembayaran Iuran Tetap tersebut
35 dilakukan pada awal tiap tahun bersangkutan atau pada awal masa wajib bayar
iuran. mengadakan eksplorasi. Pemegang Kuasa Pertambangan Eksploitasi diwajibkan membayar Iuran
Eksploitasi atas hasil produksi yang diperoleh dari wilayah kuasa pertambangannya. Iuran Eksploitasi tersebut ditetapkan atas dasar tarip tertentu
menurut hasil produksi usaha pertambangan yang bersangkutan Pasal 58. Pengaturan terhadap hasil iuran-iuran tertuang dalam pasal 62 sesuai
dengan pasal 28 ayat 3 Undang-Undang Pokok Pertambangan maka kepada Daerah diberikan bagian dari hasil pemungutan Iuran Tetap, Iuran Eksplorasi dan
Iuran Eksploitasi dari usaha pertambangan yang terdapat dalam wilayah Daerah yang bersangkutan. Perimbangan pembagian hasil pemungutan iuran antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah ditetapkan sebesar 30 tiga puluh per seratus dan 70 tujuh puluh per seratus. Perimbangan pembagian antara
Pemerintah Daerah Tingkat I dan Pemerintah Daerah Tingkat II dari hasil pemungutan iuran-iuran tersebut yang merupakan bagian dari Pemerintah Daerah
ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri Dalam Negeri. Aturan yang terkait dengan perolehan ijin pertambangan pada tingkat
daerah akan mengacu kepada pedoman tata ruang wilayah yang ada. Pedoman ini pada tingkat propinsi Kalimantan Timur tertuang dalam Peraturan daerah propinsi
Kalimantan Timur Nomor 12 Tahun 1993 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Timur.
Selain itu secara rinci, pemerintah daerah juga memiliki peraturan yang terkait dengan usaha. Peraturan dan kebijakan ini tentunya sangat spesifik
terhadap kebutuhan daerah atau lokalitas wilayah. Peraturan ini pada tingkat kabupaten tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara Nomor
2 Tahun 2001 tentang izin usaha pertambangan umum daerah. Sampai saat ini pola pertambangan batubara masih mengikuti aturan-
aturan yang telah di buat oleh pemerintah, yang idealnya pola perizinan pertambangan batubara menurut Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara
Nomor 2 Tahun 2001 Tentang Izin Usaha Pertambangan Umum Daerah seperti yang dapat dilihat pada diagram Pengajuan Izin Usaha Pertambangan tertera pada
Gambar 4.
36 Izin Usaha Pertambangan IUP yang dikeluarkan oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara terdiri: 1. IUP Penyelidikan Umum: diberikan untuk jangka waktu 1 satu tahun dan
dapat diperpanjang untuk jangka waktu 1 satu tahun. 2. IUP Ekplorasi: diberikan untuk jangka waktu 3 tiga tahun dan dapat
diperpanjang 2dua kali untuk 1 satu tahun. 3. IUP Eksploitasi: diberikan untuk jangka waktu selama-lamanya 20 dua
puluh tahun dan dapat diperpanjang tiap 5 lima tahun. 4. IUP Pengelolaan dan Pemurnian: diberikan untuk jangka waktu selama-
lamanya 20 dua puluh tahun dan dapat diperpanjang tiap 5 lima tahun. 5. IUP Pengangkutan: diberikan untuk jangka waktu selama-lamanya 10
sepuluh tahun dan dapat diperpanjang tiap 5 lima tahun. 6. IUP Penjualan: diberikan untuk jangka waktu selama-lamanya 10 sepuluh
tahun dan dapat diperpanjang tiap 5 lima tahun.
Gambar 4. Diagram Pengajuan Izin Usaha Pertambangan Beberapa persyaratan yang harus dilengkapi oleh perusahan untuk
memperoleh ke enam IUP tersebut di atas yaitu : 1. Perusahaan memiliki Badan Hukum yang jelas.
Perusahan Berbadan Hukum: •
BUMD •
Koperasi •
Badan Hukum Swasta •
Badan Hukum Asing •
Perorangan •
Usaha Pertambangan Rakyat
Pengajuan Permohonan Izin Usaha Pertambangan IUP
Peta Wilayah Pertambangan
Status Tanah Wilayah
Pertambangan
Proposal Pembinaan
Masyarakat sekitar Pertambangan
AMDAL atau
UKLUPL
IUP Eksplorasi
IUP Eksploitasi
IUP Penyelidikan
Umum
IUP Pengelolaan dan
Pemurnian IUP
Pengangkutan IUP
Penjualan Pemda
Kab. Kutai Kartanegara
37 2. Mengajukan dan melengkapi blanko permohonan ijin dengan dilampirkan:
a. Peta wilayah pertambangan yang menunjukkan batas-batas titik koordinat secara jelas.
b. Status tanah atau wilayah yang bersangkutan. c. Proposal pembinaan masyarakat di sekitar lokasi tambang. tambahan
untuk izin ekploitasi. d. Dokumen AMDAL danatau UKLUPL sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Tambahan untuk izin ekploitasi. Pasal 21, disebutkan bahwa pemegang Ijin Usaha Pertambangan IUP
berkewajiban untuk: 1. Melaksanakan pemeliharaan di bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja K-
3, teknik pertambangan yang baik dan benar, serta pengelolaan lingkungan hidup, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
dan petunjuk-petunjuk dari Pejabat Pelaksana Inspeksi Tambang Daerah danatau oleh Pejabat Instansi lainnya yang berwenang.
2. Menyampaikan laporan tertulis hasil pengelolaan dan pemantauan lingkungan secara berkala kepada Dinas dan instansi teknis terkait yang bertanggung
jawab atas pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan Dokumen AMDAL danatau UKLUPL yang telah mendapat persetujuan dari pejabat
yang berwenang. 3. Mendaftarkan pada Dinas Pertambangan dan Energi semua peralatan tambang
dan memasang tanda pendaftaran menurut bentuk dan tempat yang akan diatur dan ditetapkan dalam Keputusan Bupati.
4. Mengutamakan tenaga kerja lokal yang disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan dan kemampuan tenaga kerja yang tersedia.
5. Melaksanakan reklamasi setelah penambangan berakhir. 6. Menyetor ke Pemerintah Kabupaten Kutai sebesar US 0,50ton lima puluh
sen US dolar per ton dari hasil produksi. 7. Cara penyetoran ayat 6 Pasal ini diatur dengan Keputusan Bupati lebih
lanjut. 8. Mematuhi semua ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam IUP.
38 9. Melaksanakan program pengembangan masyarakat setempat community
development dan dikoordinasikan dengan Pemerintah Daerah.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Paragraf 7 Pasal 36 tentang perizinan melengkapi
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan mengenai perizinan dengan mewajibkan setiap usaha danatau kegiatan yang
wajib memiliki AMDAL atau upaya pengelolaan lingkungan hidup UKL dan upaya pemantauan lingkungan hidup UPL, wajib memiliki izin lingkungan.
2.6.2. Peraturan Reklamasi Pertambangan