Penentuan karakteristik wisatawan Pengambilan dan Penghitungan Data 1. Analisis Vegetasi
68
4.5.3.Dampak pengunjung
Teknik yang digunakan untuk mengetahui dampak pengunjung terhadap kondisi biofisik dilakukan secara observasi dan kuesioner. Untuk kondisi biofisik
antara lain pengamatan dampak pengunjung pada vegetasi dan satwa dilakukan dengan menyusuri menggunakan perahu.
Indikasi kerusakan vegetasi adalah vandalisme pada pohon, pemotongan ranting dan cabang, serta penebangan pohon. Indikasi gangguan pada satwa liar
adalah menghilangnya beberapa jenis satwa. Indikasi kerusakan pada kualitas air adalah penurunan kemelimpahan plankton, makrobenthos, BOD, pH, suhu,
warna, kekeruhan, kandungan ammonia, nitrat dan fosfat.
4.5.4.Dampak ekonomi
Nilai ekonomi yang ingin diperoleh adalah memaksimumkan pendapatan langsung pihak manajemen. Pendapatan adalah jumlah dana yang diperoleh dari
biaya yang dikeluarkan oleh pengunjung. Keuntungan dari pengunjung terdiri dari tarif rumah makan dan tiket masuk. Keuntungan total Z, dapat dirumuskan :
Z = aX
1
+ bX
1
+X
2
+c p
1
X
1
+X
2
+ d p2X
1
+X
2
2+e p
3
X
1
+X
2
6 Dimana a: tarif hotel
b: harga tiket c: rerata pengeluaran makan per orang
d: tarif parkir motor e: tarif parkir mobil
p
1
: proporsi pengunjung rumah makan p
2
: proporsi pengunjung menggunakan sepeda motor p
3
: proporsi pengunjung menggunakan mobil
4.6.Analisis Daya Dukung Ekowisata Hutan Mangrove Blanakan
Penghitungan kapasitas daya dukung kawasan meliputi: 1. Daya dukung fisik Physical Carrying CapacityPCC, yaitu jumlah
maksimal pengunjung yang dapat secara fisik memenuhi suatu ruang yang telah ditentukan dalam waktu tertentu.
2. Daya dukung sebenarnya Real Carrying CapacityRCC, yaitu jumlah kunjungan maksimal yang diperbolehkan untuk sebuah lokasi segera
sesudah faktor-faktor koreksi diturunkan dari ciri khusus suatu tempat yang telah diperlakukan PCC.
69
3. Daya dukung efektif atau yang diijinkan Effective Carrying CapacityECC, yaitu jumlah maksimum pengunjung yang dapat ditampung oleh suatu
tempat dengan adanya ketersediaan pengelolaan kapasitas Management CapacityMC
Untuk RCC dihitung dengan memperhatikan faktor koreksi yang berasal dari ciri-ciri khusus lokasi. Faktor-faktor koreksi yang digunakan dalam penelitian
ini meliputi: Kualitas perairan Cf
1
Banjir musiman Cf
2
Kapasitas manajemen Cf
3
Curah hujan Cf
4
Analisis Data
Penghitungan daya dukung fisik kawasan terhadap jumlah maksimal pengunjung ditentukan dengan menggunakan penghitungan daya dukung fisik PCC, daya
dukung sebenarnya RCC, dan daya dukung efektif ECC menurut Cifuentes 1992.
Dimana : PCC
: Daya dukung fisik A
: Luas area yang tersedia untuk pemanfaatan umum Va
: Area yang dibutuhkan untuk satu pengunjung per m
2
Rf : Faktor rotasi
Kriteria dan asumsi dasar yang harus dipertimbangkan dalam menetapkan PCC adalah:
Bahwa seseorang pada umumnya membutuhkan ruang horizontal seluas 1 m
2
untuk dapat bergerak bebas. Bahwa luas yang tersedia A ditentukan oleh keadaan tertentu di areal.
Faktor rotasi Rf adalah jumlah kunjungan harian yang diperbolehkan ke suatu lokasi yang diformulasikan dengan rumus:
v PCC =
A
x
a x Rf
Rf = Masa buka
Waktu rata-rata per kunjungan
70
Penghitungan RCC
Asumsi yang digunakan untuk mengukur RCC adalah: Faktor koreksi Cf diperoleh dengan mempertimbangkan variabel biofisik
lingkungan. Faktor koreksi Cf berkaitan erat dengan kondisi spesifik dan karakteristik
tiap tempat dan kegiatan. Faktor koreksi Cf diformulasikan dengan rumus:
Dimana: M
1
= pembatas ukuran variabel M
t
= jumlah ukuran variabel Maka untuk mengukur daya dukung sebenarnya RCC, digunakan rumus
sebagai berikut:
Penghitungan ECC
Setelah diketahui RCC, selanjutnya dihitung daya dukung efektif atau yang diijinkan ECC yang diformulasikan dengan rumus:
Dimana:
ECC = Daya dukung efektif atau yang diijinkan MC
= Kapasitas manajemen yang berdasarkan jumlah staf dan anggaran RCC = Daya dukung sebenarnya
Asumsi yang digunakan untuk menentukan ECC adalah sebagai berikut: MC didefinisikan sebagai penjumlahan kondisi yang dibutuhkan dalam
pengelolaan sumberdaya alam jika fungsi dan tujuan pengelolaannya dijalankan
Ketika kapasitas untuk mengelola sumberdaya kawasan meningkat, maka ECC akan meningkat, namun tidak pernah lebih besar dari RCC
meskipun dalam kondisi yang mendukung. MC dikemukakan dalam persentase dengan rumus sebagai berikut:
Cf = M
1
M
t
x 100
RCC = PCC x
100 – Cf
1
100 x
100 – Cf
2
100 x ....
100 – Cf
n
100
ECC = Kapasitas Infrastruktur x MC
RCC x 100
MC = Kapasitas staf yang ada
Kapasitas staf yang diperlukan x 100
71
Dari uraian rumus PCC, RCC dan ECC di atas dinyatakan bahwa setiap tingkat urutan merupakan tingkat kapasitas yang telah dikurangi dari tingkat
sebelumnya, sehingga PCC selalu lebih besar jumlahnya dari RCC, dan RCC lebih besar atau sama dengan ECC, yang dapat dinotasikan dengan:
Persamaan di atas dijadikan standar dalam menentukan kapasitas daya dukung fisik di kawasan. Jika ECC lebih besar dari RCC dan RCC lebih besar
dari PCC berarti jumlah pengunjung yang memasuki kawasan wisata telah melewati daya dukung fisik kawasan. Manning 2002 menyatakan ketika
indikator variabel tidak sesuai dengan standar yang dibuat, berarti daya dukung terlampaui sehingga diperlukan langkah-langkah kegiatan pengelolaan kawasan.
Daya Dukung Ekologis Ekowisata Hutan Mangrove Blanakan
Daya dukung ekologis merupakan perhitungan angka daya dukung dengan mempertimbangkan faktor pemulihan atau natural recovery atau natural
purification yang diperkenalkan oleh Douglass 1975. Douglass 1975 menemukan beberapa aktivitas wisata yang menimbulkan usikan atau cekaman
terhadap lingkungan. Dalam menghitung daya dukung ekologis, parameter yang diukur adalah jumlah pengunjungwisatawan untuk tiap aktivitas. Sedangkan
parameter lainnya sudah ditetapkan Douglass 1975 dalam Fandeli 2001 dengan rumus sebagai berikut:
Dimana: AR
= Area yang dibutuhkan untuk kegiatan wisata D
= Permintaan wisatawan untuk suatu aktivitas A
= Kebutuhan area setiap wisatawan dalam feet CD
= Jumlah hari yang digunakan untuk suatu aktivitas tertentu TF
= Faktor pemulihan 43.560 = Konstanta
Kapasitas tampung wisatawan per kegiatanaktivitas untuk kawasan ekowisata hutan mangrove Blanakan adalah
= PCC RCC dan RCC ≥ ECC
AR = D x a
Cd x TF x 43.560
D AR
72
4.7.Analisis Resiliensi
Desain penelitian dilakukan dengan mengadakan survei lapangan yang menjelaskan
pola variasi lingkungan
untuk menentukan lokasi-lokasi
pengambilan sampel. Pengambilan sampel dilakukan di tiga tempat, yaitu di lokasi yang diasumsikan belum tercemar sebelum objek wisata sebagai stasiun
pertama, lokasi yang diasumsikan sudah tercemar setelah objek wisata sebagai stasiun kedua, dan stasiun ketiga adalah lokasi dimana diasumsikan
pencemaran sudah diasimilasi muara sungai. Analisis resiliensi bertujuan untuk mengetahui ambang batas penerimaan
gangguan yang dapat diterima ekosistem, sebelum ekosistem tersebut mengalami perubahan fungsi. Untuk mengetahui resiliensi kelentingan
lingkungan perlu diketahui kapasitas asimilasi maksimal dan jumlah pengunjung untuk dapat mengetahui beban pencemaran yang dihasilkan oleh pengunjung.
Dari data tersebut dicari jumlah persentase pertumbuhan pengunjung tiap tahun, sehingga akan diketahui kelentingan badan perairan ekosistem hutan mangrove
Blanakan, Subang, Jawa Barat.
4.71.Pengukuran Fisik dan Kimia Perairan
Pengukuran faktor hidrologi badan perairan Faktor hidrologi badan perairan didapat dari pengukuran kecepatan arus
v, lebar penampang sungai, kedalaman sungai dan debit. Hubungan ketiganya dinyatakan dengan rumus sebagai berikut Jeffries dan Mills dalam Effendi
2007.
Dimana: D = debit air m
3
detik V = Kecepatan arus mdetik
A = Luas penampang sungai m
2
Pengukuran fisik dan kimiawi perairan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi suhu, kekeruhan, pH, BOD Biochemical Oxygen Demand, kadar
ammonia, nitrat dan fosfat. 1. Suhu; suhu merupakan parameter yang penting karena berpengaruh
terhadap reaksi kimia, laju reaksi dan kehidupan organisme air, dan D = v x A
73
penggunaan air untuk aktivitas sehari-hari. Suhu diukur dengan menggunakan termometer air raksa
2. Kekeruhan; kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh
bahan-bahan yang terdapat dalam air. Kekeruhan dinyatakan dalam turbiditas, yang setara dengan 1 mgl SiO
2
Effendi 2007. Pengukuran kekeruhan dilakukan di lapangan dengan menggunakan
turbidity meter. 3. pH; disebut juga derajat keasaman merupakan nilai yang
menunjukkan aktivitas hidrogen dalam air. Nilai pH mencerminkan keseimbangan antara asam dan basa dalam perairan. Pengukuran
pH dengan menggunakan pH meter. 4. BOD; langkah kerja pengukuran BOD adalah dengan menyaring 100
ml air kemudian diambil 75 ml dan selanjutnya diencerkan ke dalam akuades sampai 375 ml. Kemudian air dimasukkan kedalam botol
winkler. Prinsip pengukuran BOD adalah mengukur kandungan oksigen terlarut awal DO
1
dan sampel segera setelah pengambilan contoh, kemudian mengukur kandungan oksigen terlarut pada sampel
yang telah diinkubasi selama 5 hari pada kondisi gelap dan suhu tetap 20
C yang sering disebut dengan DO
5
. Selisih DO
1
dan DO
5
merupakan nilai BOD yang dinyatakan dalam miligram oksigen per liter mgl.
5. Kadar ammonia; pengukuran kadar ammonia dilakukan dengan mengambil 25 ml sampel air yang telah disaring, kemudian
ditambahkan 1 ml garam Signette dan 0,5 ml larutan Nessler. Larutan dibiarkan 10 menit. Kadar ammonia diukur dengan larutan
spektrofotometer dengan panjang gelombang 125 nm. 6. Kadar nitrat; sampel air sebanyak 10 ml disaring dengan kertas
saring, kemudian ditambah bufer nitrat 0,4 ml. Sampel ditambah dengan larutan pereduksi 0,2 ml larutan hidrazin sulfat dan kupri
sulfat dengan perbandingan 1 : 1, kemudian dibiarkan dalam satu malam. Keesokan harinya ditambah dengan larutan aceton 0,4 ml
kemudian dicampur dan ditambahkan larutan sulfanilamid 0,2 ml kemudian dicampur. Setelah itu ditambah larutan nepthylenediamine
74
0,2 ml dan dicampur. Setelah 15 menit, dilihat hasilnya pada pembacaan spektrofotometer dengan panjang gelombang 543 nm.
7. Kadar fosfat; sampel air sebanyak 10 ml disaring kemudian memasukkannya ke dalam erlenmeyer. Sampel air ditambahkan
combined reagent masing-masing 1,6 ml yang terdiri dari campuran: H
2
SO
4
5 N 10 ml, potasium antymonil tartratPAT 1 ml, amonium molibdat 3 ml, dan ascorbic acid 6 ml, kemudian larutan didiamkan
selama 30 menit. Setelah itu dilakukan pengamatan kerapatan optik pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 880 nm.
Hasil pengukuran masing-masing parameter tersebut dibandingkan dengan baku mutu badan perairan untuk mengetahui tingkat pencemaran yang terjadi.
Analisa beban pencemaran akibat aktivitas wisata dengan pengukuran langsung di perairan kawasan hutan mangrove Blanakan. Cara pengukuran beban
pencemaran didasarkan pada pengukuran debit dan konsentrasi limbah di sungai yang melalui kawasan ekowisata hutan mangrove Blanakan berdasarkan
model Chapra dan Reckhow 1983: BP = Q.C
BP : Beban pencemaran Q : Debit sungai m
3
detik C : Konsentrasi limbah parameter ke-i mgl
Hubungan jumlah pengunjung dengan beban pencemaran dicari dengan menggunakan
persamaan regresi untuk dapat
disimulasikan beban pencemaran yang masuk per tahunnya. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa pencemaran di sungai secara matematis persamaan regresi linier dapat di tulis:
y = a + bx dimana:
x : parameter sungai y : nilai parameter di sungai bagian hilir
a : nilai tengahrataan umum b : koefisien regresi untuk parameter di outlet
75