Pelibatan Masyarakat Dalam Kegiatan Pengelolaan Kawasan Wisata

162 a. Penyuluhan dan pembinaan kepada masyarakat di sekitar kawasan dan para pedagang kios warung makandan suvenir, dengan tujuan agar produk yang mereka jual berkembang dan mempunyai nilai tambah, sehingga penghasilan yang diperoleh meningkat, b. Pembinaan dan pengembangan kerajinan masyarakat sekitar, dengan membangkitkan usaha kerajinan masyarakat yang potensial, seperti kerajinan dari cangkang-cangkang hewan laut untuk dibuat kap lampu, asbak, hiasan dinding, dan lain-lain. Pengelola akan memberi tempat berupa kios, agar masyarakat bisa menjual produknya. c. Pelatihan kepada sebagian masyarakat untuk menjadi interpreter, yang bertugas memandu wisatawan agar lebih memahami fungsi dan manfaat keberadaan ekosistem mangrove di kawasan wisata. d. Upaya pemberdayaan akan senantiasa dilakukan secara berkelanjutan dengan menyelenggarakan pelatihan keterampilan yang memadai untuk masyarakat setempat agar masyarakat dapat mengembangkan usahanya secara profesional dan mengarahkan agar tidak terjadi persaingan yang tidak sehat di antara anggota masyarakat. 163

6. SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan Dari hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Atraksi unggulan ekowisata hutan mangrove Blanakan antara lain keindahan dan keunikan vegetasi mangrove, berbagai jenis fauna yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove, kegiatan penduduk setempat yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya mangrove, penangkaran buaya, upacara adat dan kesenian daerah upacara pesta lautNadran, Sisingaan, kegiatan berperahu menyusuri pesisir, kegiatan berkemah, memancing, dan taman bermain anak. 2. Tingkat gangguan ekologi akibat kegiatan wisata di hutan mangrove Blanakan adalah adanya pencemaran perairan yang disebabkan buangan limbah domestik wisatawan rumah makan dan toilet. Berdasarkan hasil perhitungan indeks keanekaragaman Shannon Wiener pada biota akuatik yang rentan terhadap pencemaran, terutama plankton dan makrobenthos mempunyai kisaran 1 sampai 3. Hal ini menunjukkan bahwa perairan kawasan ekowisata hutan mangrove Blanakan tergolong tercemar ringan. Sementara itu, daya lenting perairan di kawasan ekowisata hutan mangrove Blanakan termasuk dalam tipe resilien, sehingga ekosistem mampu pulih pada keadaan semula setelah terkena gangguan. Dengan tipe daya lenting resilien ekosistem mangrove Blanakan mampu bertahan terhadap gangguan dari luar ekosistemnya, dengan syarat daya dukung lingkungannya tidak terlampaui. 3. Daya dukung efektif fisik kawasan ekowisata hutan mangrove Blanakan sebesar 825 orang per hari. Sedangkan daya dukung ekologi untuk kegiatan piknik sebesar 530 orang per ha, berperahu 106 orang per ha dan berkemah 174 orang per ha. Dengan tingkat kunjungan rata-rata per hari 57 orang menunjukkan bahwa daya dukung di kawasan wisata tersebut belum terlampaui. 4. Berdasarkan hasil identifikasi isu pengembangan model, ada empat isu potensi permasalahan pokok, yaitu adanya potensi dampak terhadap fungsi konservasi hutan mangrove Blanakan berupa pencemaran; adanya pengelolaan belum optimal, sehingga tingkat pelayanan jasa wisata rendah; kemampuan sumberdaya manusia pengelola belum memadai; dan 164 manajemen pemasaran belum optimal. Model yang dikembangkan bertujuan untuk melihat peningkatan pendapatan manfaat ekonomi dan jumlah pengunjung dengan memperhatikan kualitas lingkungan daya dukung serta efisiensi penggunaan lahan. Adapun tindakan pengelolaan yang dilakukan pada model pengelolaan ekowisata hutan mangrove Blanakan adalah pengelolaan daya dukung lingkungan, peningkatan kapasitas asimilasi, dan konsekuensi biaya-biaya yang timbul akibat tindakan pengelolaan. Indikator keberhasilan pengelolaan adalah jumlah pengunjung, indeks koefisien dasar bangunan, pendapatan pengelola dan masyarakat. Berdasarkan tindakan pengelolaan tersebut dikembangkan 4 skenario, yaitu bussines as usual BAU, pro lingkungan, pro pengelola, dan pro masyarakat. Hasil simulasi model selama 50 tahun menunjukkan bahwa skenario pro lingkungan merupakan pengelolaan yang paling ideal karena indikator ekologi menunjukkan tingkat keberlanjutan yang ditandai dengan tidak terlampauinya daya dukung fisik kawasan sampai akhir simulasi pada tahun 2058. Kondisi ini berdampak pada jangka waktu pengelolaan kawasan wisata lebih lama dibandingkan dengan skenario lain. Hal yang lebih penting adalah dengan kualitas lingkungan yang baik, maka biaya-biaya yang timbul akibat kerusakan lingkungan bisa ditekan. 5. Strategi pengelolaan berkelanjutan ekowisata hutan mangrove Blanakan dilakukan dengan pengembangan produk wisata dan fasilitas penunjang, pengelolaan pengunjung, pengelolaan pencemaran dan peningkatan kapasitas asimilasi serta pelibatan masyarakat sekitar dalam pengelolaan wisata.

6.2. Saran

1. Model yang telah dibangun perlu dikaji dan diaplikasikan dan dikaji melalui suatu percontohan pengelolaan ekowisata mangrove berbasis daya dukung. 2. Perlu dikaji lebih lanjut tentang daya dukung ekonomi, psikologis, dan sosial. 3. Untuk pengembangan ekowisata hutan mangrove Blanakan perlu dilakukan diversifikasi atraksi wisata, sehingga wisatawan menjadi lebih lama tinggal di lokasi. Hal ini akan meningkatkan daya dukung kawasan wisata dan juga meningkatkan pendapatan pengelola serta masyarakat.