Potensi Permintaan Ekowisata Tinjauan Kepariwisataan di Kawasan Ekowisata Hutan Mangrove Blanakan
88
juga sudah menjadi kebutuhan bagi sebagian masyarakat. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kepuasan wisatawan terdiri dari atraksi, amenitas,
dan aksesibilitas yang mempengaruhi pengalaman rekreasi minimum yang dapat diterima. Akan tetapi sulit untuk menentukan indikator pengalaman minimum
yang dapat diterima wisatawan. Oleh karena itu perlu diidentifikasi isu-isu yang mempengaruhi persepsi dari wisatawan dan harapan wisatawan ketika
mengunjungi ekowisata hutan mangrove Blanakan.
Karakteristik Pengunjung
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, wawancara dengan pengunjung, dan penyebaran kuesioner bagi pengunjung, diperoleh data berupa karakteristik
pengunjung. Karakteristik pengunjung terdiri atas jenis kelamin, kelompok umur, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, penghasilan, asal pengunjung, motivasi
pengunjung, pola perjalanan, preferensi, persepsi dan harapan pengunjung. Pengunjung ekowisata hutan mangrove Blanakan didominasi pengunjung
laki-laki dengan persentase 63,3. Jumlah pengunjung paling banyak berusia antara 31-40 tahun sebanyak 33,3. Latar belakang pendidikan yang paling
tinggi sebesar 46,67 pada tingkat SMA, tingkat pendidikan perguruan tinggi sebesar 23,33. Status pekerjaan yang paling banyak adalah pekerja
swastaperusahaan sebesar 30. Persentase penghasilan per bulan pengunjung paling tinggi adalah Rp. 3.000.000,- sampai dengan Rp. 5.000.000,- sebesar
36,7 Tabel 17. Hal ini menunjukkan secara umum wisatawan mempunyai tingkat pendapatan relatif tinggi, sehingga ada alokasi anggaran untuk berwisata.
Selain itu, mereka yang termasuk golongan menengah mempunyai pemahaman tentang ekowisata secara baik, sehingga mereka memahami bahwa
pengembangan ekowisata mangrove selain sebagai bentuk partisipasi dalam menjaga kelestarian alam juga menambah wahana wisata baru yang ada di
Subang. Pengunjung dengan tingkat pendidikan yang tinggi D-3 dan S-1 dengan persentase 23,33 dan 16,67 menunjukkan bahwa tingkat
pemahaman terhadap ekowisata sudah lebih baik. Dengan demikian salah satu tujuan ekowisata, yaitu adanya upaya konservasi diharapkan dapat tercapai.
89
Tabel 17 Karakteristik pengunjung di Kawasan ekowisata hutan mangrove Blanakan, Subang
No. Parameter
Kriteria Jumlah
Pengunjung 1.
Jenis Kelamin Laki-laki
63,3 Perempuan
36,7 2.
Usia 20 tahun
20,0 21-30 tahun
23,3 31-40 tahun
36,7 41-50 tahun
10,0 50 tahun
10,0 3.
Pendidikan SMP
6,67 SMA
46,67 Diploma 3
23,33 Sarjana
16,67 Pascasarjana
6,67 4.
Pekerjaan PNS
10,00 TNI
6,67 Pegawai swasta
30,00 Pelajarmahasiswa
13,33 Ibu rumah tangga
26,67 5.
Penghasilan per bulan Rp 1.000.000
13,3 Rp 1.000.000 sampai 3.000.000
20,0 Rp 3.000.000 sampai 5.000.000
36,7 Rp 5.000.0000
30,0
Asal Pengunjung
Kondisi aksesibilitas yang mudah dijangkau dan keindahan serta kenyamanan objek adalah beberapa faktor yang menyebabkan tingginya jumlah
wisatawan. Pengunjung kawasan ekowisata hutan mangrove Blanakan banyak didominasi dari daerah sekitarnya, seperti Bandung, Cirebon, Indramayu,
Majalengka, Brebes, dan Jakarta. Wisatawan yang berasal dari daerah sekitar diasumsikan mendapatkan informasi secara lisan dari teman atau saudara yang
pernah berkunjung.
Gambar 24 Daerah asal wisatawan.
90
Secara garis besar pengunjung terbanyak berasal dari propinsi Jawa Barat sebesar 60, sedang paling sedikit pengunjung dari propinsi Banten sebesar
6,67. Hal ini terjadi karena akses dari Jawa Barat menuju lokasi ekowisata hutan mangrove Blanakan relatif mudah dan jaraknya dekat.
Pola Kunjungan
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengunjung di ekowisata hutan mangrove Blanakan, menunjukkan bahwa pengunjung sebagian besar
mengetahui kawasan wisata mangrove Blanakan dari informasi perorangan terutama dari teman, sisanya dari saudara dan dari media cetak lokal.
Pengunjung pantai Blanakan umumnya datang ke kawasan wisata mangrove pada hari libur terutama pengunjung yang berasal dari luar kota. Pengunjung dari
kabupaten Subang mendatangi objek wisata tidak hanya pada hari libur.
Pengunjung yang datang ke kawasan ekowisata hutan mangrove Blanakan melakukan kunjungan yang pertama mempunyai persentase paling besar yaitu
47. Dalam satu tahun, ada pengunjung melakukan kunjungan kedua 33, kunjungan ketiga 13 Gambar 25. Data ini menunjukkan bahwa kawasan
wisata ini menarik dan memberikan kesan khusus terhadap pengunjung.
Motivasi Pengunjung
Motivasi pengunjung yang berwisata ke ekowisata hutan mangrove Blanakan adalah karena keindahan alamnya 33. Keindahan alam berupa
vegetasi mangrove merupakan daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk mendatangi destinasi ekowisata mangrove. Wisatawan juga terdorong untuk
Gambar 25 Persentase pola kunjungan wisatawan.
91
mendatangi lokasi dikarenakan mereka belum pernah mengunjungi sebelumnya 20. Motivasi pengunjung yang lain adalah mereka tertarik karena lokasi
wisata yang nyaman dan sejuk 16. Lokasi yang mudah dijangkau dan dekat dengan pusat kota kecamatan dan jalur pantura 7. Pengunjung Pantai
Blanakan rata-rata menghabiskan waktu berwisata selama 4-6 jam, tergantung kegiatan wisata yang diminati pengunjung.
Gambar 26 Motivasi pengunjung ekowisata hutan mangrove Blanakan.
Preferensi, Harapan dan Persepsi Pengunjung
Pengunjung yang datang ke ekowisata hutan mangrove Blanakan lebih banyak tertarik pada menikmati keindahan mangrove 26,7 dan penangkaran
buaya 30. Beberapa kegiatan wisata lainnya yang disukai selama berada dalam kawasan mangrove adalah mengamati satwa liar, fotografi, dan
berperahu. Kegiatan berperahu bisa dilakukan dengan menyewa perahu yang berangkat dari dermaga. Pengamatan satwa liar dan fotografi banyak dilakukan
oleh kelompok pecinta satwa dan para hobiis. Preferensi pengunjung menunjukkan, bahwa pengunjung ekowisata mangrove adalah masyarakat
menengah ke atas yang ditunjukkan dengan tingkat pendidikan dan penghasilan yang relatif tinggi. Adapun preferensi, harapan dan persepsi pengunjung dapat
dilihat pada Tabel 18.
92
Tabel 18 Preferensi, harapan dan persepsi pengunjung
No. Parameter
Kriteria Jumlah
Pengunjung
1. Aktivitas yang diminati
Menikmati keindahan mangrove 26,7
Mengamati satwa liar 6,7
Fotografi 6,7
Penangkaran buaya 30,0
Berperahu 20,0
3. Fasilitas yang perlu
ditambah tidak ada
6,67 tempat sampah
6,67 shelter
30,00 menara pengamatan
40,00 jembatan kayu
16,67 4.
Fasilitas yang perlu diperbaiki
Tempat pembelian tiket 3,3
tempat parkir 10,0
toilet 33,3
musholla 30,0
Tempat bermain anak 23,3
5. Pengembangan
ekowisata pengembangan atraksi wisata
13,3 penambahan atraksi wisata
20,0 pagelaran seni dan budaya
16,7 penambahan dan perbaikan
fasilitas 10,0
peningkatan pelayanan 10,0
tidak ada 30,0
6 Kepuasan pengunjung
Puas 86,7
Tidak puas 13,3
Pengunjung kawasan ekowisata hutan mangrove Blanakan sebagian sangat mendukung pengembangan ekowisata di kawasan hutan mangrove
Blanakan. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar pengunjung membutuhkan tempat wisata yang dekat dengan kota dan nyaman untuk mengisi waktu luang
atau saat libur bersama teman atau keluarga untuk menghilangkan rasa jenuh dari rutinitas pekerjaan sehari-hari.
Penambahan fasilitas diharapkan pengunjung ekowisata di kawasan mangrove Pantai Blanakan meliputi pembuatan jembatan kayu walking trail di
dalam kawasan mangrove 16,67, shelter-shelter sepanjang jembatan kayu untuk tempat berteduh dan beristirahat pengunjung 30, dan menara pandang
untuk pengamatan satwa liar 40, dan penambahan tempat sampah. Sedangkan fasilitas yang perlu diperbaiki musholla 30 dan toilet 33,3
merupakan dua hal yang menjadi prioritas perbaikan.
93
Dukungan pengunjung terhadap pengembangan ekowisata di pantai Blanakan adalah menambah atraksi wisata sebesar 20. Pagelaran seni dan
budaya juga diinginkan pengunjung untuk diadakan, melengkapi upacara adat yang sudah ada. Setelah melakukan kunjungan di kawasan ini, sebagian besar
86,7 pengunjung menyatakan puas dan ingin melakukan kunjungan kembali.
Gambar 27 Persentase wisatawan yang ingin berkunjung kembali. Gambar 28 Persepsi pengunjung pada fasilitas di lokasi ekowisata hutan
mangrove Blanakan.
94
Dari diagram persepsi pengunjung terhadap berbagai fasilitas di kawasan wisata hutan mangrove Blanakan diketahui bahwa pengunjung mempunyai
persepsi yang baik terhadap keunikan sumberdaya, ketersediaan sumberdaya dan keragaman sumberdaya wisata. Penangkaran buaya juga dinilai bagus oleh
sebagian besar pengunjung. Sedangkan kemudahan menuju kawasan dan kondisi jalan menuju kawasan dinilai buruk oleh sebagian besar pengunjung.
5.2. Tinjauan Masyarakat Di Sekitar Kawasan Ekowisata Hutan Lindung
Mangrove Blanakan Berdasarkan hasil survei dan pengamatan lapangan, wawancara dengan
tokoh masyarakat serta penyebaran kuesioner diperoleh data berupa karakteristik, aspirasi dan keinginan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan
wisata. Hampir seluruh penduduk yang tinggal di sekitar kawasan wisata merupakan penduduk asli.
Hasil penelitian terhadap persepsi masyarakat, peran serta dan harapan masyarakat terhadap kawasan hutan mangrove Blanakan disajikan dalam Tabel
19 berikut ini. Tabel 19 Arti negatif, arti positif, peran serta dan harapan mayarakat terhadap
kawasan ekowisata hutan mangrove Blanakan.
No. Parameter
Kriteria Jumlah
Masyar akat
1. Arti negatif
kawasan bagi masyarakat
Pemicu berubahnya perilaku masyarakat 30,00
pemicu berubahnya tatanan nilai di masyarakat 23,33
pemicu meningkatnya kriminalitas 16,67
Penyebab pencemaran lingkungan 30,00
2. Arti positif
kawasan bagi masyarakat
sebagai sumber mata pencaharian 36,67
sebagai tempat tujuan rekreasi bagi masyarakat sekitar 23,33
merupakan lahan investasi 20,00
sebagai tempat berolah raga 6,67
wahana untuk silaturahmi antar elemen masyarakat 13,33
3. Peran serta
masyarakat mengadakan pagelaran seni dan budaya
33,33 melakukan kegiatan rekreasi di kawasan wisata
26,67 menjaga keamanan
16,67 menjaga kebersihan, keasrian, dan keindahan kawasan
13,33 meningkatkan pelayanan terhadap wisatawan
10,00 4.
Harapan terhadap
kawasan wisata
semakin banyak sumber mata pencaharian 26,67
meningkatnya kesejahteraan masyarakat 13,33
lingkungan terjaga kualitasnya 10,00
meningkatnya interaksi pengunjung dengan masyarakat 20,00
mangrove lestari 16,67
terjaganya keamanan di sekitar kawasan wisata 13,33
95
Masyarakat di sekitar kawasan menyatakan bahwa, sebagian besar ekowisata hutan mangrove Blanakan berfungsi sebagai sumber mata
pencaharian 36,37 dan sebagai tempat tujuan rekreasi bagi masyarakat sekitar 23,33. Persepsi masyarakat yang positif terhadap kawasan wisata,
baik secara langsung maupun tidak langsung sangat dipengaruhi oleh keberadaan objek wisata tersebut. Masyarakat bisa menikmati keuntungan
ekonomi dengan adanya ekowisata di Blanakan. Mereka berpartisipasi sebagai pedagang warung makan, suvenir, tukang perahu, tukang ojek maupun penjual
jasa pemanduinterpreter, juru parkir. Dengan demikian keberadaan objek ekowisata hutan mangrove Blanakan memberikan multiplier effect bagi
masyarakat sekitarnya. Menurut masyarakat sisi negatif yang muncul adalah akan adanya
perubahan perilaku masyarakat 30 dan timbulnya masalah pencemaran lingkungan yang diakibatkan limbah dari pengunjung dan aktivitas wisata 30.
Kriminalitas adalah salah satu dampak potensial yang akan muncul akibat pengembangan wisata. Adanya ketimpangan ekonomi antara wisatawan dan
masyarakat sekitar yang tidak punya ketrampilan berpotensi menyebabkan angka kriminalitas meningkat. Hal ini bisa diatasi dengan mengakomodasi
kepentingan masyarakat yang tersisih tersebut. Persepsi masyarakat terhadap kawasan wisata umumnya baik, mereka ikut
berperan serta dalam kegiatan yang terkait dengan kawasan wisata. Masyarakat sekitar berperan serta dengan mengadakan pagelaran seni dan budaya
33,33. Salah satu kesenian yang menjadi daya tarik objek wisata di Blanakan adalah penyelenggaraan pesta laut upacara Nadran yang diselenggarakan
pada bulan Oktober-Nopember. Upacara adat tersebut melibatkan masyarakat sebagai aktor utama. Mereka terlibat aktif sejak persiapan hingga pelaksanaan
upacara Nadran. Masyarakat sekitar juga memanfaatkan lokasi wisata sebagai tempat rekreasi untuk mengisi waktu dan menghilangkan kejenuhan, mereka
sering meluangkan waktu berwisata di pantai Blanakan 26,67. Masyarakat juga turut menjaga keamanan kawasan wisata 16,67 dan menjaga
kebersihan, keasrian, dan keindahan kawasan wisata 13,33. Hal tersebut mereka lakukan sebagai bentuk tanggung jawab dan rasa memiliki terhadap
objek ekowisata hutan mangrove Blanakan. Keinginan dan harapan dari masyarakat sekitar terhadap keberadaan
kawasan wisata adalah agar semakin banyak tercipta sumber mata pencaharian
96
bagi mereka 26,67. Dengan demikian masyarakat semakin merasakan manfaat ekonomi dengan adanya keberadaan objek wisata, sehingga akan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Harapan masyarakat yang lain adalah meningkatnya interaksi dengan pengunjung 20, sehingga akan terjalin
keakraban dan transfer informasi antara pengunjung dan masyarakat sekitar. Masyarakat juga mengharapkan lingkungan yang terjaga kualitasnya dan hutan
mangrove yang lestari 10.
5.3. Tinjauan Aspek Biofisik Kawasan Hutan Mangrove Blanakan 5.3.1. Aspek Fisika Kimia Kawasan Hutan Mangrove Blanakan
Hasil pengukuran parameter fisika dan kimia perairan yang dilakukan disajikan dalam Tabel 20.
Tabel 20 Parameter fisika kimia ekosistem perairan mangrove Blanakan Parameter
Unit St 1
St 2 St 3
Fisika Warna Perairan
Coklat keruh Coklat keruh
Coklat keruh Tipe Substrat
Lumpur halus Lumpur halus
Lumpur halus Suhu
C 28,83
28,67 29
Kecerahan cm
18-19,5 19-25,5
17-21,5 Kedalaman
cm 43
80 60,3
Kimia pH
7 7
7 Salinitas
ppm 20
20 20
Ekosistem mangrove Blanakan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan perairan. Intensitas cahaya, suhu, pH, salinitas, dan lain-lain merupakan faktor
lingkungan yang harus diperhatikan untuk mendukung pertumbuhan dan produksi mangrove. Hasil pengukuran pH pada perairan Blanakan adalah 7, hal
ini berarti perairan tersebut mempunyai pH yang normal. Air payau merupakan penyangga yang baik terhadap perubahan pH karena pada perairan payau
jarang terjadi fluktuasi pH. Umumnya mangrove hidup dan tumbuh dengan baik di daerah estuari dengan kisaran salinitas antara 10-30 ppm Pada perairan
Blanakan nilai salinitas yang diperoleh adalah 20 ppm, maka perairan tersebut masih mempunyai nilai salinitas yang baik.
Cahaya matahari merupakan faktor abiotik yang mutlak diperlukan dalam proses fotosintesis. Dengan demikian produktivitas fitoplankton sangat ditentukan
oleh adanya penetrasi cahaya matahari ke dalam kolom air. Nilai kecerahan yang diperoleh dari pengukuran di tiga stasiun berkisar antara 18-19,5 cm pada
stasiun1, 19-25,5 cm pada stasiun 2, dan 17-21,5 cm pada stasiun 3. Nilai
97
kecerahan sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, dan padatan tersuspensi. Kekeruhan di perairan estuari terjadi
karena pencampuran partikel-partikel organik dan endapan halus dari aliran sungai dan laut melalui pergerakan pasang dan surut Nybaken 1992.
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang
terdapat dalam air. Kekeruhan terutama disebabkan oleh bahan-bahan tersuspensi dan terlarut seperti lumpur, pasir, bahan organik dan anorganik,
plankton, serta organisme mikroskopik. Kekeruhan di perairan estuari terjadi karena pencampuran partikel-partikel organik dan endapan halus dari aliran
sungai dan laut melalui pergerakan pasang dan surut. Kekeruhan yang tinggi akan mempengaruhi biota air dengan menghalangi atau mengurangi penetrasi
cahaya ke dalam kolom air, sehingga menghambat proses fotosintesis oleh fitoplankton yang berarti mengurangi pasokan oksigen terlarut. Dampak langsung
pada biota akuatik terutama ikan adalah kandungan padatan tersuspensi yang tinggi dapat mengganggu pernapasan karena dapat menutup insang. Selain itu,
kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan sedimentasi yang selanjutnya menyebabkan perairan menjadi dangkal dan mengakibatkan penumpukan bahan
organik di dasar perairan. Hal ini berakibat pada meningkatnya proses dekomposisi yang akan mengurangi kandungan oksigen perairan dan
menghasilkan bahan-bahan toksik seperti amoniak CH
4
, NO
2
, dan sebagainya. Nybakken 1992 menyatakan bahwa suhu merupakan salah satu faktor
yang penting dalam mengatur faktor kehidupan dan penyebaran organisme. Suhu berperan sebagai pengatur metabolisme dalam perairan. Suhu
mempengaruhi stadium daur hidup organisme dan merupakan faktor pembatas penyebaran suatu spesies dalam hal mempertahankan kelangsungan hidup,
reproduksi, perkembangan, dan kompetisi. Nontji 2005 menyatakan pengaruh suhu secara langsung pada kehidupan laut adalah mempengaruhi laju
fotosintesis tumbuhan dan fisiologi hewan, dan secara tidak langsung akan mempengaruhi derajat metabolisme dan siklus reproduksinya. Selain itu, suhu
berpengaruh langsung terhadap aktifitas enzim. Menurut Nybaken 1992, peningkatan suhu 10
C akan meningkatkan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sebesar 2-3 kali lipat. Suhu pada perairan Blanakan berkisar antara
28 C-29
C, hal ini berarti suhu pada perairan Blanakan merupakan suhu yang normal untuk perairan mangrove di daerah tropis.
98
Setyawan et al. 2003 menyatakan bahwa umumnya tanah tempat tumbuh mangrove di Indonesia merupakan tanah muda dan kaya akan bahan organik.
Terdapat hubungan antara kandungan bahan organik dengan ukuran partikel sedimen. Pada sedimen halus, persentase bahan organik lebih tinggi dari pada
sedimen yang kasar. Hal ini berhubungan dengan kondisi perairan yang tenang sehingga memungkinkan pengendapan sedimen lumpur oleh akumulasi bahan
organik ke dasar perairan. Tipe substrat pada perairan Blanakan adalah lumpur, hal ini berarti banyak terdapat bahan organik pada dasar perairan. Tipe substrat
juga akan mempengaruhi warna perairan. Warna perairan pada perairan Blanakan adalah coklat keruh. Hal ini karena tipe substrat pada perairan ini
berupa lumpur halus.