Aspek Biologi Kawasan Hutan Mangrove Blanakan

99 Tabel 21 Kelimpahan plankton di ekosistem mangrove Blanakan No NAMA SPESIES Jumlah individuliter pada tiap stasiun St 1 St 2 St 3 FITOPLANKTON A Cyanophyta 1 Oscillatoria sp - 17 - B Chlorophyta 2 Hyalotheca sp 17 - 17 3 Plectonema sp - 17 - C Chryshophyta 4 Camphylodiscus sp 70 17 35 5 Chaetoceros brevis 104 - 261 6 Chaetoceros sp 17 52 139 7 Coscinodiscus nitidus 313 261 296 8 Coscinodiscus radiatus 244 365 574 9 Cyclostella striata 539 435 435 10 Diatoma sp - - 17 11 Guinardia Floecida 35 35 70 12 Hemisulus sp 35 - 17 13 Melosira sp - - 191 14 Nitzschia sp 17 35 35 15 Pleurosigma sp - - 35 16 Rhizosolenia alata 644 452 940 17 Rhizosolenia delicatula 87 17 52 18 Schrodella sp 17 52 - 19 Synedra acus - 17 17 20 Thallassiotrix sp - - 17 D Pyrophyta 21 Ceratium fusus 17 - - 22 Ceratium tripos - 17 - 23 Dessodinium lunula - 35 87 24 Noctiluca sp 1775 574 1740 25 Peridinium breve 17 17 - 26 Peridinium granii 17 35 - 27 Prorocentrum micans 17 - 35 ZOOPLANKTON E Entomostraca 28 Amphorellopsis sp - - 35 29 Brachianus sp - - 35 30 Codonellopsis parva - 35 17 31 Nauplius 331 245 435 32 Pelagia sp 138 - 296 33 Tintinidium sp - - 17 34 Tintinopsis sp - - 35 Jumlah Individu 4451 2730 5880 Jumlah jenis 20 20 27 Indeks Keanekaraga an H’ 2,025 2,280 2.393 Indeks Perataan e 0,676 0,761 0,726 100 Kelimpahan plankton pada perairan Mangrove Blanakan cukup tinggi. Kelimpahan plankton yang paling tinggi terdapat pada stasiun tiga. Sedangkan spesies yang paling banyak ditemukan adalah spesies Noctiluca sp. pada stasiun satu. Fitoplankton merupakan makanan bagi zooplankton. Di perairan mangrove diketahui jumlah fitoplankton lebih banyak daripada zooplankton. Hal ini tidak menimbulkan masalah bagi perairan karena zooplankton memiliki tingkat trofik yang lebih tinggi, sehingga jumlahnya lebih sedikit daripada fitoplankton. Hubungan antara komunitas fitoplankton dengan perairan adalah positif. Bila kelimpahan fitoplankton di suatu perairan tinggi, maka dapat diduga perairan tersebut memiliki produktivitas perairan yang tinggi pula. Untuk mengetahui keanekaragaman fitoplankton dianalisis dengan menggunakan indeks keanekara gaman Shannon Wiener H’. Tujuan metode ini untuk mengukur tingkat keteraturan dan ketidakteraturan dalam suatu sistem, selain itu indeks ini juga bisa digunakan sebagai indikator untuk menentukan kriteria kualitas perairan Fachrul 2007. Dari hasil perhitungan indeks keanekaragaman Shannon Wiener didapatkan bahwa indeks keanekaragamannya untuk stasiun 1 adalah 2,025, stasiun dua adalah 2,280 dan stasiun tiga adalah 2,393. Berdasarkan indeks keanekargaman tersebut stasiun 1,2 dan stasiun 3 temasuk kategori tercemar ringan. Indeks perataan stasiun 1, 2 dan 3 memiliki nilai 0,676; 0,761 dan 0,726, hal tersebut menunjukkan bahwa kekayaan antar spesies merata dengan tingkat kelimpahan yang hampir sama. Tumbuhan Mangrove Di Kawasan Pantai Blanakan, Subang Ekosistem hutan mangrove di kawasan Pantai Blanakan terdiri dari 3 familia dan 4 jenis yang sebagian besar didominasi oleh Rhizoporaceaea, Sonneratiaceae dan Avicenniaceae. Rhizopora sp. merupakan jenis mangrove yang banyak ditemukan pada daerah yang mengarah ke darat, sedangkan Sonneratia sp. dan Avicennia sp. lebih banyak tumbuh di daerah yang berdekatan dengan laut. Bruguiera sp. biasanya tumbuh mengelompok pada tanah liat di belakang zona Avicennia, atau di bagian tengah vegetasi mangrove kearah darat. Jenis ini juga memiliki kemampuan untuk tumbuh pada tanahsubstrat yang baru terbentuk. 101 Tabel 22 Kerapatan relatif, frekuensi relatif, penutupan relatif dan INP jenis mangrove di ekowisata hutan mangrove Blanakan Tingkat Pertumbuhan Jenis Kerapatan Relatif Frekuensi Relatif Dominansi Relatif INP Pohon Avicennia marina 88,25 68,89 96,63 253,77 Rhizopora sp. 10,60 22,22 0,85 33,67 Sonneratia sp. 1,15 8,89 2,52 12,56 Jumlah 300 Pancang Avicennia marina 100,63 88,13 - 188,76 Rhizopora sp. 44,19 54,62 - 98,81 Sonneratia sp. 5,18 7,25 - 12,43 Jumlah 300 Anakan Avicennia sp. 86,95 76,25 - 163,20 Rhizopora sp. 43,21 40,95 - 84,16 Sonneratia sp. 21,68 22,98 - 44,66 Bruguiera sp. 3,19 4,79 - 7,98 Jumlah 300 Tumbuhan yang ada di kawasan hutan mangrove Blanakan didominasi empat jenis yaitu Avicennia marina, Sonneratia sp., Rhizopora sp. dan Bruguiera sp. Avicennia marina dan Rhizopora sp. mempunyai peran penting dalam pembentukan ekosistem mangrove di Blanakan yang ditunjukkan oleh Indeks Nilai Penting INP yang didapat. Avicennia marina memiliki INP sebesar 163,2 - 253,77 dan Rhizopora sp sebesar 33,67 - 98,81. Rhizopora banyak ditemukan di lokasi yang lebih menjorok ke darat. Avicennia marina m erupakan tumbuhan pionir pada lahan pantai yang terlindung, memiliki kemampuan menempati dan tumbuh pada berbagai habitat pasang-surut, bahkan di tempat asin sekalipun. Jenis ini merupakan salah satu jenis tumbuhan yang paling umum ditemukan di habitat pasang-surut. Akarnya membantu pengikatan sedimen dan mempercepat proses pembentukan tanah timbul. Jenis ini dapat juga bergerombol membentuk suatu kelompok pada habitat tertentu. Hasil perhitungan INP tertinggi adalah Avicennia marina untuk tingkat pertumbuhan pohon dengan nilai 253,77. Berdasarkan hasil ini dapat dikatakan spesies Avicennia marina merupakan spesies yang mendominasi dan juga merupakan pemasok nutrisi terbesar bagi perairan. Formasi mangrove merupakan perpaduan antara daratan dan lautan. Mangrove tergantung pada air laut pasang dan air tawar sebagai sumber nutrisinya serta endapan debu silt dari erosi daerah hulu sebagian bahan 102 pendukung substratnya. Air pasang memberi makanan bagi hutan dan air sungai yang kaya mineral memperkaya sedimen dan rawa tempat mangrove tumbuh. Pada tepi-tepi laut yang ombaknya relatif tenang, umumnya tumbuh dengan lebat jenis Api-api Avicennia sp. dan Bakau Rhizopora sp. dengan perakarannya membantu menstabilkan wilayah pantai. Tumbuhan mangrove mempunyai fungsi yang sangat strategis pada ekosistem pesisir baik secara ekonomi maupun ekologi. Secara ekonomi, berbagai kebutuhan masyarakat baik berupa kayu, ikan, kepiting dan fauna lainnya dapat diambil dari kawasan mangrove. Demikian pula secara ekologi, berbagai fungsi juga dijalankan oleh mangrove diantaranya sebagai sumber nutrien bagi flora dan fauna yang ada disekitarnya. Sebagai salah satu produsen dalam ekosistem, mangrove memegang peranan yang sangat penting. Dekomposisi bahan organik serasah mangrove masuk dalam lingkungan perairan dan menjadi nutrien yang sangat dibutuhkan oleh fitoplankton sebagai bahan fotosintesis. Fitoplankton dikonsumsi oleh level konsumen dalam ekosistem ini, mulai dari zooplankton, crustacea, polychaeta, dan makrobentos, kemudian menunjang rantai makanan dalam ekosistem lanjutannya yaitu ikan, udang maupun biota lainnya. Pemanfaatan kawasan mangrove di Blanakan salah satunya adalah untuk ekowisata, dimana kegiatan tersebut tidak mengambil sumberdaya mangrove secara fisik. Mangrove di daerah ini terbagi menjadi 2 kawasan utama yaitu, di sebelah barat sungai Blanakan yang dikelola dibawah pengawasan Perum Perhutani unit III dan kawasan di sebelah timur sungai Blanakan yang terdapat di sekitar kawasan tambak produksi milik masyarakat. Tumbuhan mangrove di daerah ini sebagian besar merupakan hasil replanting dan rehabilitasi yang telah dilakukan sekitar 25 tahun yang lalu dan terutama terdiri dari kelompok api-api Avicennia sp. dengan ukuran mulai dari seedling sampai berukuran besar diameter batang ≥ 10cm; tinggi ≥ 10meter. Avicennia marina ditemukan mulai dari batas perkampungan penduduk, daerah tambak sampai jauh kedepan yaitu pada tanah timbul yang merupakan hasil pertemuan sedimentasi dari muara sungai Blanakan dan pengendapan dari laut. Selain Avicennia marina juga ditemukan jenis mangrove lain seperti Rhizophora sp., Bruguiera sp., Sonneratia sp., Nypa fruticans, Acanthus sp. serta mangrove ikutan Ipomoea sp. dan Calotropis sp. Jika diperhatikan di daerah yang makin mengarah ke darat dari laut terdapat zonasi penguasaan oleh jenis-jenis mangrove yang berbeda. Dari 103 arah laut menuju ke daratan terdapat pergantian jenis mangrove yang secara dominan menguasai masing-masing habitat zonasinya. Fenomena zonasi ini belum sepenuhnya difahami dengan jelas. Faktor- faktor yang mempengaruhi pembagian zonasi terkait dengan respons jenis tanaman terhadap salinitas, pasang-surut dan keadaan tanah. Kondisi tanah mempunyai kontribusi besar dalam membentuk zonasi penyebaran tanaman. Avicennia sp. dan Sonneratia sp. tumbuh sesuai di zona berpasir, Rhizopora sp. cocok di tanah lembek berlumpur dan kaya humus. Keadaan morfologi tanaman, daya apung dan cara penyebaran bibitnya serta persaingan antar spesies, merupakan faktor lain dalam pembentukan zonasi ini. Formasi hutan mangrove yang terbentuk di kawasan mangrove biasanya didahului oleh jenis pohon Sonneratia sp. dan Avicennia sp. sebagai pionir yang memagari daratan dari kondisi laut dan angin. Jenis-jenis ini mampu hidup di tempat yang biasa terendam air waktu pasang karena mempunyai akar pasak. Pada daerah berikutnya yang lebih mengarah ke daratan banyak ditumbuhi jenis bakau Rhizophora sp.. Daerah ini tidak selalu terendam air, hanya kedang-kadang saja terendam air. Daerah ini tanahnya agak keras karena hanya sesekali terendam air yaitu pada saat pasang yang besar dan permukaan laut lebih tinggi dari biasanya. Fauna Di Kawasan Ekowisata Hutan Mangrove Blanakan Beberapa hewan tinggal di atas pohon sebagian lain di antara akar dan lumpur sekitarnya. Walaupun banyak hewan yang tinggal sepanjang tahun, habitat mangrove penting pula untuk hewan pengunjung yang hanya sementara waktu saja, seperti burung yang menggunakan dahan mangrove untuk bertengger atau membuat sarangnya tetapi mencari makan di bagian daratan yang lebih ke dalam, jauh dari daerah habitat mangrove. Kelompok hewan arboreal yang hidup di atas pohon, seperti serangga, ular pohon, primata dan burung yang tidak sepanjang hidupnya berada di habitat mangrove, tidak perlu beradaptasi dengan kondisi pasang surut. Burung-burung dari daerah daratan menemukan sumber makanan dan habitat yang baik untuk bertengger dan bersarang. Mereka makan 104 kepiting, ikan dan moluska atau hewan lain yang hidup di habitat mangrove. Tiap spesies biasanya mempunyai gaya yang khas dan memilih makanannya sesuai dengan kebiasaan dan kesukaannya masing-masing dari keanekaragaman sumber makanan yang tersedia di lingkungan tersebut. Sebagai timbal baliknya, burung-burung meninggalkan kotoran guano sebagai pupuk bagi pertumbuhan pohon mangrove. Kelompok hewan yang bukan hewan arboreal adalah hewan- hewan yang hidupnya menempati daerah dengan substrat yang keras tanah dan substrat yang lunak lumpur atau hidup di akar mangrove. Kelompok ini antara lain adalah jenis kepiting mangrove, kerang-kerangan dan golongan invertebrata lainnya. Kelompok yang lain adalah hewan yang selalu hidup dalam kolom air laut, seperti macam-macam ikan dan udang. Fauna darat yang ditemukan di lokasi penelitian terdiri dari insecta, reptilia, aves, mammalia. Kelompok ini hidup dan beradaptasi pada bagian pohon yang tinggi dan jauh dari jangkauan air laut, meskipun mereka bergantung pada hewan laut untuk kebutuhan makanannya. Fauna akuatik yang dijumpai di kawasan Pantai Blanakan dapat dibagi menjadi 2 tipe, yaitu:  Yang hidup di kolom air, seperti ikan dan udang  Yang menempati substrat baik keras akar dan batang pohon mangrove maupun yang lunak lumpur, seperti kerang, kepiting dan jenis invertebrata lainnya. Habitat mangrove adalah sumber produktivitas yang bisa dimanfaatkan baik dalam hal produktivitas perikanan dan kehutanan ataupun secara umum merupakan sumber alam yang kaya sebagai ekosistem tempat bermukimnya berbagai flora dan fauna. Mulai dari perkembangan mikro organisme seperti bakteri dan jamur yang memproduksi detritus yang dapat dimakan larva ikan dan hewan-hewan laut kecil lainnya. Ikan Gelodok, larva udang dan lobster memakan plankton dan detritus di habitat ini. Pada gilirannya akan menjadi makanan hewan yang lebih besar dan akhirnya menjadi mangsa predator besar termasuk pemanfaatan oleh manusia. Berbagai hewan seperti, reptil, mamalia, datang dan hidup walaupun tidak seluruh waktu hidupnya dihabiskan di habitat mangrove. Berbagai jenis serangga, ikan, amfibi, reptilia, burung dan hewan mamalia dapat bermukim 105 dan menghabiskan hidupnya di hutan mangrove Blanakan. Adanya perbedaan jenis mangrove yang ada di kawasan hutan mangrove Blanakan menyebabkan perbedaan keanekaragaman fauna yang hidup di lokasi tersebut. Makrobenthos Di kawasan hutan mangrove Pantai Blanakan terdapat fauna invertebrata, salah satunya makrobenthos. Hutan mangrove menyediakan bahan organik yang berasal dari serasah daun dan pelapukan batang pohon maupun berasal dari sedimen yang tertahan olehnya. Bahan organik yang melimpah tersebut sangat dibutuhkan untuk kelangsungan hidup makrobenthos. Keberadaan makrobenthos di ekosistem mangrove terkait erat dengan keberadaan biota laut lainnya di mangrove, serta burung-burung yang merupakan predator bagi makrobenthos. Oleh karena itu keberadaan makrobenthos penting sebagai salah satu komponen rantai makanan dalam ekosistem mangrove. Hasil pengamatan terhadap kemelimpahan makrobenthos disajikan pada Tabel 23. Tabel 23 Kelimpahan makrobenthos di ekosistem hutan mangrove Blanakan No NAMA SPESIES Jumlah individu m 2 St 1 St 2 St 3 A BIVALVIA 1 Lithophaga sp 45 15 30 2 Mytillus sp 240 60 - 3 Tapes sp - - 15 4 Gafrarium sp - 60 - 5 Tellina sp 30 - 60 B GASTROPODA 6 Cerithidea sp - 90 15 7 Lithorina sp - 405 15 8 Natica sp - 45 - 9 Nassarius sp - 195 - 10 Terebralia sp - 585 270 C. POLICHAETA 11 Nereis sp 45 - 45 D CRUSTACEA 12 Balanus sp 90 - 135 Jumlah jenis 5 8 8 Jumlah individu 450 1455 585 Indeks Keanekaraga an H’ 1,30 1,58 1,56 Indeks Perataan e 0,81 0,76 0,75 Makrobenthos merupakan salah satu biota yang juga digunakan sebagai parameter biologi untuk menentukan kondisi suatu perairan. Makrobenthos 106 merupakan organisme yang hidupnya menempati dasar perairan. Sebagai organisme yang hidup di perairan, hewan benthos sangat peka terhadap perubahan kualitas air tempat hidupnya, sehingga akan berpengaruh terhadap komposisi dan kelimpahannya. Makrobenthos yang tercuplik di perairan mangrove Blanakan terdiri dari 12 spesies. Jumlah organisme makrobenthos yang tercuplik selama penelitian didominansi oleh kelas Gastropoda sebesar 1320 individu pada stasiun 2. Pada stasiun satu teridentifikasi 5 spesies dengan indeks keanekaragaman H’ sebesar 1,30. Indeks keanekaragaman di stasiun 1 adalah yang terendah dibandingkan stasiun 2 dan 3. Berdasarkan indek keanekaragaman dan kriteria kualitas perairan stasiun satu termasuk kedalam kategori tercemar ringan. Indeks perataan di stasiun 1 adalah 0,8, hal tersebut menunjukkan bahwa kekayaan antar spesies merata dengan tingkat kelimpahan yang hampir sama nilai hampir 1. Stasiun 2 merupakan stasiun mempunyai nilai indeks keanekaragaman sebesar 1,58. Pada stasiun 2 ditemukan 8 jenis makrobenthos yang merupakan bioindikator terhadap kualitas perairan yang tercemar. Pada stasiun 3 teridentifikasi 8 jenis makrobenthos dengan nilai indeks keanekaragaman sebesar 1,56. Jumlah spesies tertinggi adalah Terebralia sp. sebesar 850 individu dan terendah adalah Tapes sp. sebesar 15 individu. Keanekaragaman makrobenthos yang tinggi menunjukkan daya tahan ekosistem mangrove tekanan ekologis juga tinggi. Perairan yang memiliki keanekaragaman rendah mengindikasikan terjadinya ketidakstabilan di dalam ekosistem tersebut karena ada jenis yang mendominasi perairan tersebut. Kondisi seperti ini juga menyebabkan daya tahan ekosistem terhadap lingkungan juga rendah. Menurut Nyabakken 1992 kebanyakan estuaria didominasi oleh substrat berlumpur, yang seringkali sangat lunak. Substrat berlumpur ini berasal dari sedimen yang dibawa kedalam estuaria baik oleh air laut maupun air tawar. Jenis bentos pemakan deposit atau deposit feeder, seperti jenis-jenis dari kelas Polychaeta banyak terdapat pada tipe substrat lumpur. 107 Ikan Selain memiliki fungsi sebagai pelindung pantai dari gelombang, fungsi mangrove yang tidak kalah pentingnya adalah fungsi ekologis sebagai tempat berlindung, pembesaran, dan perkembangbiakan bagi berbagai jenis biota akuatik. Organisme yang banyak menikmati fungsi ekologis mangrove ini adalah biota laut, seperti plankton, makrobenthos, ikan dan Crustacea kepiting dan udang. Oleh karena itu, pada ekosistem mangrove banyak ditemukan berbagai jenis ikan. Keberadaan ikan-ikan di mangrove tersebut ada yang menjadi penghuni tetap, ada yang sekali-sekali datang untuk mencari makan, dan ada yang datang secara musiman, misalnya ketika akan bertelur atan memijah. Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang subur, karena degradasi serasah mangrove memasok unsur hara bagi lingkungannya. Unsur hara dimanfaatkan oleh plankton dalam fotosintesis, sehingga perairan di mangrove mempunyai produktivitas yang tinggi. Hal ini menyebabkan kelimpahan organisme pada tingkatan trofik dalam rantai makanan menjadi tinggi pula. Ketersediaan plankton dan benthos di perairan tersebut merupakan makanan bagi ikan. Dengan kondisi tersebut, ikan memanfaatkan ekosistem perairan mangrove sebagai daerah mencari makan, memijah dan pembesaran. Jadi mangrove mempunyai nilai ekologis yang tinggi untuk menunjang keberlangsungan ekosistem akuatik di kawasan mangrove Blanakan. Terdapat beberapa jenis ikan yang mampu hidup pada daerah yang kisaran salinitasnya luas seperti pada daerah mangrove ini. Ikan-ikan tersebut mempunyai toleransi terhadap kisaran salinitas yang tinggi untuk dapat hidup di perairan payau. Adapun jenis ikan yang teramati di Blanakan antara jenis ikan belanak Mugil dussumieri, ikan kipper Scatophagus argus, ikan lundu Macrones gulio, ikan kerong-kerong Therapon jarbua, ikan mujair Oreochromis mossambicus, ikan Boso Glossogobius giuiris, dan ikan belut tambak Synbranchus bengalensis. Hasil pengamatan pada kemelimpahan ikan di Blanakan menunjukkan bahwa sebagian besar ikan yang terdapat di wilayah tersebut merupakan jenis ikan konsumsi. Hal tersebut ditunjukkan oleh tangkapan ikan yang dijumpai di Tempat Pelelangan Ikan TPI Mina Fajar Sidik, yang didominasi oleh ikan konsumsi. Namun, ditemukan juga beberapa jenis ikan tangkapan merupakan jenis ikan hias. Adapun jenis ikan yang teramati di Blanakan dapat diitunjukkan pada Tabel 24. 108 Tabel 24 Jenis-jenis ikan yang ditemukan di perairan ekowisata hutan mangrove Blanakan NO FAMILI JUMLAH SPESIES HABITAT JUMLAH St 1 St 2 St 3 1 Carangidae 19 Muara-pesisir ++++ +++ ++++ 2 Engraulidae 4 Muara-pesisir + - + 3 Sciaenidae 6 Pesisir - ++ - 4 Gobiidae 10 Sungai-muara ++ ++ - 5 Clupeidae 13 Pesisir ++ ++++ - 6 Belonidae 3 Muara pesisir - - + 7 Soleidae 4 Muara pesisir - - ++ 8 Synbranchidae 1 Muara - + - 9 Leiognathidae 4 Muara pesisir + - + 10 Chanidae 3 Muara pesisir + - - 11 Mugilidae 6 Sungai, muara + + + 12 Muraenidae 2 Muara pesisir + - - 13 Trichiuridae 3 Pesisir laut - ++ - 14 Teraponidae 1 Pesisir laut - - + 15 Serranidae 4 Pesisir laut + - ++ 16 Cichlidae 1 Sungai muara - - + 17 Bagridae 1 Sungai + - - 18 Anthidae 1 Muara - - + 19 Altherinidae 1 Muara - - + 20 Pomatomidae 1 Muara pesisir - - + 21 Plotosidae 2 Muara pesisir - + + 22 Polynemidae 1 Sungai pesisir + - - 23 Elopsidae 1 Muara pesisir + - - 24 Tetraodontidae 1 Muara - - + 25 Sillaginidae 1 Muara pesisir - - + 26 Scatophagidae 1 Muara - - + 27 Siganidae 6 Laut - + ++ 28 Sphyraenidae 9 Laut - ++ +++ 29 Stromatidae 1 Muara pesisir - + - 30 Hemirhamphidae 4 Pesisir laut - ++ + 31 Ophiocephalidae 1 Muara - - ++ 32 Holocentridae 4 Pesisir - + ++ 33 Lutjanidae 6 Pesisir-laut + + ++ 34 Labridae 3 Pesisir - + + Keterangan: - = tidak ditemukan ++ = ditemukan 6-10 + = ditemukan 1-5 +++ = ditemukan 10 109 Dari data di atas memperlihatkan jumlah jenis ikan yang ditemukan di ekosistem mangrove di Pantai Blanakan ada 129 jenis dari 34 famili. Hal ini menunjukkan bahwa dari segi jumlah jenis ikan yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove cukup besar. Jenis biota yang ditemukan tersebut, beberapa diantaranya merupakan ikan ekonomis penting, seperti familia Chanidae, dan Lutjnaidae. Ikan-ikan yang ditemukan tersebut tidak semuanya merupakan penghuni mangrove, tetapi ada yang merupakan penghuni karang atau dari laut lepas. Untuk jenis ini, kedatangan mereka ke ekosistem mangrove adalah untuk mencari makan, untuk bertelur, atau untuk memijah. Adanya kemelimpahan yang tinggi dari ikan merupakan potensi dan daya tarik wisata. Kegiatan wisata yang bisa dikembangkan adalah wisata memancing dan belanja ikan di TPI Mina Fajar Sidik. TPI ini berjarak sekitar 1 km sebelum pintu gerbang ekowisata mangrove Blanakan. Ikan juga merupakan makanan dari burung-burung laut, sehingga populasi dan jenis burung sangat beragam di kawasan ini. Dengan demikian kegiatan pengamatan burung bird watching juga bisa dikembangkan dengan menyediakan fasilitas menara pengamatan. Reptilia Hasil pengamatan menunjukkan bahwa beberapa jenis reptil memiliki pola penggunaan ruang yang dipengaruhi oleh pola aktivitas. Jenis-jenis arboreal yang aktif pada malam hari seperti Gecko sp. sering ditemukan pada cabang atau ranting pohon terutama pada malam hari, ketika mereka aktif mencari mangsa, namun pada siang hari mereka lebih suka bersembunyi di celah-celah pada pohon. Varanus sp. yang aktif pada siang hari memiliki pola yang berbeda, yaitu pada siang hari mereka lebih sering berada di sekitar perairan sungai untuk mencari mangsa dan pada malam hari mereka beristirahat di atas pohon. Reptil arboreal lainnya yang aktif pada siang hari seperti Chameleon sp. dan jenis-jenis dari suku Agamidae bunglon lebih cenderung memiliki penggunaan ruang yang tetap. Mereka aktif mencari mangsa di atas ranting pohon atau semak-semak pada siang hari, dan pada malam hari mereka bersembunyi pada batang-batang pohon atau di antara dedaunan. Reptil yang hidup pada permukaan tanah terestrial juga memiliki pola penggunaan ruang yang cenderung tetap. Beberapa jenis bersarang atau berlindung di lubang-lubang tanah, celah-celah batu atau diantara banir kayu seperti Kadal Mabouya multifasciata, Ular sawah, Koros dan Weling. 110 Kelompok reptilia yang ditemukan di hutan mangrove Blanakan ada 10 jenis. Spesies yang ditemukan paling banyak adalah buaya, karena di lokasi wisata ini terdapat pengangkaran buaya dengan jumlah 283 ekor. Kadal Mabouya multifasciata juga relatif banyak dijumpai. Adapun hasil pengamatan terhadap reptilia dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25 Jenis Reptilia yang ditemukan di kawasan hutan mangrove Blanakan No. REPTILIA Jumlah Nama latin Nama lokal St 1 St 2 St 3 1 Chameleon sp Bunglon - + + 2 Mabouya multifasciata Kadal + ++ ++ 3 Phyton sp Ular Sawah - + - 4 Phtyas coros Ular Koros - + + 5 Najah hannah Ular Sendok - + - 6 Bungarus fasciatus Ular Weling - + + 7 Cyberus sp Ular Air - - + 8 Crysopelea sp Ular Pohon - + + 9 Salvator sp Hap-hap - + - 10 Varanus varanus Mencawak + - - 11 Crocodilus porosus Buaya - - +++ Keterangan: - = tidak ditemukan ++ = ditemukan 6-10 + = ditemukan 1-5 +++ = ditemukan 10 Reptilia menjadikan hutan mangrove ini sebagai tempat bertelur, tempat mengasuh anak dan tempat mencari makan. Adanya beberapa satwa, seperti buaya, biawak, bunglon dan berbagai jenis ular menambah daya tarik untuk pengamatan satwa di kawasan ekowisata hutan mangrove Blanakan. Burung Burung merupakan salah satu komponen rantai makanan dalam ekosistem mangrove. Keberadaan burung dalam ekosistem mangrove karena dapat dijadikan tempat berlindung, bertelur dan persinggahan sementara khusus burung migrant. Kehadiran burung yang mengelompok di pohon-pohon mangrove dengan diwarnai bunyi khas dari masing-masing spesies merupakan atraksi menarik. Atraksi-atraksi burung seperti terbang di udara, atau menukik ke dalam laut menangkap ikan bisa dilihat di Pantai Blanakan, Subang. Adapun jenis-jenis burung yang teramati di kawasan ekowisata hutan mangrove Blanakan disajikan di Tabel 26. 111 Tabel 26 Jenis burung yang ditemukan di kawasan hutan mangrove Blanakan No. AVES Jumlah Nama latin Nama lokal St 1 St 2 St 3 1 Halcyon chloris Tetengke - + + 2 Poinia familiaris Cibelek - ++ + 3 Hirundo sp Sriti ++ +++ +++ 4 Xenus cinereus Trinil - + + 5 Pycnonotus aurigaster Kutilang - + + 6 Numenius phaeopus Gajahan kecil - - + 7 Rhipidura javanica Sikatan + + + 8 Sterna albifrons Dara laut kecil - ++ ++ 9 Egretta sacra Kuntul karang - ++ + 10 Dicrurus macrocercus Srigunting + + + 11 Bubulcus ibis Kuntul kerbau - - + 12 Ficedula hyperythra Tledekan - + - 13 Haliaetus leucogaster Elang laut - + + 14 Prinia familiaris Prenjak - +++ ++ 15 Ardeola speciosa Blekok +++ +++ ++ 16 Mirarfa javanica Branjangan - + - 17 Burhinus gihanteus Wili-wili besar - + + 18 Apus pasificus Kepinis laut + - - 19 Egreta garzeta Kuntul kecil +++ ++ +++ 20 Halcyon chloris Raja udang + + ++ 21 Lanius schach Pentet + - - 22 Dendrocyna javanica Belibis - + + 23 Calidris ruficollis Curek - - + 24 Egretta intermeding Kuntul ++ + + Keterangan: - = tidak ditemukan ++ = ditemukan 6-10 + = ditemukan 1-5 +++ = ditemukan 10 Adapun kelimpahan burung jika dikaitkan dengan ekowisata mangrove, maka burung-burung biasanya menjadi objek wisata bird watching karena bulunya yang indah atau suaranya yang merdu, apalagi jika terdapat jenis yang langka. Keberadaannya dalam jumlah banyak pada kanopi pohon mangrove juga merupakan pemandangan menarik. Diantara jenis-jenis burung yang dijumpai di Pantai Blanakan ada yang sifatnya menetap, pengunjung, dan ada pula yang merupakan burung migran. Burung yang sifatnya pengunjung di daerah pesisir seperti Numenius phaeopus dan Sterna albifrons. Kategori burung migrant seperti Xenus cinereus dan Apus pasificus. 112 Dari 24 jenis burung yang ditemukan di lokasi penelitian, 7 jenis diantaranya sudah termasuk jenis yang dilindungi, yaitu: Kuntul kecil Egretta garzetta, Ibis Plegadis falcinellus, Dara laut kecil Sterna albifrons, Kuntul karang Egretta sacra, Kuntul kerbau Bubulcus ibis, Elang laut perut putih Haliaetus leucogaster, dan Wili-wili besar Burhinus gihanteus. Kehadiran burung-burung yang dilindungi tersebut, tentunya menjadi daya tarik tersendiri bagi para ekowisatawan. Banyaknya jenis burung yang terdapat di lokasi ini menunjukkan bahwa ekosistem mangrove di kawasan tersebut merupakan habitat yang sesuai bagi satwa burung. Mangrove digunakan burung sebagai tempat mencari makanan berupa ikan pada sela-sela akar mangrove yang sedikit berair dan berlumpur, sedangkan beberapa jenis burung yang lain menyukai vegetasi semak yang rendah untuk mencari makan. Famili Ardeidae mencari makanan berupa ikan pada lumpur di kawasan mangrove. Pycnonotus goiavier banyak mencari biji dan buah di tanaman mangrove. Sebagian burung merupakan burung penetap yang tinggal dan bersarang pada pohon-pohon mangrove tersebut. Burung-burung ini setiap waktu selalu terlihat menjaga teritorinya dan tidak akan meninggalkan wilayahnya jauh-jauh walaupun untuk mencari makan. Sebagian lagi adalah burung migran yang singgah sementara dalam migrasinya. Menurut Murni 2000 keanekaragaman satwa liar yang cukup banyak dan apabila terdapat jenis yang langka, endemik atau migrasi menunjukkan kawasan tersebut sangat sesuai untuk kegiatan ekowisata. Jadi lokasi hutan mangrove Blanakan sudah memenuhi kriteria tersebut, jika dilihat dari keberadaan satwa liarnya. Mammalia Jenis satwa mammalia yang sering terlihat diantaranya adalah berang- berang, bajing, dan garangan. Berang-berang adalah jenis mammalia yang memakan ikan, mereka biasanya mendiami lubang-lubang di sepanjang tepian sungai. Selain memangsa ikan mereka juga memakan kepiting dan siput yang juga ada di habitat mangrove. Bajing dan tupai mencari makan di kawasan hutan mangrove. Bagian mangrove yang menjadi makanan mereka adalah pucuk daun, buah dan bunga. Mammalia mengambil manfaat dari tumbuhan mangrove tersebut. Anjing dan kucing kadang-kadang memakan kepiting bakau. Kambing adalah jenis mammalia yang banyak ditemui. Kambing 113 merupakan hewan budidaya yang dalam pemeliharaannya relatif mudah dan cepat besar. Sehingga kambing dipilih untuk dibudidayakan agar bisa cepat diperoleh manfaat dagingnya. Adapun mammalia yang ditemukan di kawasan mangrove Pantai Blanakan dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27 Jenis Mammalia yang ditemukan di kawasan hutan mangrove Blanakan No. MAMMALIA Jumlah Nama latin Nama Lokal ST 1 St 2 St 3 1. Cannis familiaris Anjing - ++ + 2. Felix domesticus Kucing + ++ - 3. Tupaia javanica Tupai - + + 4. Herpestes javanica Garangan - + + 5. Bos bibos Sapi - ++ ++ 6. Capra sp Kambing - +++ ++ 7. Sciurus notatus Bajing - ++ + 8. Rattus sp Tikus - ++ ++ 9. Lutra lutra Berang-berang + ++ ++ Keterangan: - = tidak ditemukan ++ = ditemukan 6-10 + = ditemukan 1-5 +++ = ditemukan 10 5.4. Daya Dukung Ekowisata Hutan Mangrove Blanakan Ekowisata hutan mangrove Blanakan adalah hutan lindung yang dimanfaatkan untuk kegiatan wisata. Diharapkan dengan pemanfaatan tersebut dapat memberikan manfaat ekonomi bagi pengelola dan masyarakat sekitar tanpa mengurangi nilai dan fungsi hutan mangrove Blanakan sebagai area hutan lindung. Perkembangan ekowisata hutan mangrove Blanakan sebagai tujuan wisata diharapkan memberi dampak positif berupa manfaat ekonomi yang berkesinambungan. Namun dampak negatif juga dikhawatirkan akan muncul bila pemanfaatan objek wisata melampaui daya dukung fisik kawasan. Hal ini bisa terjadi jika pertumbuhan wisatawan yang terus naik, dan melebihi daya dukung fisik kawasan dalam menampung jumlah wisatawan. Daya dukung secara fisik PCC untuk ekowisata hutan mangrove Blanakan dihitung berdasarkan kriteria yang ditetapkan, yaitu luas efektif yang digunakan untuk wisata seluas 5 ha 50.000 m 2 . Untuk variabel pengunjung, setiap orang yang berdiri pada umumnya membutuhkan ruang horizontal seluas 1 m 2 untuk dapat bergerak bebas. Waktu buka objek wisata antara jam 09.00- 17.00 berarti buka selama 8 jam. Rata-rata waktu yang dihabiskan pengunjung 114 adalah 5,2 jam. Hasil perhitungan PCC untuk lokasi ini adalah 77.000 pengunjung per hari. Cara penentuan PCC dapat dilihat pada Lampiran 1. Dalam penentuan daya dukung relatif terdapat beberapa faktor koreksi yang dapat dijadikan sebagai faktor pembatas tingkat kunjungan. Faktor koreksi tersebut antara lain faktor psikologi terkait dengan kenyamanan dan kesesakan areal pemanfaatan. Faktor fisik lingkungan berupa kondisi cuaca tahunan dimana pada musim hujan merupakan waktu kunjungan yang kurang nyaman bagi wisatawan. Banjir tahunan turut mempengaruhi waktu buka areal pemanfaatan. Faktor manajemen. Rasio antara pengunjung dan petugas areal pemanfaatan turut mempengaruhi jumlah tingkat kunjungan. Perhitungan daya dukung sebenarnya RCC berdasarkan faktor koreksi pada lokasi yang telah diidentifikasi, yaitu curah hujan, kualitas perairan, banjir musiman dan kapasitas manajemen. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai RCC adalah 2.751 pengunjung per hari. Daya dukung yang diperbolehkanefektif ECC dihitung berdasarkan kapasitas manajemen dan waktu buka lokasi serta waktu tempuh masuk lokasi. Pengelola kawasan adalah Perum Perhutani III dan jumlah jalan masuk juga menjadi faktor dalam penentuan ECC. Hasil perhitungan ECC adalah 30. Jadi nilai ECC kawasan ekowisata hutan mangrove Blanakan adalah 30 dari 2.750 RCC adalah 825 pengunjung per hari. Cara penentuan RCC dan ECC dapat dilihat pada Lampiran 1. Berdasarkan hasil perhitungan masing-masing nilai daya dukung yang dimasukkan ke dalam standar penentuan PCC RCC ECC, maka pada dasarnya daya dukung fisik kawasan sama sekali belum terlewati karena nilai PCC lebih besar daripada RCC dan RCC lebih besar daripada ECC. Dari data kunjungan rata-rata per hari di ekowisata hutan mangrove Blanakan adalah 57 pengunjung. Jika dibandingkan ECC nilai tersebut masih jauh di bawahnya. Oleh karena itu pengembangan objek wisata ini masih sangat menjanjikan. Di kawasan ekowisata hutan mangrove Blanakan ada beberapa aktivitas wisata yang bisa dilakukan antara lain berperahu, berkemah dan piknik. Untuk masing-masing aktivitas tersebut dibatasi pula oleh daya dukung ekologi. Dimana hal tersebut mengindikasikan kenyamanan dalam beraktivitas. Untuk menghitung daya dukung ekologis parameter yang diukur adalah jumlah wisatawan, sedangkan parameter lainnya adalah area yang dibutuhkan untuk wisata, jumlah hari yang dibutuhkan untuk aktivitas tertentu dalam satu tahun. Parameter 115 lainnya sudah ditetapkan Douglass 1975 dalam Fandeli 2001. Douglass menetapkan turnover factor Tf atau faktor pemulihan yang berbeda untuk tiap aktivitas. Nilai Tf untuk berperahu adalah 2; untuk piknik adalah 1,5; sedangkan nilai Tf untuk berkemah adalah 1. Hasil perhitungan daya dukung ekologis untuk aktivitas wisata di kawasan ekowisata hutan mangrove Blanakan disajikan pada Tabel 28, sedangkan cara perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 28 Daya dukung ekologi kawasan ekowisata Blanakan No. Aktivitas Wisata Daya Dukung 1. Berperahu 106 orangha 2. Berkemah 174 orangha 3. Piknik 530 orangha Dari tabel di atas diketahui dalam setiap harinya lokasi ekowisata untuk aktivitas berperahu dapat menampung maksimal 106 orang per ha. Sedangkan untuk kegiatan berkemah mampu menampung makasimal 174 orang per ha dan untuk piknik kawasan mampu menampung 530 orang per ha. Nilai daya dukung yang diperoleh pada dasarnya masih bersifat relatif. Hal ini disebabkan karena daya dukung fisik kawasan tidak konstan tergantung pada perubahan-perubahan yang terjadi akibat pola kunjungan, pengalaman pengunjung, faktor iklim, kebijakan manajemen pengelola. Faktor iklim perlu dipertimbangkan dalam menentukan daya dukung kawasan. Pada musim hujan, biasanya tingkat kunjungan menurun, demikian sebaliknya pada musim kemarau. Pada bulan Desember-Januari, di kawasan wisata Blanakan sering terjadi banjir musiman, hal ini juga menurunkan tingkat kunjungan. Pada dasarnya daya dukung tidaklah selalu konstan, dimana daya dukung dapat ditingkatkan dengan penambahan atraksi dan fasilitas pendukung lainnya di zona yang telah dibuat. Misalnya dengan menambahkan sarana akomodasi, paket wisata, pengembangan camping ground, maupun rancangan sistem jalan setapak jembatan kayu untuk berjalan di antara vegetasi mangrove, menambah menara untuk pengamatan burung dan satwa, menambah armada perahu, dan sebagainya. Saat tingkat kunjungan semakin naik, pihak pengelola dapat menambah jumlah staf untuk meningkatkan kapasitas manajemen. Hal ini akan meningkatkan kepuasan wisatawan. Dengan demikian maka daya dukung dapat 116 ditingkatkan. Jika tingkat kunjungan semakin tinggi, sebelum melewati batas daya dukung yang telah ditetapkan standarnya, maka perlu dilakukan pengelolaan pengunjung, seperti dengan membuat sirkulasi pengunjungan berdasarkan ukuran kelompok dan ruang yang tersedia. Jika daya dukung terlewati maka analisis dampak pengunjungan harus dilakukan, walaupun hal ini terkadang sulit diimplementasikan, seperti kegiatan monitoring dan inspeksi terhadap pengelolaan kawasan wisata. Langkah pengelolaan terhadap daya dukung yang terlampaui dapat menggunakan metode Limit of Acceptable Change LAC atau “batas perubahan yang masih dapat diterima”. Konsep LAC digunakan untuk menentukan ketika dampak negatif telah terlampaui. Dampak dari tingkat kunjungan yang dimonitor dengan metode LAC berdasarkan hasil monitoring terhadap tingkat perubahan- perubahan kondisi fisik lingkungan dan biologi yang terjadi pada lokasi pemanfaatan serta survei tingkat kenyamanan pengunjung. Dalam menentukan daya dukung suatu kawasan tidaklah mudah, selain indikator penentuan daya dukung yang tidak baku, terdapat juga masalah yang perlu dipertimbangkan adalah dampak kunjungan pada suatu kawasan bisa bervariasi tergantung sudut pandang seseorang Manning 2002. Menurut Khair 2006 beberapa permasalahan dalam menentukan daya dukung, antara lain: 1. Definisi daya dukung dapat berbeda, karena tidak ada definisi yang universal dan masih berpusat pada tingkat toleransi. 2. Adanya variasi-variasi yang berbeda dalam standar pengukuran. 3. Daya dukung merupakan konsep yang dinamis dan mengalir. 4. Konsep daya dukung tidak dapat memunculkan kualitas yang nyata. 5. Adanya kesulitan dalam memprediksi dampak dan pengelola harus dapat menganalisis dampak sebelum, selama dan sesudah perkembangan. 6. Solusi yang ditawarkan oleh para pakar sering tidak mencapai kesepakatan umum. 7. Konsep daya dukung bukanlah konsep yang dapat diterapkan dengan analisis yang kaku dan pengelolaan yang praktis. Daya dukung merupakan suatu kerangka yang rasional dan proses yang terstruktur, sehingga untuk membuat daya dukung harus mengkombinasikan data hasil penelitian dengan kebijakan atau keputusan yang informatif. Kapasitas 117 daya dukung kawasan tidak hanya harus ditentukan, tetapi harus dikelola dengan sebaik-baiknya. Penentuan daya dukung juga tergantung pada berbagai penilaian mengenai tingkat daya tampung kawasan yang rusak akibat dampak kegiatan wisata. Ketika tingkat daya tampung telah dibuat, metode untuk mengontrol pengunjung perlu diimplementasikan, dimana hal tersebut mencakup kemampuan untuk menghitung jumlah pengunjung, menjaga jumlah pengunjung agar konstan dan kemampuan mengelola pengunjung yang ingin memasuki kawasan wisata jika jumlah pengunjung sudah mencapai daya dukung fisik kawasan. Pengelolaan lain yang dilakukan adalah menghindari pengunjung terkonsentrasi pada suatu tempat. Sehubungan dengan uraian di atas dapat ditegaskan, bahwa daya dukung kawasan ekowisata hutan mangrove Blanakan yang diperoleh belum bersifat konstan atau sebenar-benarnya karena adanya variabel-variabel yang tidak tetap atau faktor lain yang sebaiknya dimasukkan, seperti kebijakan yang jelas dari pemerintah maupun pengelola. Di samping itu, daya dukung yang diperoleh masih berdasarkan kondisi fisik kawasan. Jadi untuk menentukan daya dukung keseluruhan kawasan perlu ditentukan daya dukung psikologis, sosial, dan ekonomi.

5.5. Daya Lenting Resiliensi Ekologi

Air limbah yang masuk ke perairan akan mengalami pengurangan kadar pencemaran oleh ekosistem air. Pengurangan atau penghilangan bahan pencemar oleh berbagai proses yang ada dalam air. Proses ini meliputi pengenceran secara fisik, penyebaran, pengendapan, reaksi kimia, adsorbsi, penguraian secara biologis dan stabilisasi. Proses-proses tersebut pada dasarnya merupakan sifat alamiah air yang memiliki kemampuan untuk membersihkan atau menghancurkan berbagai kontaminan dan pencemar yang dibawa air limbah. Menurut Imholf dalam Abdullah 2006 kemampuan air untuk membersihkan diri secara alamiah dari berbagai kontaminan dan pencemar dikenal sebagai self purification. Kemampuan perairan untuk melakukan pembersihan diri ini dikenal juga dengan istilah kapasitas asimilasi assimilative capacity. Kapasitas asimilasi adalah kemampuan sesuatu ekosistem untuk 118 menerima suatu jumlah limbah tertentu sebelum ada indikasi terjadinya kerusakan lingkungan yang tidak dapat ditoleransi. Dalam penelitian ini parameter pencemaran yang diamati adalah kandungan BOD, ammonia, fosfat dan nitrat. Hal ini dilakukan karena adanya kegiatan wisata dengan tingkat kunjungan yang tinggi berpotensi untuk menghasilkan limbahpencemar tersebut di atas. Limbah tersebut bisa masuk ke perairan melalui buangan dari warung-warung makan, buangan dari toilet dan buangan sampahlimbah organik lainnya. Biological Oxygen Demand BOD menggambarkan bahan organik yang dapat diuraikan secara biologis oleh mikroorganisme. Bahan organik tersebut merupakan hasil pembusukan tumbuhan dan hewan yang telah mati atau hasil buangan limbah domestik. Ammonia di perairan bersumber dari nitrogen organik dan anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air yang berasal dari dekomposisi bahan organik. Nitrat adalah bentuk nitrogen utama di perairan alami, nitrat merupakan salah satu nutrien penting dalam sintesis protein hewan dan tumbuhan. Konsentrasi nitrat yang tinggi di perairan dapat menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan organisme perairan apabila didukung ketersediaan nutrien. Sedangkan fosfat adalah bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan dan merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan. Keberadaan fosfat secara berlebihan yang disertai kandungan nitrogen yang tinggi dapat menstimulasi pertumbuhan algae di perairan. Gambar 29 Beban pencemaran dibandingkan baku mutu lingkungan.