Model Pengelolaan Ekowisata di Hutan Lindung

43 Sebagai salah satu contoh adalah pengelolaan area hutan rimba Bob Marshall. Hutan tersebut adalah tipe area yang dilindungi sesuai kategori I b area hutan belantara. Kawasan Hutan rimba Bob Marshall terletak di Montana Pusat sebelah utara, dan dikelola oleh The United States Forest Service USFS dibawah ketetapan undang-undang hutan rimba tahun 1964. Kawasan ini merupakan hutan beriklim sedang dengan luas 600.000 hektar, dan menarik 25.000 wisatawan terutama pada bulan Juni hingga Nopember. Bulan Juni hingga September didominasi oleh pejalan kaki dan berkuda. Pada musim gugur, sebagian besar penggunaan adalah untuk kawasan perburuan hewan besar Mc Cool 1996. Pada tahun 1982, USFS memulai usaha perencanaan berdasarkan proses Limit of Acceptable Change LAC. Usaha ini melibatkan partisipasi masyarakat yang kontinyu melalui kekuatan tim kerja yang terdiri dari stakeholders, masyarakat, ilmuwan dan pengelola. LAC memfokuskan usaha pada penilaian seberapa besar perubahan kondisi di dalam hutan, biogeofisik dan kondisi- kondisi sosial yang dapat diterima. Dengan menetapkan sebuah proses partisipasi masyarakat yang menggabungkan nilai-nilai adat dalam kawasan hutan tersebut, para partisipan mengembangkan sebuah tindakan manajemen yang efektif dalam mengurangi dan mengontrol pengaruh yang disebabkan oleh manusia. Rencana ini memiliki tiga karakteristik, yaitu: 1. Rencana ini menetapkan empat kelas zona alternatif untuk melindungi karakter asli dari hutan, namun secara realistik mengijinkan beberapa aktifitas wisata yang telah dipertimbangkan dari pengaruh-pengaruh yang disebabkan oleh manusia. 2. Rencana ini mengidentifikasi variabel-variabel indikator, untuk mengawasi, dan memastikan kondisi tetap dapat diterima, digunakan untuk menetapkan keefektifan dari tindakan-tindakan yag diterapkan untuk mengontrol, serta mengurangi pengaruh. Untuk setiap indikator, ada standar-standar yang dapat dikuantifikasi, yang menunjukkan batas perubahan alami yang dapat diterima di setiap zona. 3. Rencana ini menunjukkan tindakan manajemen untuk setiap zona yang bertujuan menunjukkan kemampuan penerimaan sosial mereka. Penetapan zonasi pada dasarnya membentuk kerangka kerja untuk menangani dampak yang disebabkan oleh manusia. Setiap zona dijelaskan 44 kondisi manajerial, sosial, dan biogeofisik yang dapat diterima. Pembagian zonasi ditetapkan berdasar kelas dalam kawasan, mewakili jumlah pengaruh yang diperbolehkan pada sebuah rangkaian. Kesatuan kelas I menjadi yang paling alami, sementara kelas 4 adalah yang paling tidak alami. Tabel 6 Kelas-kelas kesempatan LAC dalam Hutan Rimba Bob Marshall ZONA SETTING DESKRIPSI KELAS 1 Biogeofisik Lingkungan alami yang tidak termodifikasi. Pengaruh lingkungan diusahakan seminimal mungkin Sosial Terisolasi dan sunyi, tidak ada aktivitas manusia. Sangat jarang dikunjungi manusia Manajerial Penekanan yang kuat pada upaya mempertahankan ekosistem alami. Komunikasi melalui peraturan terdapat di luar area misalnya gerbang pembatas KELAS 2 Biogeofisik Lingkungan alami yang tidak termodifikasi. Dampak penggunaan lingkungan rendah Sosial Isolasi yang tinggi. Sedikit menjumpai manusia. Kesempatan bagi wisatawan untuk bebas Manajerial Menekankan pada peningkatan ekosistem alami. Kontak manajemen di lokasi masih minim KELAS 3 Biogeofisik Lingkungan alami yang tidak termodifikasi. Beberapa proses alami terpengaruh oleh manusia. Pengaruh manusia terhadap lingkungan tingkat menengah, sebagian besar di sepanjang rute perjalanan Sosial Isolasi menengah, dan kunjungan manusia yang rendah hingga menengah. Kebebasan dari wisatawan di tingkat menengah Manajerial Penekanan pada tingkatan ekosistem alami. Kontak pengunjung pada lokasi terjadi secara rutin. Komunikasi tentang peraturan diletakkan di luar area KELAS 4 Biogeofisik Terutama lingkungan alami yang tidak termodifikasi. Kondisi dapat terpengaruh oleh manusia, terutama pada rute-rute perjalanan, koridor sungai, pantai, dan titik-titik pintu masuk Sosial Kesempatan isolasi tingkat menengah hingga rendah. Berkemungkinan untuk berjumpa manusia. Kesempatan interaksi yang tinggi dengan lingkungan, tetapi dengan tantangan atau resiko yang rendah hingga menengah Manajerial Pengelolaan dengan cara pengawasan terhadap penilaian wisatawan dan memantau terhadap kerusakan lingkungan upaya rehabilitasi dapat dilaksanakan Sumber: McCool 1996 dalam Fandeli 2001 45 Beberapa pengelolaan ekowisata mangrove antara lain Wahyuni et al. 2007 menyatakan pengembangan ekowisata mangrove di kawasan Tahura Ngurah Rai mempunyai program-program ekowisata yang ditawarkan antara lain: Program Mangrove education tour Tracking, Program Bird Watching, Program Fishing, Program Mangrove Tree Plantation or Adoption, Program Canoeing, Program Boating. Pelaksanaan dari keenam program tersebut, Mangrove education tour Tracking yang paling banyak peminatnya dibandingkan dengan program yang lain. Dari 9 kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi diperoleh hasil 7 prinsip yang pelaksanaannya lebih dari 50, melihat kondisi di atas dapat disimpulkan pengembangan ekowisata mangrove sudah memenuhi prinsipkriteria ekowisata nasional. Hal yang menjadi perhatian dalam pengelolaan kawasan Tahura sebagai saran kepada pengelola, antara lain: partisipasi masyarakat, pemungutan retribusi, penanganan sampah, penyempurnaan program yang tidak berjalan, dan pengelolaan ekowisata melalui kelembagaan yang solid. Pengelolaan dan pengembangan ekowisata mangrove di Nusa Lembongan, Bali dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, jumlah pendapatan dan persepsi masyarakat. Skenario pengelolaan optimal kawasan mangrove adalah ekowisata mangrove dengan aktor pengelola pemerintahswasta dan kebijakan program pemberdayaan masyarakat. Model pengembangan ekowisata mangrove adalah wisata alam terpadu dengan objek pengamatan mangrove, terumbu karang, budidaya rumput laut, kehidupan desa, dan atraksi kebudayaan Yuanike 2003. Sari 2002 telah meneliti tentang pengelolaan sampah di kawasan hutan mangrove Teluk Benoa sebagai upaya kebersihan dan pengembangan ekowisata mangrove. Oleh karena itu diusulkan suatu model pengelolaan sampah yang melibatkan seluruh stakeholder, yaitu meliputi masyarakat, pemerintah, swasta dan pihak terkait lainnya. Hal pertama yang dilakukan adalah membentuk swadaya kebersihan di tingkat desa untuk mengelola sampah dan kebersihan sungai di wilayahnya. Pemerintah bertindak sebagai fasilitator terhadap semua kegiatan yang dilaksanakan oleh masyarakat dan swasta. 46

2.7. Kebijakan yang Terkait dengan Ekowisata

Keterkaitan pengembangan ekowisata dikawasan hutan konservasi hutan mangrove, telah ditetapkan dalam beberapa peraturan perundang-undangan yaitu: 1. Undang-Undang No 41 tahun 1999 tentang kehutanan. Substansi penting dalam perundang-undangan tersebut adalah: a. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. b. Pemanfaatan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya. c. Pemanfaatan hutan lindung dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu. d. Pemanfaatan hutan lindung dilaksanakan melalui pemberian izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, dan izin pemungutan hasil hutan bukan kayu. 2. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup . Substansi penting dalam Undang- Undang tersebut adalah: a. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran danatau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. b. Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. 47 c. Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. d. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar keduanya. e. Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada danatau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup. f. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, danatau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. g. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah ukuran batas perubahan sifat fisik, kimia, danatau hayati lingkungan hidup yang dapat ditenggang oleh lingkungan hidup untuk dapat tetap melestarikan fungsinya. Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung danatau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, danatau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. h. Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana serta kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya. i. Limbah adalah sisa suatu usaha danatau kegiatan. j. Dampak lingkungan hidup adalah pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu usaha danatau kegiatan 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Substansi penting dalam Undang-undang tersebut adalah: a. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi