Analisis Sistem dan Pemodelan

53 Eriyatno 1999 menyatakan sistem adalah totalitas himpunan elemen yang mempunyai struktur dalam nilai posisional serta dimensional terutama dimensi ruang dan waktu, dalam upaya mencapai tujuan goals Dengan demikian setiap sistem harus memiliki komponen atau elemen yang saling berinteraksi atau terkait dan terorganisir dengan suatu tujuan tertentu. Menurut Purnomo 2005, analisis sistem berguna untuk mendekati masalah yang secara intuitif dapat digolongkan ke dalam kompleksitas yang terorganisasi. Analisis sistem adalah pemahaman yang berbasis pada proses, sehingga sangat penting untuk berusaha memahami proses-proses yang terjadi. Analisis sistem bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai elemen penyusun sistem, memahami prosesnya serta memprediksi berbagai kemungkinan keluaran sistem yang terjadi akibat adanya distorsi di dalam sistem itu sendiri, sehingga didapatkan berbagai alternatif pilihan yang menguntungkan secara optimal. Model adalah abstraksi atau penyederhanaan dari dunia nyata, yang mampu menggambarkan struktur dan interaksi elemen serta perilaku keseluruhannya sesuai dengan sudut pandang dan tujuan yang diinginkan Purnomo, 2005. Untuk pemodelan yang lebih fleksibel dan multiguna, Purnomo 2005 menyarankan dilakukan dengan fase-fase sebagai berikut: 1 identifikasi isu, tujuan, dan batasan; 2 konseptualisasi model; 3 spesifikasi model; 4 evaluasi model; 5 penggunaan model. Keuntungan penggunaan model dalam penelitian dengan pendekatan sistem adalah: 1 memungkinkan untuk melakukan penelitian lintas sektoral dengan ruang lingkup yang luas; 2 dapat dipakai untuk melakukan eksperimentasi terhadap sistem; 3 mampu menentukan tujuan aktivitas pengelolaan dan perbaikan terhadap sistem yang diteliti; 4 dapat dipakai untuk mendugameramal keadaan sistem pada masa yang akan datang Darsiharjo, 2004. Gejala dunia nyata seperti pada kawasan ekowisata hutan mangrove Blanakan, Subang, menunjukkan kompleksitas yang tinggi dan sulit dipahami hanya melalui satu disiplin keilmuan. Upaya dari masing-masing disiplin untuk mempelajari fenomena dunia nyata yang kompleks melalui pengembangan beragam model seringkali tidak konsisten, hanya bersifat parsial, tidak berkesinambungan, dan gagal memberikan penjelasan yang utuh Eriyatno 54 1999. Konsep sistem yang berlandaskan pada unit keberagaman dan selalu mencari keterpaduan antar komponen, dapat menawarkan suatu pendekatan baru untuk memahami dunia nyata melalui pendekatan sistem. Dengan demikian, kajian mengenai pengelolaan ekowisata mangrove di Subang dapat dilakukan melalui pendekatan sistem, yang selanjutnya dibangun suatu desain sistem model pengembangan pariwisata yang bersifat dinamik bagi pengelolaan dan pengusahaan ekowisata mangrove Blanakan yang didasarkan pada daya dukung sumberdaya alam. Verifikasi dan Validasi Verifikasi adalah tahap pembuktian model yang dibuat dengan melakukan pengujian di lapangan. Setelah verifikasi tahapan berikutnya adalah validasi. Verifikasi dan validasi merupakan dua aktivitas yang beruntun dan harus dilakukan untuk menguji apakah sebuah model dapat memberikan hasil yang baik atau tidak. Validasi adalah tahap penentuan tingkat kebenaran atau kesahihan dari suatu model yang dibuat setelah dilakukan verifikasi. Model yang dibuat oleh peneliti hanya menggambarkan sebagian dari komponen yang ada di alam, sehingga hasil dari analisis model selalu memiliki kesalahan atau ketidak tepatan, oleh karena itu suatu model harus dinilai validasinya. 55

3. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

3.1. Kondisi Umum

Kawasan ekowisata hutan mangrove Blanakan terletak di Desa Blanakan dan Muara Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Jarak dari ibukota kecamatan adalah 5 lima kilometer. Jarak dengan ibukota kabupaten adalah 50 km dan jarak dari ibukota propinsi adalah 119 km. Adapun batas wilayah Kecamatan Blanakan, yaitu sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kerawang, sebelah Timur dengan Kecamatan Legon Kulon dan Sukasari, sebelah Selatan dengan Kecamatan Ciasem dan sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa. Luas wilayah Kecamatan Blanakan adalah 5,09 dari luas wilayah Kabupaten Subang. Gambar 11 Lokasi ekowisata hutan Mangrove Blanakan, Kabupaten Subang Sumber: BPS Kabupaten Subang 2009. 56

3.2. Letak dan Luas Blanakan

Kabupaten Subang sebagai salah satu kabupaten di kawasan utara Provinsi Jawa Barat meliputi wilayah seluas 205.176,95 ha atau 6,34 dari luas Provinsi Jawa Barat. Wilayah ini terletak di antara 107º 31 sampai dengan 107º 54 Bujur Timur dan 6º 11 sampai dengan 6º 49 Lintang Selatan. Secara administratif, Kabupaten Subang terbagi atas 22 kecamatan, 253 desa dan kelurahan. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Subang Nomor 3 Tahun 2007 tentang Pembentukan Wilayah Kerja Camat, jumlah kecamatan bertambah menjadi 30 kecamatan. Ekowisata Mangrove Blanakan berada wilayah pesisir utara di Kecamatan Blanakan. Luas wilayah kecamatan Blanakan adalah 7.839,37 ha.

3.3. Topografi dan Tingkat Kemiringan Lahan

Tingkat kemiringan lahan di Kecamatan Blanakan memiliki tingkat kemiringan 0°-17°. Topografi kawasan hutan mangrove Blanakan terletak 0-1 m di atas permukaan laut, dan topografi seperti ini merupakan keadaan umum bagian Utara Kabupaten Subang. Topografi wilayah Kabupaten Subang secara umum dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu daerah pegunungan di bagian selatan, daratan di bagian tengah, dan pantai di bagian utara. Kecamatan Blanakan terletak di Pantai Blanakan, bagian utara dengan ketinggian antara 0-3 m dpl. Kecamatan Blanakan mempunyai bentuk permukaan tanah berupa dataran dengan produktivitas rendah untuk budidaya pertanian. Hal ini disebabkan salinitas yang tinggi serta tekstur tanah berupa pasir dan tanah liat. Sedangkan wilayah perairan pada umumnya mempunyai dasar berupa substrat berpasir dan berlumpur. Pada umumnya Blanakan mempunyai pantai yang cukup landai, sebagian kecil wilayah pantainya merupakan hamparan pasir dan sebagian lainnya merupakan rawa pasang surut, yaitu kawasan pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Wilayah ini banyak ditumbuhi vegetasi mangrove.

3.4. Iklim dan Curah Hujan

Keadaan iklim Blanakan berdasarkan Schmidt dan Ferguson bertipe iklim C dan D dengan curah hujan sekitar 63,6 mmbulan, yang terjadi pada bulan- bulan normal dengan jumlah hari hujan 100 hari. Bulan basah terjadi antara bulan Desember-Maret, sedangkan bulan lembab April-Juni dan bulan kering