Pengembangan Produk Wisata dan Fasilitas Penunjang

155 Blanakan adalah keindahan vegetasi mangrove, penangkaran buaya dan berperahu. Berdasarkan karakteristik kondisi lingkungan hutan mangrove Blanakan masih banyak potensi daya tarik wisata yang dapat dikembangkan, baik yang bersifat rekreatif maupun wisata minat khusus. Untuk daya tarik yang bersifat rekreatif potensi yang dapat dikembangkan, antara lain pengamatan burung bird watching, berjalan di jembatan papan walking trail menyusuri mangrove, dan berkemah. Potensi untuk pengembangan produk wisata tersebut sangat memungkinkan karena sudah ada inisiasinya. Kegiatan pengamatan burung bird watching dilakukan pengunjung atau para hobiis. Pengamatan burung membutuhkan perlengkapan utama adalah teropong. Pengunjung juga bisa melakukan pemotretan dengan objek burung fotografi. Pengamatan burung dapat dilakukan di dua tempat sarana, yaitu di menara pengamatan dan di area jembatan papan di antara vegetasi mangrove. Menara pengamatan berukuran 5 x 5 m dengan ketinggian 5 m, dengan kapasitas 15-20 orang. Di lokasi ekowisata hutan mangrove Blanakan seyogyanya dibangun 5 buah menara pengamatan, sehingga untuk kegiatan ini dapat dilakukan oleh 75-100 orang sekaligus. Penentuan jumlah menara ini berdasarkan pada jumlah habitat burung yang ada di kawasan hutan mangrove Blanakan, dengan perhitungan jarak pandang yang baik paling jauh adalah 100 meter. Burung yang bisa diamati dari menara adalah burung-burung yang berada di puncak kanopi mangrove. Pengamatan burung juga bisa dilakukan di jembatan papan yang berada di antara vegetasi mangrove. Pengamatan di area ini menggunakan papan pengintip yang dipasang di stopan area shelter. Pengamatan dari lokasi ini adalah untuk burung-burung yang mencari makan di perairan mangrove dan yang berada di akar mangrove. Kegiatan jalan-jalan treking dilakukan di sepanjang jalan papan walking trail yang panjangnya diperkirakan 1.500 meter dan dapat mengakomodasi sekitar 150 orang sekaligus. Objek yang dapat disaksikan ketika jalan-jalan adalah vegetasi mangrove dan satwa yang berasosiasi dengan mangrove. Papan jalan ini dilengkapi dengan area istirahat shelter yang dapat digunakan jika pengunjung merasa lelah. Program berkemah juga bisa dikembangkan di lokasi ekowisata hutan mangrove Blanakan. Dengan areal bumi perkemahan seluas 1,5 hektar, bumi perkemahan ini mampu menampung 174 orang setiap harinya. Hal yang perlu diperhatikan adalah melengkapi sarana prasarana untuk menunjang kegiatan 156 berkemah ini, seperti penyewaan tenda, peralatan memasak, warung yang menyediakan makanan kecil, obat-obatan, MCK yang cukup dan dekat dengan lokasi perkemahan. Program berkemah dirancang dan ditawarkan untuk pecinta alam, pelajar, mahasiswa yang menyukai tantangan dan berjiwa petualang. Program lain yang bisa dikembangkan adalah program tour package. Program ini dilakukan dengan menyusun paket wisata dengan lokasi hutan mangrove Blanakan. Paket wisata berupa mangrove replanting penanaman mangrove, menonton atraksi buaya di tribun penangkaran buaya, pengolahan dan pemanfaatan kulit buaya, jalan-jalan di antara vegetasi mangrove, berperahu menyusuri pantai dan diakhiri berkemah dengan acara api unggun dan bakar jagung. Untuk paket ini disediakan akomodasi makan 3 kali dan snack 2 kali serta peralatan untuk penanaman mangrove dan berkemah. Paket wisata ini ditawarkan dengan harga Rp. 400.000,- per pax dengan peserta minimal 20 orang. Program paket wisata ini akan diberi nama Mangrove Ecotour. Program ini bisa ditawarkan untuk instansi, sekolahan dan berbagai kelompok sosial lainnya. Untuk lebih mengenalkan produk ini diperlukan promosi yang bisa dilakukan melalui publikasi dalam bentuk penerbitan media cetak seperti kalender, poster, brosur, booklet, media elektronilk website, pemutaran film, dan penyelenggaraan pameran wisata. Untuk menunjang berbagai pengembangan atraksi di atas, maka diperlukan pembuatan berbagai fasilitas penunjang. Fasilitas penunjang yang perlu dibuat dan dikembangkan antara lain menara pengamatan, jembatan papan sebagai sarana walking trail. Pembuatan tempat pengintaian burung dan satwa, membuat shelter, merenovasi tempat penangkaran dan tribun atraksi buaya, memperbaiki dermaga, melengkapi sarana prasarana bumi perkemahan. Dari hasil survei persepsi dan harapan pengunjung menunjukkan fasilitas penunjang perlu ada perbaikan baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Pengembangan fasilitas penunjang wisata tentunya perlu disesuaikan dengan pengembangan atraksi atau daya tarik wisata. Pola distribusi dari fasilitas dan kapasitas menjadi faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan amenitas.

2. Pengelolaan Pengunjung

Beberapa faktor yang menyebabkan perlu dilakukannya pengelolaan ini adalah keterbatasan kapasitas daya dukung dan menghindari dampak negatif berupa pencemaran. Pengelolaan pengunjung dapat dilakukan dengan mengatur 157 kegiatan pengunjung di dalam kawasan, mengontrol jumlah pengunjung serta memberikan pelayanan informasi dan interpretasi bagi pengunjung. Strategi pengelolaan pengunjung dapat dilakukan dengan menghindari penumpukan pengunjung pada waktu tertentu, misalnya pada hari libur, atau penumpukan pada area tertentu. Pengelolaan pengunjung bisa dilakukan dengan membuat paket wisata tour package. Dengan paket wisata maka kegiatan pengunjung di lokasi wisata bisa terprogram dengan baik. Aktivitas dan alokasi waktu yang terencana akan membuat kunjungan wisatawan menjadi efektif. Distribusi dan rotasi aktivitas dalam paket wisata bisa dikelola, misalnya pada grup paket wisata setelah melakukan kegiatan menonton atraksi buaya kemudian berpindah ke kegiatan penanaman mangrove, maka tribun untuk menonton atraksi buaya bisa diisi oleh grup paket wisata berikutnya. Program paket wisata disamping dapat dimanfaatkan untuk mengelola pengunjung, juga bisa meningkatkan pendapatan pengelola secara signifikan. Hal ini terjadi karena pengelola tidak hanya mendapatkan pendapatan dari tiket masuk saja, tetapi biaya yang dibayar pengunjung adalah untuk seluruh aktivitas yang ditawarkan dalam paket wisata. Jika destinasi wisata semakin menarik bagi pengunjung dan daya dukungnya terbatas, maka pengelolaan pengunjung bisa dilakukan dengan sistem antrian. Jadi pengunjung harus menunggu waktu yang tepat untuk bisa masuk ke lokasi wisata. Metode seperti ini sudah diterapkan bagi wisatawan yang ingin mendaki pegunungan Himalaya di India. Wisatawan yang ingin mendaki bisa menunggu waktu berbulan-bulan untuk mendapatkan ijin melakukan pendakian. Pengelolaan bisa dilakukan dengan menambah spot wisata. Pengelolaan pengunjung juga bisa dilakukan dengan membuat sirkulasi pengunjungan berdasarkan ukuran kelompok dan ruang yang tersedia. Pihak pengelola bisa membentuk grup-grup pengunjung. Hal yang perlu diperhatikan adalah koridor dan jalur sirkulasi yang menghubungkan antar spot-spot wisata di kawasan ekowisata hutan mangrove Blanakan. Untuk itu perlu dibangun jalan setapak yang menghubungkan antara atraksi wisata satu dengan yang lainnya. Agar pengunjung lebih terdistribusi dan membuat waktu kunjungan lebih lama, maka penambahan atraksi wisata dapat digunakan sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Adanya shelter, gazebo, dan bangku untuk