66
Gambar 15 Desain kombinasi metoda jalur dan metoda garis berpetak. Selanjutnya ukuran sub-petak untuk setiap tingkat permudaan adalah
sebagai berikut:
a Semai : 2 x 2 m.
b Pancang : 5 x 5 m.
c Pohon
: 10 x 10 m. Seluruh individu tumbuhan mangrove pada setiap sub-petak tingkat
pertumbuhan diidentifikasi, dihitung jumlahnya, dan khusus untuk tingkat pohon diukur diamater pohon, tinggi bebas cabang dan tinggi total pohon. Diameter
pohon yang diukur adalah diamater batang pada ketinggian 1,3 m dari atas
permukaan tanah atau 10 cm di atas banir untuk pohon-pohon dari marga
Bruguiera atau akar tunjang untuk pohon-pohon dari marga Rhizophora
apabila banir atau akar tunjang tertinggi terletak pada ketinggian 1,3 m atau
lebih. Diamater pohon ini dikenal dengan DBH diamater at breast height.
Perhitungan besarnya nilai kuantitif parameter vegetasi, khususnya dalam penentuan indeks nilai penting, dilakukan dengan formula berikut ini:
Kerapatan suatu jenis K indha Kerapatan relatif jenis KR :
K =
Σ individu suatu jenis Luas petak contoh
KR =
K suatu jenis K seluruh jenis
x 100
10 m
5m
2m 5m
2m
10 m
Arah rintis
67 Frekuensi suatu jenis mangrove F
Frekuensi relatif jenis FR :
Dominansi suatu jenis D m
2
ha hanya dihitung untuk tingkat pohon
Dominansi relatif suatu jenis DR
Luas bidang dasar LBD suatu pohon yang digunakan dalam menghitung dominansi jenis didapatkan dengan rumus:
=
4
1
x D
2
Dimana R adalah jari-jari lingkaran dari diameter batang; D adalah DBH. LBD yang didapatkan kemudian dikonversi menjadi m
2
.
Indeks Nilai Penting INP : INP = KR + FR + DR
Nilai penting suatu spesies berkisar antara 0 – 300. nilai penting ini memberikan
suatu gambaran mengenai pengaruh atau peranan suatu spesies tumbuhan mangrove dalam komunitas mangrove.
4.5.2. Penentuan karakteristik wisatawan
Penentuan responden dilakukan dengan cara purposive sampling. Kriteria pengunjung yang dijadikan reponden adalah dewasa atau umur ≥ 15 tahun,
sehat jasmani dan rohani serta dapat berpikir secara baik. Pengambilan data
dilakukan dengan wawancara dan pengisian kuesioner.
F =
Σ sub-petak ditemukan suatu jenis Σ seluruh sub-petak contoh
contoh
FR =
F suatu jenis F seluruh jenis
x 100
D =
Luas bidang suatu jenis Luas petak contoh
DR =
D suatu jenis D seluruh jenis
x 100
LBD = Π x R
2
Σ seluruh sub-petak contoh
x 100
68
4.5.3.Dampak pengunjung
Teknik yang digunakan untuk mengetahui dampak pengunjung terhadap kondisi biofisik dilakukan secara observasi dan kuesioner. Untuk kondisi biofisik
antara lain pengamatan dampak pengunjung pada vegetasi dan satwa dilakukan dengan menyusuri menggunakan perahu.
Indikasi kerusakan vegetasi adalah vandalisme pada pohon, pemotongan ranting dan cabang, serta penebangan pohon. Indikasi gangguan pada satwa liar
adalah menghilangnya beberapa jenis satwa. Indikasi kerusakan pada kualitas air adalah penurunan kemelimpahan plankton, makrobenthos, BOD, pH, suhu,
warna, kekeruhan, kandungan ammonia, nitrat dan fosfat.
4.5.4.Dampak ekonomi
Nilai ekonomi yang ingin diperoleh adalah memaksimumkan pendapatan langsung pihak manajemen. Pendapatan adalah jumlah dana yang diperoleh dari
biaya yang dikeluarkan oleh pengunjung. Keuntungan dari pengunjung terdiri dari tarif rumah makan dan tiket masuk. Keuntungan total Z, dapat dirumuskan :
Z = aX
1
+ bX
1
+X
2
+c p
1
X
1
+X
2
+ d p2X
1
+X
2
2+e p
3
X
1
+X
2
6 Dimana a: tarif hotel
b: harga tiket c: rerata pengeluaran makan per orang
d: tarif parkir motor e: tarif parkir mobil
p
1
: proporsi pengunjung rumah makan p
2
: proporsi pengunjung menggunakan sepeda motor p
3
: proporsi pengunjung menggunakan mobil
4.6.Analisis Daya Dukung Ekowisata Hutan Mangrove Blanakan
Penghitungan kapasitas daya dukung kawasan meliputi: 1. Daya dukung fisik Physical Carrying CapacityPCC, yaitu jumlah
maksimal pengunjung yang dapat secara fisik memenuhi suatu ruang yang telah ditentukan dalam waktu tertentu.
2. Daya dukung sebenarnya Real Carrying CapacityRCC, yaitu jumlah kunjungan maksimal yang diperbolehkan untuk sebuah lokasi segera
sesudah faktor-faktor koreksi diturunkan dari ciri khusus suatu tempat yang telah diperlakukan PCC.
69
3. Daya dukung efektif atau yang diijinkan Effective Carrying CapacityECC, yaitu jumlah maksimum pengunjung yang dapat ditampung oleh suatu
tempat dengan adanya ketersediaan pengelolaan kapasitas Management CapacityMC
Untuk RCC dihitung dengan memperhatikan faktor koreksi yang berasal dari ciri-ciri khusus lokasi. Faktor-faktor koreksi yang digunakan dalam penelitian
ini meliputi: Kualitas perairan Cf
1
Banjir musiman Cf
2
Kapasitas manajemen Cf
3
Curah hujan Cf
4
Analisis Data
Penghitungan daya dukung fisik kawasan terhadap jumlah maksimal pengunjung ditentukan dengan menggunakan penghitungan daya dukung fisik PCC, daya
dukung sebenarnya RCC, dan daya dukung efektif ECC menurut Cifuentes 1992.
Dimana : PCC
: Daya dukung fisik A
: Luas area yang tersedia untuk pemanfaatan umum Va
: Area yang dibutuhkan untuk satu pengunjung per m
2
Rf : Faktor rotasi
Kriteria dan asumsi dasar yang harus dipertimbangkan dalam menetapkan PCC adalah:
Bahwa seseorang pada umumnya membutuhkan ruang horizontal seluas 1 m
2
untuk dapat bergerak bebas. Bahwa luas yang tersedia A ditentukan oleh keadaan tertentu di areal.
Faktor rotasi Rf adalah jumlah kunjungan harian yang diperbolehkan ke suatu lokasi yang diformulasikan dengan rumus:
v PCC =
A
x
a x Rf
Rf = Masa buka
Waktu rata-rata per kunjungan
70
Penghitungan RCC
Asumsi yang digunakan untuk mengukur RCC adalah: Faktor koreksi Cf diperoleh dengan mempertimbangkan variabel biofisik
lingkungan. Faktor koreksi Cf berkaitan erat dengan kondisi spesifik dan karakteristik
tiap tempat dan kegiatan. Faktor koreksi Cf diformulasikan dengan rumus:
Dimana: M
1
= pembatas ukuran variabel M
t
= jumlah ukuran variabel Maka untuk mengukur daya dukung sebenarnya RCC, digunakan rumus
sebagai berikut:
Penghitungan ECC
Setelah diketahui RCC, selanjutnya dihitung daya dukung efektif atau yang diijinkan ECC yang diformulasikan dengan rumus:
Dimana:
ECC = Daya dukung efektif atau yang diijinkan MC
= Kapasitas manajemen yang berdasarkan jumlah staf dan anggaran RCC = Daya dukung sebenarnya
Asumsi yang digunakan untuk menentukan ECC adalah sebagai berikut: MC didefinisikan sebagai penjumlahan kondisi yang dibutuhkan dalam
pengelolaan sumberdaya alam jika fungsi dan tujuan pengelolaannya dijalankan
Ketika kapasitas untuk mengelola sumberdaya kawasan meningkat, maka ECC akan meningkat, namun tidak pernah lebih besar dari RCC
meskipun dalam kondisi yang mendukung. MC dikemukakan dalam persentase dengan rumus sebagai berikut:
Cf = M
1
M
t
x 100
RCC = PCC x
100 – Cf
1
100 x
100 – Cf
2
100 x ....
100 – Cf
n
100
ECC = Kapasitas Infrastruktur x MC
RCC x 100
MC = Kapasitas staf yang ada
Kapasitas staf yang diperlukan x 100
71
Dari uraian rumus PCC, RCC dan ECC di atas dinyatakan bahwa setiap tingkat urutan merupakan tingkat kapasitas yang telah dikurangi dari tingkat
sebelumnya, sehingga PCC selalu lebih besar jumlahnya dari RCC, dan RCC lebih besar atau sama dengan ECC, yang dapat dinotasikan dengan:
Persamaan di atas dijadikan standar dalam menentukan kapasitas daya dukung fisik di kawasan. Jika ECC lebih besar dari RCC dan RCC lebih besar
dari PCC berarti jumlah pengunjung yang memasuki kawasan wisata telah melewati daya dukung fisik kawasan. Manning 2002 menyatakan ketika
indikator variabel tidak sesuai dengan standar yang dibuat, berarti daya dukung terlampaui sehingga diperlukan langkah-langkah kegiatan pengelolaan kawasan.
Daya Dukung Ekologis Ekowisata Hutan Mangrove Blanakan
Daya dukung ekologis merupakan perhitungan angka daya dukung dengan mempertimbangkan faktor pemulihan atau natural recovery atau natural
purification yang diperkenalkan oleh Douglass 1975. Douglass 1975 menemukan beberapa aktivitas wisata yang menimbulkan usikan atau cekaman
terhadap lingkungan. Dalam menghitung daya dukung ekologis, parameter yang diukur adalah jumlah pengunjungwisatawan untuk tiap aktivitas. Sedangkan
parameter lainnya sudah ditetapkan Douglass 1975 dalam Fandeli 2001 dengan rumus sebagai berikut:
Dimana: AR
= Area yang dibutuhkan untuk kegiatan wisata D
= Permintaan wisatawan untuk suatu aktivitas A
= Kebutuhan area setiap wisatawan dalam feet CD
= Jumlah hari yang digunakan untuk suatu aktivitas tertentu TF
= Faktor pemulihan 43.560 = Konstanta
Kapasitas tampung wisatawan per kegiatanaktivitas untuk kawasan ekowisata hutan mangrove Blanakan adalah
= PCC RCC dan RCC ≥ ECC
AR = D x a
Cd x TF x 43.560
D AR
72
4.7.Analisis Resiliensi
Desain penelitian dilakukan dengan mengadakan survei lapangan yang menjelaskan
pola variasi lingkungan
untuk menentukan lokasi-lokasi
pengambilan sampel. Pengambilan sampel dilakukan di tiga tempat, yaitu di lokasi yang diasumsikan belum tercemar sebelum objek wisata sebagai stasiun
pertama, lokasi yang diasumsikan sudah tercemar setelah objek wisata sebagai stasiun kedua, dan stasiun ketiga adalah lokasi dimana diasumsikan
pencemaran sudah diasimilasi muara sungai. Analisis resiliensi bertujuan untuk mengetahui ambang batas penerimaan
gangguan yang dapat diterima ekosistem, sebelum ekosistem tersebut mengalami perubahan fungsi. Untuk mengetahui resiliensi kelentingan
lingkungan perlu diketahui kapasitas asimilasi maksimal dan jumlah pengunjung untuk dapat mengetahui beban pencemaran yang dihasilkan oleh pengunjung.
Dari data tersebut dicari jumlah persentase pertumbuhan pengunjung tiap tahun, sehingga akan diketahui kelentingan badan perairan ekosistem hutan mangrove
Blanakan, Subang, Jawa Barat.
4.71.Pengukuran Fisik dan Kimia Perairan
Pengukuran faktor hidrologi badan perairan Faktor hidrologi badan perairan didapat dari pengukuran kecepatan arus
v, lebar penampang sungai, kedalaman sungai dan debit. Hubungan ketiganya dinyatakan dengan rumus sebagai berikut Jeffries dan Mills dalam Effendi
2007.
Dimana: D = debit air m
3
detik V = Kecepatan arus mdetik
A = Luas penampang sungai m
2
Pengukuran fisik dan kimiawi perairan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi suhu, kekeruhan, pH, BOD Biochemical Oxygen Demand, kadar
ammonia, nitrat dan fosfat. 1. Suhu; suhu merupakan parameter yang penting karena berpengaruh
terhadap reaksi kimia, laju reaksi dan kehidupan organisme air, dan D = v x A
73
penggunaan air untuk aktivitas sehari-hari. Suhu diukur dengan menggunakan termometer air raksa
2. Kekeruhan; kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh
bahan-bahan yang terdapat dalam air. Kekeruhan dinyatakan dalam turbiditas, yang setara dengan 1 mgl SiO
2
Effendi 2007. Pengukuran kekeruhan dilakukan di lapangan dengan menggunakan
turbidity meter. 3. pH; disebut juga derajat keasaman merupakan nilai yang
menunjukkan aktivitas hidrogen dalam air. Nilai pH mencerminkan keseimbangan antara asam dan basa dalam perairan. Pengukuran
pH dengan menggunakan pH meter. 4. BOD; langkah kerja pengukuran BOD adalah dengan menyaring 100
ml air kemudian diambil 75 ml dan selanjutnya diencerkan ke dalam akuades sampai 375 ml. Kemudian air dimasukkan kedalam botol
winkler. Prinsip pengukuran BOD adalah mengukur kandungan oksigen terlarut awal DO
1
dan sampel segera setelah pengambilan contoh, kemudian mengukur kandungan oksigen terlarut pada sampel
yang telah diinkubasi selama 5 hari pada kondisi gelap dan suhu tetap 20
C yang sering disebut dengan DO
5
. Selisih DO
1
dan DO
5
merupakan nilai BOD yang dinyatakan dalam miligram oksigen per liter mgl.
5. Kadar ammonia; pengukuran kadar ammonia dilakukan dengan mengambil 25 ml sampel air yang telah disaring, kemudian
ditambahkan 1 ml garam Signette dan 0,5 ml larutan Nessler. Larutan dibiarkan 10 menit. Kadar ammonia diukur dengan larutan
spektrofotometer dengan panjang gelombang 125 nm. 6. Kadar nitrat; sampel air sebanyak 10 ml disaring dengan kertas
saring, kemudian ditambah bufer nitrat 0,4 ml. Sampel ditambah dengan larutan pereduksi 0,2 ml larutan hidrazin sulfat dan kupri
sulfat dengan perbandingan 1 : 1, kemudian dibiarkan dalam satu malam. Keesokan harinya ditambah dengan larutan aceton 0,4 ml
kemudian dicampur dan ditambahkan larutan sulfanilamid 0,2 ml kemudian dicampur. Setelah itu ditambah larutan nepthylenediamine
74
0,2 ml dan dicampur. Setelah 15 menit, dilihat hasilnya pada pembacaan spektrofotometer dengan panjang gelombang 543 nm.
7. Kadar fosfat; sampel air sebanyak 10 ml disaring kemudian memasukkannya ke dalam erlenmeyer. Sampel air ditambahkan
combined reagent masing-masing 1,6 ml yang terdiri dari campuran: H
2
SO
4
5 N 10 ml, potasium antymonil tartratPAT 1 ml, amonium molibdat 3 ml, dan ascorbic acid 6 ml, kemudian larutan didiamkan
selama 30 menit. Setelah itu dilakukan pengamatan kerapatan optik pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 880 nm.
Hasil pengukuran masing-masing parameter tersebut dibandingkan dengan baku mutu badan perairan untuk mengetahui tingkat pencemaran yang terjadi.
Analisa beban pencemaran akibat aktivitas wisata dengan pengukuran langsung di perairan kawasan hutan mangrove Blanakan. Cara pengukuran beban
pencemaran didasarkan pada pengukuran debit dan konsentrasi limbah di sungai yang melalui kawasan ekowisata hutan mangrove Blanakan berdasarkan
model Chapra dan Reckhow 1983: BP = Q.C
BP : Beban pencemaran Q : Debit sungai m
3
detik C : Konsentrasi limbah parameter ke-i mgl
Hubungan jumlah pengunjung dengan beban pencemaran dicari dengan menggunakan
persamaan regresi untuk dapat
disimulasikan beban pencemaran yang masuk per tahunnya. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa pencemaran di sungai secara matematis persamaan regresi linier dapat di tulis:
y = a + bx dimana:
x : parameter sungai y : nilai parameter di sungai bagian hilir
a : nilai tengahrataan umum b : koefisien regresi untuk parameter di outlet
75
4.7.2. Penghitungan Kemelimpahan Plankton dan Makrobenthos
Untuk mengetahui keanekaragaman plankton dan makrobenthos digunakan metode Indeks Keanekaragaman Shannon-
Wiener H’. Tujuan utama metode ini adalah untuk mengukur tingkat keteraturan dan ketidakteraturan
dalam suatu ekosistem. Adapaun Indeks untuk plankton adalah sebagai berikut Cox 2002:
s i
s i
pi pi
pi pi
H
1 1
log 303
, 2
ln
N ni
Pi
Dimana: H’
: Indeks Keanekaragaman Shannon pi
: komposisi organisme jenis ke-i Ni
: jumlah organisme N
: jumlah total organisme S
: jumlah spesies atau genus Sedangkan untuk makrobenthos indeks keanekaragaman diformulasikan:
s i
s i
pi pi
pi pi
H
1 1
2
log 32
, 3
log
Keterangan : H’
: Indeks Keanekaragaman Shannon pi
: komposisi organisme jenis ke-i Ni
: jumlah organisme N
: jumlah total organisme S
: jumlah spesies atau genus
Beberapa kriteria kualitas air berdasarkan Indeks Keanekaragaman Shannon Wiener, dapat dilihat pada Tabel 11 berikut ini.
Tabel 11 Kriteria Kualitas Air Berdasarkan Indeks Keanekaragaman Shannon Wiener
Indeks Keanekaragaman Kualitas
H’ 1 Tercemar berat
1 H’ 3 Tercemar ringan
H’ 3 Tidak tercemar
Sumber: Krebs 1999
Penghitungan Indeks Keseragaman Plankton
e = H’H maks
76
Dimana: E
= Indeks keseragaman H’
= Indeks keanekaragaman H maks
= ln S S
= Jumlah spesies Indeks keseragaman berkisar 0
– 1. Apabila nilai mendekati 1 menunjukkan sebaran individu antar jenis merata. Jika nilai e mendekati 0
sebaran individu antar jenis tidak merata atau ada jenis tertentu yang dominan.
Indeks Dominansi Cox, 2002
s i
pi C
1 2
Dimana:
C = Indeks dominansi Simpson pi = Komposisi organisme jenis ke-i
Ni = Jumlah organisme ke-i N = Jumlah total organisme
S = Jumlah spesies atau genus organisme
Dengan kriteria Odum 1993 sebagai berikut, bila C mendekati 0 tidak ada jenis yang mendominasi dan C mendekati 1 terdapat jenis yang mendominasi.
4.8. Model Pengelolaan Ekowisata Hutan Mangrove Blanakan
Model yang ingin dikembangkan pada penelitian ini adalah model simulasi yang menjelaskan interaksi antara sektor pariwisata dengan sektor ekonomi,
lingkungan dan sosial berbasis daya dukung fisik kawasan dan resiliensi ekologi. Untuk membuat model ekowisata tersebut dilakukan dengan sistem dinamis.
Sesuai dengan Purnomo 2005, analisis sistem dinamis dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Identifikasi isu, tujuan, dan batasan Dalam penelitian ini isu utamanya adalah pengelolaan ekowisata secara
terintegrasi. Tujuannya adalah membuat model ekowisata kawasan hutan mangrove berbasis daya dukung fisik kawasan dan resiliensi ekologi.
2. Konseptualisasi model Berdasarkan
isu yang
telah ditetapkan,
kemudian dilakukan
konseptualisasi model. Berdasarkan model konseptual selanjutnya dirinci menjadi sebuah diagram stok dan aliran.
3. Spefikasi model Pada tahapan ini dilakukan kuantifikasi dan perumusan hubungan antar
komponen dilakukan sehingga model bisa dijalankan pada komputer.
77
4. Evaluasi model Untuk mengetahui ketepatan model yang dibuat akan dilakukan evaluasi
dengan cara validasi model dan simulasi model. Validasi model dilakukan dengan uji validasi struktur yang menekankan pada pemeriksaan
kebenaran logika pemikiran. 5. Penggunaan model
Model yang telah dievaluasi selanjutnya akan digunakan untuk menentukan skenario-skenario pemecahan masalah.
Model yang dikembangkan bertujuan untuk melihat peningkatan pendapatan manfaat ekonomi, jumlah pengunjung dengan memperhatikan
kualitas lingkungan daya dukung dan efisiensi penggunaan lahan. Model yang dikembangkan diharapkan dapat mesimulasikan situasi nyata untuk dapat
dilakukan analisis terhadap hubungan antara variabel dalam model tersebut. Untuk membuatan model pengelolaan ekowisata hutan mangrove Blanakan
dimulai dengan membuat tabel analisis kebutuhan stakeholders, seperti pada Tabel 12 berikut ini.
Tabel 12 Analisis kebutuhan stakeholders
Stakeholders Analisis kebutuhan
Masyarakat lokal Peningkatan pendapatan
Perluasan lapangan kerja Kelestarian lingkungan
–sosial budaya Keamanan-kepastian hukum
Pemerintah pusat Peningkatan devisa negara
Kelestarian daerah konservasi Pemerintah daerah
Kelestarian lingkungan dan budaya Pengawetan dan perlindungan flora, fauna dan habitatnya
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan Peningkatan lapangan kerja
Keamanan Peningkatan PAD
Perhutani Peningkatan pendapatan ekonomi
Pelestarian kawasan ekowisata mangrove Wisatawan
Pelayanan yang baik Aksesibilitas yang baik
Informasi yang akurat dan terpecaya Keamanan dan kenyamanan
Setelah dilakukan identifikasi terhadap variabel-variabel yang terlibat, kemudian ditentukan hubungan yang logis antar variabel tersebut. Dari
78
hubungan itu dapat ditentukan apakah hubungannya bersifat positif atau negatif. Dengan demikian dapat dibangun hubungan umpan balik causal loop untuk
semua variabel dalam pengelolaan daya dukung pariwisata yang membentuk rantai tertutup.
Analisis strategi pengelolaan
Analisis strategi pengelolaan dilakukan dengan mempengaruhi sistem agar sesuai dengan yang diinginkan. Dalam sistem dinamis analisis strategi dilakukan
terhadap simulasi model. ada dua tahap analisis pengelolaan ekowisata hutan mangrove Blanakan, yaitu pengembangan strategi alternatif dan analisis strategi
pengelolaan. Pengembangan strategi alternatif adalah strategi-strategi yang dibuat dengan tujuan mempengaruhi sistem agar sesuai dengan tujuan yang
diinginkan, baik dengan cara mengubah parameter atau struktur model. Analisis strategi pengelolaan ekowisata hutan mangrove Blanakan adalah proses
pemilihan strategi terbaik dengan mempertimbangkan perubahan sistem lama ke
sistem baru dan tujuan pengelolaan.
Gambar 16 Kausal loop model dinamis pengelolaan ekowisata hutan mangrove Blanakan
Kapasitas asimilasi Pertumbuhan
Pengunjung
Limbah Jumlah
Pengunjung
+
-
+ +
+
Loop -
Pendapata n
Fasilitas Tingkat Kepuasan
Perubahan Lahan
+ +
Loop +
Loop -
- +
+
79
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Tinjauan Kepariwisataan di Kawasan Ekowisata Hutan Mangrove Blanakan
Ekowisata hutan mangrove Blanakan mempunyai luas 131,7 ha dikelola oleh Perum Perhutani Unit III. Berdasarkan administrasi pemerintahan kawasan
ini termasuk Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang. Kawasan hutan mangrove ini merupakan hutan lindung. Kawasan mangrove di pantai Subang
berada tidak jauh dari pusat kota kecamatan dan beberapa aktivitas seperti pusat perbelanjaan baik modern maupun tradisional, pelabuhan bagi perahu nelayan,
tempat pelelangan ikan TPI, pemukiman, serta pertambakan memberi kontribusi yang cukup signifikan terhadap ekosistem mangrove.
Gambar 17 Lokasi ekowisata hutan mangrove Blanakan, Subang CSC 2010. 5.1.1. Potensi Objek Wisata Hutan Lindung Mangrove Blanakan
Unsur-unsur potensi objek wisata terdiri dari sumberdaya wisata atraksi, amenitas dan aksesibilitas.
Atraksi Sumberdaya wisata
Sumberdaya wisata berhubungan erat dengan daya tarik. Daya tarik merupakan suatu faktor yang membuat orang berkeinginan untuk mengunjungi
dan melihat secara langsung ke suatu tempat yang menarik. Unsur-unsur yang menjadi daya tarik diantaranya adalah keindahan alam, banyaknya sumberdaya
yang menonjol, keunikan sumberdaya alam, keutuhan sumberdaya alam, pilihan kegiatan rekreasi, dan keanekaragaman sumberdaya alam.
80
Keindahan alam objek wisata mangrove Blanakan meliputi pemandangan hutan mangrove yang rimbun menimbulkan kesan menyejukkan dan menarik
pengunjung untuk mendekatinya. Suasana di dalam kawasan mangrove sangat sejuk dan cukup menarik untuk dinikmati sambil berjalan-jalan mengitari objek.
Bentuk perakaran yang khas yang umum ditemukan pada beberapa jenis vegetasi mangrove, seperti akar tunjang Rhizopora sp., akar pasak Sonneratia
sp., Avicennia sp.. Adanya zonasi yang sering berbeda mulai dari pinggir pantai sampai pedalaman transisi zonasi.
Adapun klasifikasi sumberdaya wisata, atraksi dan daya tarik wisata di ekowisata hutan mangrove Blanakan dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13 Klasifikasi sumberdaya wisata, atraksi dan daya tarik wisata di ekowisata hutan mangrove Blanakan
No Klasifikasi sumberdaya wisata
Atraksi wisata 1.
Sumberdaya wisata berbasis alam
Keindahan hutan mangrove Pengamatan satwa yang berasosiasi dengan
mangrove Wisata memancing
Berperahu menyusuri sungai dan pantai Blanakan
2. Sumberdaya wisata
berbasis budaya Upacara Pesta laut Nadran
Kesenian Sisingaan Kegiatan
pemanfaatan mangrove
oleh penduduk setempat
3. Sumberdaya wisata
buatan Taman bermain anak
Penangkaran buaya Sajian kuliner khas Blanakan
Area perkemahan Tempat pelelangan ikan TPI
Wisatawan juga akan memperoleh nilai ilmu pengetahuan tentang mangrove dan berbagai jenis satwa yang berasosiasi dengannya. Atraksi
masyarakat setempat yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya mangrove. Masyarakat memanfaatkan mangove dengan mengambil kayu dari
pohon yang mati untuk digunakan sebagai bahan pembuatan arang. Masyarakat setempat juga menangkap kepiting, ikan gelodok, dan jenis ikan lainnya,
merupakan atraksi yang bisa dinikmati wisatawan Keutuhan sumberdaya alam seperti flora dan fauna tidak terganggu oleh
kegiatan masyarakat, sedangkan untuk lingkungan ekosistem mangrove rawan