Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang memiliki cita-cita tinggi untuk mewujudkan dirinya sebagai negara yang unggul melalui berbagai rangkaian pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang dilakukan secara berkesinambungan untuk membangun manusia, masyarakat, dan bangsa Indonesia seutuhnya dengan berdasarkan pada Pancasila dan dilaksanakan secara terencana, menyeluruh, terarah, terpadu, bertahap, dan berkelanjutan di semua aspek kehidupan bangsa yang meliputi aspek ketahanan nasional, aspek pendidikan, aspek ekonomi, aspek politik, aspek sosial, dan aspek budaya. Salah satu yang menjadi agenda utama dalam pembangunan nasional adalah pembangunan pendidikan. Di dalam rangkaian pembangunan nasional pendidikan memiliki kedudukan paling penting karena perannya dalam pemberdayaan sumber daya manusia yang berkualitas. Pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas meliputi semua aspek diri manusia yang meliputi aspek kepribadian, sikap, mental, serta penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan merupakan proses yang diselenggarakan sebagai usaha untuk mengembangkan dan mengarahkan manusia untuk dapat mencapai kompetensi yang diharapkan, yaitu menjadi sumber daya yang berkualitas. 2 Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 1, dijelaskan bahwa: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negar a”. Diharapkan penyelenggaraan jalur pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal mampu menyelenggarakan pendidikan mampu memenuhi hak dasar warga negara sebagaimana amanat UUD 1945 dan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu hak warga negara untuk memperoleh pendidikan guna mengembangkan potensi dan meningkatkan kualitas dan kesejahteraan hidupnya dapat terpenuhi. Permasalahan yang ada, masih banyak masyarakat yang masih belum terpenuhi hak dasarnya untuk memperoleh pendidikan secara maksimal. Banyak masyarakat yang berada di usia sekolah maupun sudah dewasa belum menyelesaikan pendidikan atau putus sekolah di jenjang pendidikan dasar maupun menengah karena berbagai alasan. Peran pendidikan informal sebagai dasar pendidikan belum menjalankan perannya secara optimal, dimana kesadaran dan keinginan orangtua untuk menyekolahkan anak yang masih rendah, keadaan status ekonomi keluarga yaitu masyarakat yang mayoritas hidup dalam taraf ekonomi menengah ke bawah banyak mengeluhkan biaya yang dikeluarkan untuk pemenuhan kebutuhan pendidikan. Hal ini 3 menyebabkan alasan biaya menjadi alasan yang sering ditemui dan membudaya sebagai akar permasalahan putus sekolah di masyarakat. Kemudian, pendidikan formal yang diselenggarakan pemerintah melalui program wajib belajar 9 tahun yang menggratiskan biaya pendidikan jenjang SD dan SMP dirasa belum efektif dalam menutup keresahan masyarakat miskin terkait dengan pemenuhan biaya pendidikan. Biaya untuk seragam, uang saku, uang transportasi, dan uang untuk kebutuhan pendukung lain seperti tas, sepatu, buku tulis, dan alat tulis menjadi beban pendidikan yang harus dipenuhi khususnya orang tua yang menyekolahkan anaknya. Begitu juga dengan jenjang pendidikan menengah atas yang tidak seperti jenjang pendidikan SD dan SMP yang masuk ke dalam program pemerintah wajib belajar 9 tahun yang mana pendidikan pada jenjang ini tidak dipungut biaya atau gratis, jenjang SMA masih membebani peserta didik dengan biaya tanggungan pendidikan yang cukup tinggi. Berdasarkan hal tersebut, pemerintah memerlukan upaya khusus untuk memperluas akses pendidikan bagi setiap warga negara yang belum menuntaskan pendidikannya dan tidak tertampung di pendidikan formal, khususnya bagi masyarakat yang putus sekolah maupun yang membutuhkan studi lanjut, yaitu salah satunya melalui kebijakan pendidikan kesetaraan yang memiliki fungsi sebagai pengganti, penambah, dan atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2013 tentang Pendirian Satuan Pendidikan Non Formal pasal 1 ayat 4 15 menerangkan bahwa pendidikan kesetaraan merupakan salah satu wujud program pendidikan non formal yang menyelenggarakan pendidikan umum setara dengan pendidikan SDMI, SMPMTS, dan SMAMA, meliputi program kesetaraan paket A setara SDMI, program kesetaraan paket B setara SMPMTS, dan program kesetaraan paket C setara SMAMA. Dengan diselenggarakannya pendidikan kesetaraan yang memiliki slogan “menjangkau yang tidak terjangkau”, diharapkan masyarakat yang belum mendapatkan kesempatan untuk memperoleh pendidikan di pendidikan formal dapat memperoleh kesempatan pendidikan. Hasil dari pendidikan kesetaraan ini dihargai sama dengan hasil yang diperoleh dari pendidikan formal, yaitu setelah melalui serangkaian proses penilaian penyetaraan yang mengacu pada standar nasional pendidikan. Kabupaten Pacitan yang merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur memiliki jumlah warga belajar pendidikan kesetaraan yang cukup tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari dokumentasi jumlah peserta pendidikan kesetaraan yang tercatat di Kabupaten Pacitan. Pada tahun ajaran 20162017 berdasarkan data dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pacitan tercatat sebanyak 1.743 peserta pendidikan kesetaraan yang terbagi 23 peserta paket A, 493 peserta paket B, dan 1.227 peserta paket C. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa rata-rata kasus anak putus sekolah paling banyak terjadi pada jenjang SMP dan SMA. Kaitannya dengan hal tersebut Dinas Pendidikan Kabupaten Pacitan sebagai lembaga yang bertanggung jawab membantu Bupati dalam 5 melaksanakan urusan pendidikan berusaha menyelenggarakan pendidikan kesetaraan dengan harapan melalui kebijakan pendidikan kesetaraan mampu memberikan kesempatan pendidikan kepada masyarakat yang tidak berkesempatan mendapatkan pendidikan dasar dan menengah di pendidikan formal. Berdasarkan observasi awal yang telah dilakukan, diketahui bahwa pelaksanaan pendidikan kesetaraan di Kabupaten Pacitan belum terlaksana secara optimal, karena program pendidikan kesetaraan belum semuanya berjalan, kurangnya sumber daya pendukung, dan warga belajar yang tidak menyelesaikan pendidikan. Penelitian ini sangat menarik untuk dilakukan, oleh sebab itu peneliti ingin mengetahui bagaimana implementasi kebijakan kesetaraan di Dinas Pendidikan Kabupaten Pacitan. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut: 1. Banyak masyarakat yang masih belum terpenuhi hak dasarnya untuk memperoleh pendidikan secara maksimal. 2. Banyak masyarakat yang belum menyelesaikan pendidikan atau putus sekolah. 3. Peran pendidikan informal sebagai dasar pendidikan belum menjalankan perannya secara optimal. 4. Kesadaran dan keinginan orangtua untuk menyekolahkan anak yang masih rendah. 6 5. Keadaan status ekonomi keluarga yaitu masyarakat yang mayoritas hidup dalam taraf ekonomi menengah ke bawah banyak mengeluhkan biaya mahalnya pendidikan. 6. Alasan biaya menjadi alasan yang sering ditemui dan membudaya sebagai akar permasalahan putus sekolah di masyarakat. 7. Pendidikan formal yang diselenggarakan pemerintah melalui program wajib belajar 9 tahun belum efektif. 8. Mahalnya biaya pendidikan untuk Sekolah Menengah Atas SMA atau sederajat. 9. Belum optimalnya implementasi kebijakan pendidikan kesetaraan di Dinas Pendidikan Kabupaten Pacitan.

C. Pembatasan Masalah Penelitian