102 petunjuk dalam menjalankan fungsi dan tugas setiap seksi. Hal tersebut
sesuai dengan pernyataan beliau bahwa: “SOP itu sendiri digunakan sebagai penunjuk dari tiap-tiap seksi
untuk melaksanakan tugas-tugas dan fungsi mereka, SOP itu memberikan arahan.” WAWWSelasa, 14 Februari 2017
Hal senada juga disampaikan oleh Bapak A selaku Kepala Seksi Pembinaan Pendidikan Non Formal, bahwa:
“Sebagai mekanisme, menjadi arahan dan alur operasional kinerja kita dalam melaksanakan kebijakan pendidikan kesetaraan.”
WAWASelasa, 02 Januari 2017
Dari data hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa di dalam implementasi kebijakan pendidikan kesetaraan, Bidang Pembinaan PAUD dan
Pendidikan Non Formal sebagai pelaksana memiliki SOP yang menjadi
mekanisme petunjuk dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya rincian petunjuk tugas Seksi
Pendidikan Non Formal, meskipun kenyataan di lapangan, ada beberapa staf yang tidak mengetahui standar operasional secara rinci, akan tetapi hal
tersebut tidak mempengaruhi kinerja staf karena adanya kerja sama dan saling membantu antar staf pelaksana kebijakan pendidikan kesetaraan.
e. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Implementasi Kebijakan
Pendidikan Kesetaraan Di Dinas Pendidikan Kabupaten Pacitan di Dinas Pendidikan Kabupaten Pacitan
Implementasi kebijakan tidak dapat terlepas dari faktor pendukung dan penghambat yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan
implementasi kebijakan tersebut. Peneliti akan mencoba menguraikan
103 faktor pendukung dan penghambat implementasi kebijakan pendidikan
kesetaraan dengan mengklasifikasikan berdasarkan komponen pendidikan kesetaraan, yaitu:
1 Faktor Pendukung dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan
Kesetaraan
Faktor yang mendukung implementasi kebijakan pendidikan
kesetaraan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Pacitan, antara lain:
a
Tujuan Pendidikan
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibu W selaku Kepala Bidang Pembinaan PAUD dan Pendidikan Non Formal
Dinas Pendidikan Kabupaten Pacitan, dalam mencapai tujuan
pendidikan kesetaraan adalah adanya dukungan dari pemerintah dan masih banyaknya masyarakat yang belum memiliki ijazah
pendidikan formal. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan beliau;
”Yang mendukung pendidikan kesetaraan itu banyaknya warga masyarakat yang belum mempunyai ijazah SD,
SMP, dan SMA, serta dukungan dari pemerintah.”
WAWWSelasa, 14 Februari 2017 Hal senada disampaikan oleh Bapak A selaku Ketua Seksi
Pembinaan Pendidikan Non Formal; “Ada pembinaan dari Dinas, komitmen dari pengurus dan
masih banyak masyarakat yang membutuhk an mbak.”
WAWASenin, 06 Februari 2017 Hal yang sama disampaikan juga oleh Ibu E selaku Ketua PKBM;
“Ada pembinaan dari Dinas, komitmen dari pengurus dan masih banyak masyarakat yang membutuhkan mbak”.
WAWESabtu, 18 Februari 2017
104 Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, dapat
diketahui bahwa faktor pendukung implementasi kebijakan pendidikan kesetaraan di Dinas Pendidikan Kabupaten Pacitan
adalah adanya dukungan dari pemerintah pusat dan perhatian dari Dinas Pendidikan sebagai pelaksana pendidikan di tingkat
Kabupaten banyaknya kebutuhan warga masyarakat, serta masih banyaknya masyarakat yang belum memiliki ijazah dan
membutuhkan pendidikan kesetaraan untuk mendapatkan ijazah tersebut.
b Warga Belajar
Berdasarkan penjelasan dari Ibu W selaku Kepala Bidang Pembinaan PAUD dan Pendidikan Non Formal
Dinas Pendidikan Kabupaten
Pacitan, implementasi
kebijakan pendidikan
kesetaraan dapat berjalan karena adanya kebutuhan akan adanya pendidikan kesetaraan dari warga masyarakat. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat beliau; ”Masih banyaknya warga masyarakat yang membutuhkan
pendidikan kesetaraan.” WAWWSelasa, 14 Februari 2017
Hal yang sama di sampaikan juga oleh Ibu E selaku ketua PKBM; “Masih banyak yang membutuhkan mbak, melihat umur
mereka tidak ada yang setara, banyak yang sudah bekerja juga.” WAWESabtu, 18 Februari 2017
Berdasarkan data hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa masih banyaknya kebutuhan dan keinginan dari masyarakat untuk
105 mendapatkan pendidikan kesetaraan menjadi faktor pendukung
implementasi kebijakan pendidikan kesetaraan. c
Tutor Menurut Ibu W selaku Kepala Bidang Pembinaan PAUD
dan Pendidikan Non Formal, banyaknya tutor dan masyarakat yang kompeten di bidangnya dan berkeinginan mengabdi untuk
memajukan daerahnya menjadi faktor pendukung terlaksananya kebijakan pendidikan kesetaraan. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan beliau; “Adanya guru-guru dan masyarakat yang kompeten untuk
menjadi tutor dan berkeinginan memajukan desanya sehingga mereka mau dengan sukarela menjadi tutor di
paket.” WAWWSelasa, 14 Februari 2017 Hal senada disampaikan oleh Bapak A selaku Kepala Seksi
Pendidikan Non Formal; “Banyak guru yang mau mengabdi memajukan desanya,
sukarela mau ikut mengajar di pendidikan kesetaraan.” WAWASenin, 06 Februari 2017
Hal serupa juga disampaikan oleh Ibu E Ketua PKBM; “Kalo kami mencari yang pertama adalah mau mengabdi,
yang dilihat juga orang sekitar sini dan juga pendidikan sesuai. Saya sampaikan juga kalo ini pengabdian kalo ada
sebulan ya cuma 100 ribu.” WAWESabtu, 18 Februari 2017
Berdasarkan data hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor pendukung implementasi kebijakan kesetaraan
karena adanya guru-guru yang memiliki kompetensi sesuai dengan bidangnya untuk mengajar di setiap jenjang pendidikan
106 kesetaraan, banyak guru-guru yang berkeinginan menjadi tutor,
dan banyak guru-guru yang berkeinginan untuk ikut membangun daerah tempat tinggalnya dengan ikut membangun pendidikan
dari keikutsertaanya di dalam mengajar program pendidikan kesetaraan.
d Kurikulum
Menurut Ibu W selaku Kepala Bidang Pembinaan PAUD dan Pendidikan Non Formal, kurikulum menjadi faktor
pendukung terlaksananya kebijakan pendidikan kesetaraan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan beliau;
“Kurikulum yang digunakan sesuai dengan karakteristik dengan peserta didik, di mana penyelenggara dapat
menyesuaikan mengembangkan dengan kondisi di sana.” WAWWSelasa, 14 Februari 2017
Hal senada disampaikan oleh Bapak A selaku Kepala Seksi Pendidikan Non Formal;
“Pendukung dari segi kurikulum itu ya kami diberi keleluasaan untuk mengembangkan kurikulum sesuai
dengan situasi dan kondisi peserta didik. Salah satunya menentukan
kurikulum muatan
lokal yang
bisa menyesuaikan dengan karakteristik dan keunggulan di
daerah pelaksanaan.” WAWASenin, 06 Februari 2017 Hal serupa juga disampaikan oleh Ibu E Ketua PKBM;
“Dari kurikulum kita sudah membuat sedemikian rupa untuk dilaksanakan tutor sudah jalan. Ada pengembangan
dari kurikulum pusat.” WAWESabtu, 18 Februari 2017 Berdasarkan data hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan
bahwa kurikulum yang diterapkan di pendidikan kesetaraan
107 memiliki sifat fleksibel dan adaptif, artinya kurikulum dapat
dikembangkan dan disesuaikan dengan kebutuhan serta kondisi lingkungan kurikulum diterapkan.
e Sarana dan Prasarana
Menurut Ibu W selaku Kepala Bidang Pembinaan PAUD dan Pendidikan Nonformal, banyaknya sekolah dan pemerintah
desa yang memberikan izin pemakaian gedung untuk pelaksanaan pembelajaran menjadi pendukung implementasi kebijakan
pendidikan kesetaraan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan beliau;
“Alhamdulillah masih banyak tersedianya gedung-gedung yang dapat dan boleh dipakai untuk pembelajaran baik
gedung SD, SMP, SMA, serta Balai desa, mereka
memberikan izin.” WAWWSelasa, 14 Februari 2017 Hal yang sama juga disampaikan oleh Bapak A selaku kepala
Seksi Pendidikan Non Formal; “Kalau sarana prasarana itu kegiatan pembelajaran bisa
memakai sekolah maupun balai desa.” WAWASenin, 06 Februari 2017
Hal serupa juga disampaikan oleh Ibu E selaku Ketua PKBM; “Untuk ulangan dan lainya kita pinjam SD Sidoarjo.
Alhamdulillah ada banyak dukungan yang masih mau meminjamkan.” WAWESabtu, 18 Februari 2017
Berdasarkan data hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
kerjasama dari berbagai pihak dalam pemberian izin pemakaian gedung untuk kegiatan pembelajaran pendidikan kesetaraan
108 menjadi faktor pendukung implementasi kebijakan pendidikan
kesetaraan. Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor
pendukung implementasi kebijakan pendidikan kesetaraan di Dinas Pendidikan Kabupaten Pacitan, meliputi: adanya dukungan dan
perhatian dari pemerintah, banyaknya kebutuhan dan keinginan untuk memperoleh pendidikan kesetaraan dari masyarakat, banyaknya tutor
yang kompeten yang berkeinginan untuk mengajar, sifat fleksibel dan adaktif dari kurikulum sehingga memudahkan dalam pengembangan
dan penyesuaian dengan kebutuhan serta kondisi lingkungan kurikulum diterapkan, dan kerjasama dari berbagai pihak dalam
pemberian izin pemakaian gedung untuk kegiatan pembelajaran pendidikan kesetaraan.
2 Faktor Penghambat dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan
Kesetaraan
Faktor yang menghambat implementasi kebijakan pendidikan kesetaraan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Pacitan, antara lain:
a Tujuan Pendidikan
Menurut Ibu W selaku Kepala Bidang Pendidikan Non Formal, faktor penghambat pendidikan kesetaraan untuk
melaksanakan tujuan pendidikan kesetaraan adalah faktor ekonomi, letak geografis, kemampuan warga belajar yang kurang
109 karena banyak yang sudah berkeluarga. Hal tersebut sesuai
dengan pernyataan beliau; “Penghambatnya ya mulai dari faktor ekonomi warga
masyarakat, letak geografis, kemampuan warga belajar bias dikatakan kurang karena banyak dari mereka yang
sudah berkeluarga.” WAWWSelasa, 14 Februari 2017 Hal tersebut senada dengan pernyataan Bapak A selaku Kepala
Seksi Pendidikan Non Formal; “Yang menjadi penghambatnya satu letak geografis daerah
sekitar Kabupaten Pacitan kurang bagus atau kurang menunjang dalam pelaksanaan pendidikan kesetaraan,
yang kedua terkait dengan kesadaran masyarakat untuk memperoleh pendidikan itu juga kurang, yang ketiga
faktor ekonomi juga menjadi penghambat dalam
melaksanakan tujuan
pendidikan kesetaraan.”
WAWASenin, 06 Februari 2017 Berdasarkan data hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa,
implementasi kebijakan pendidikan kesetaraan dalam mencapai tujuan untuk memperluas akses pendidikan bagi mereka yang
belum memperoleh pendidikan formal harus menghadapi berbagai hambatan, antara lain faktor ekonomi, faktor geografis,
serta kesadaran masyarakat yang masih kurang tentang pentingnya pendidikan.
Menurut data tambahan hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi
bahwa implementasi
kebijakan pendidikan
kesetaraan belum berjalan maksimal, hal tersebut dibuktikan dengan program paket yang secara maksimal pelaksanaannya
110 adalah paket C. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dari Bapak
A selaku Ketua Seksi Pendidikan Non Formal; “Dari tiga jenjang paket itu, hanya paket C yang paling
banyak dilaksanakan, karena yang paling banyak warga belajarnya itu ya paket C itu.” WAWASenin, 06
Februari 2017Januari 2017
Hal yang senada juga disampaikan oleh Ibu E selaku Ketua PKBM;
“Kebetulan di PKBM sini hanya melaksanakan Paket C mbak, karena yang ada peserta didiknya ya hanya paket C
itu.” WAWESabtu, 18 Februari 2017 Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa layanan
pendidikan kesetaraan belum terlaksana secara maksimal karena hanya program Paket C saja yang telah berjalan, untuk program
Paket A dan Paket B hanya beberapa satuan pendidikan saja yang memberikan layanan. Hal tersebut dikarenakan hanya Program
Paket C saja yang memiliki warga belajar. b
Warga Belajar Menurut Ibu W selaku Kepala Bidang Pembinaan PAUD
dan Pendidikan Non Formal, tidak maksimalnya kehadiran warga belajar di dalam kegiatan pembelajaran menjadi salah satu
penghambat di dalam penyelenggaraan pendidikan kesetaraan yang disebabkan karena warga belajar yang mayoritas sudah
bekerja. Hal ini sesuai dengan pernyataan beliau; “Penghambat dari warga belajar ya kehadiran mereka
yang tidak maksimal setiap masuk, ya karena situasi dan
111 kondisi mereka tidak sama. Banyak yang sudah bekerja.”
WAWWSelasa, 14 Februari 2017
Hal tersebut senada dengan pernyataan Bapak A selaku Kepala Seksi Pendidikan Non Formal bahwa:
“Warga belajar yang disuruh masuk seminggu 3 kali aja datangnya tidak mesti. Mereka itu kebanyakan lebih
memilih bekerja
dari pada masuk kejar paket.”
WAWASenin, 06 Februari 2017 Hal serupa juga disampaikan oleh Ibu E selaku Ketua PKBM;
“Mereka sambil kerja, mereka tidak bisa meninggalkan pekerjaannya,
jadi intensitas kehadirannya sangat kurang.” WAWESabtu, 18 Februari 2017
Keterangan yang sama juga disampaikan oleh D yang merupakan warga belajar;
“Kalau saya masuknya masih ada bolongnya, karena anak s
aya masih kecil, kadang hujan.” WAWDSabtu, 18 Februari 2017
Dari data hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa masih kurangnya intensitas kehadiran warga belajar dalam mengikuti
kegiatan pembelajaran
karena berbagai
alasan menjadi
penghambat implementasi kebijakan pendidikan kesetaraan, antara lain karena bekerja, mengurusi rumah tangga, karena
cuaca, dan sebagainya. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti, banyak warga belajar yang tidak datang untuk
mengikuti pembelajaran.
112 c
Tutor Menurut Bapak A selaku Ketua Seksi Pembinaan
Pendidikan Non Formal, faktor penghambat dilihat dari tutor adalah minimnya gaji dan belum mencukupinya buku pegangan
tutor. Hal tersebut senada dengan pernyataan beliau bahwa; “Istilahnya tutor itukan kerja bakti ya mbak sistemnya
sukarela. Jadi mereka ini masih belum mendapatkan perhatian penuh khususnya terkait tunjangan atau gaji.
Terkait juga dengan buku pegangan tutor belum
mencukupi.” WAWASenin, 06 Februari 2017 Hal tersebut diperjelas dengan pernyataan Ibu E selaku Ketua
PKBM; “Kalo tutor alhamdulilah sudah tidak ada masalah mbak,
hanya saja mereka manjadi tutor itu atas kesukarelaan, hanya mendapatkan honor 100 ribu per bulannya.”
WAWASelasa, 02 Januari 2017
Dan, pernyataan Ibu W selaku Kepala Bidang Pembinaan PAUD dan Pendidikan Non Formal;
“Masalah tutor itu rendahnya buku pegangan tutor mbak.” WAWWSabtu, 14 Februari 2017
Berdasarkan data hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa yang menjadi faktor penghambat komponen tutor adalah
minimnya gaji yang diterima oleh tutor, dan masih kurangnya buku pegangan tutor yang digunakan untuk proses pembelajaran.
d Kurikulum
Menurut Ibu W selaku Kepala Bidang Pembinaan PAUD dan Pendidikan Non Formal, kurangnya buku modul kurikulum
113 menjadi salah satu penghambat dalam pelaksanaan kurikulum
pendidikan kesetaraan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan beliau;
“Kalau kurikulum itu lebih ke kurangnya buku modul yang digunakan untuk pembelajaran. WAWWSelasa, 14
Februari 2017
Hal senada disampaikan oleh Bapak A selaku Kepala Seksi
Pendidikan Non Formal; “Yang pertama adalah penyebaran buku petunjuk
kurikulum masih kurang, kedua sosialisasi dari pusat kurang, ketiga buku-buku yang sesuai dengan kurikulum
tidak didistribusikan kepada warga belajar hanya kepada beberapa contoh tidak semua diberikan kepada semua
warga belajar.” WAWASenin, 06 Februari 2017 Hal serupa juga disampaikan oleh Ibu E selaku Ketua PKBM;
“Cuma dari jumlah mata pelajaran untuk paket C itu sangat memberatkan dan buku modulnya itu masih sangat
kurang mbak.” WAWESabtu, 18 Februari 2017 Berdasarkan data hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
kurangnya buku modul bagi warga belajar untuk menunjang kegiatan pembelajaran menjadi masalah yang menghambat
implementasi kebijakan pendidikan kesetaraan. e
Sarana dan Prasarana Menurut Ibu W selaku Kepala Bidang Pembinaan PAUD
dan Pendidikan Non Formal, sarana prasarana praktik dan buku modul yang masih kurang menjadi faktor penghambat di dalam
implementasi kebijakan pendidikan kesetaraan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan beliau;
114 “Buku modul sangat kurang, sarana prasarana untuk
prakti k juga kurang mbak.” WAWWSelasa, 14 Februari
2017 Hal yang sama juga disampaikan oleh Bapak A selaku Kepala
Seksi Pendidikan Non Formal; “Yang namanya sarana prasarana sekolah kesetaraan serba
pas, serba mepet, tuntutan dari pemerintah kan setara dengan formal, melihat sarana dan prasarananya seperti itu
kan tidak mungkin.” WAWASenin, 06 Februari 2017 Hal yang sama disampaikan juga oleh Ibu E selaku Ketua PKBM;
“Untuk sarana prasarana, kebetulan PKBM ini belum memiliki gedung sendiri, jadi ini milik ketua PKBM yang
di pinjamkan.” WAWESabtu, 18 Februari 2017
Berdasarkan data hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kurangnya sarana dan prasarana untuk kegiatan pendidikan
kesetaraan menjadi faktor penghambat implementasi kebijakan pendidikan kesetaraan. Sarana dan prasarana yang di maksud
seperti gedung, sarana dan parasarana praktik, dan modul untuk warga belajar dan tutor.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor penghambat implementasi kebijakan pendidikan kesetaraan di Dinas
Pendidikan Kabupaten Pacitan, meliputi: faktor ekonomi masyarakat yang mayoritas menengah ke bawah lebih mementingkan kebutuhan
lain daripada pendidikan, letak geografis yang menyulitkan pemerataan pelayanan pendidikan kesetaraan, kurangnya kesadaran
masyarakat akan pentingnya pendidikan, belum optimalnya penyelenggaraan
pendidikan kesetaraan
secara keseluruhan,
115 rendahnya intensitas kehadiran warga belajar dalam mengikuti
kegiatan pembelajaran, minimnya gaji yang diterima oleh tutor, kurangnya ketersediaan buku petunjuk pelaksanaan kurikulum dan
modul bagi warga belajar dan tutor, kurangnya sarana dan parasarana praktik, serta tidak adanya kepemilikan gedung sendiri untuk
menyelenggarakan kegiatan pembelajaran. B.
Pembahasan
Implementasi kebijakan menjadi tahapan penting di dalam proses kebijakan pendidikan. Tahapan implementasi merupakan tahapan di mana
suatu kebijakan dilaksanakan semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan melibatkan pihak-pihak terkait dengan kebijakan
yang saling bekerja sama untuk mewujudkan tujuan kebijakan tersebut. Melalui tahapan implementasi ini, kebijakan dapat diketahui bagaimana
pencapaiannya di
dalam menyelesaikan
masalah, termasuk
kebermanfaatannya dan juga dampaknya. Adapun tahapan yang dilalui pelaksana kebijakan pendidikan kesetaraan di Dinas Pendidikan Kabupaten
Pacitan untuk mengimplementasikan kebijakan pendidikan kesetaraan, yaitu: tahap satu sebagai tahapan untuk merencanakan program-program yang akan
dilaksanakan untuk pendidikan kesetaraan, baik paket A, paket B, maupun paket C yang merupakan penjabaran dari informasi kebijakan pendidikan
kesetaraan dari pusat, program-program yang dimaksud meliputi sosialiasi program paket, pelatihan tutor, workshop dan program-program lain yang
berkaitan dengan pendidikan kesetaraan. Selain itu, untuk mempermudah
116 pelaksanaan program pelaksana kebijakan di Dinas Pendidikan Kabupaten
Pacitan melakukan penjadwalan melalui kalender pendidikan. Tahap kedua merupakan tahapan pengaplikasian program kebijakan yang ditetapkan pada
tahap satu. Pelaksanaan program kebijakan pendidikan kesetaraan ini mengacu pada TUPOKSI dengan melibatkan seluruh staf pelaksana untuk
saling bekerjasama untuk melaksanakan tugasnya. Dan, tahap ketiga berupa evaluasi terhadap program kebijakan yang dilaksanakan. Dengan adanya
evaluasi tersebut diharapkan pelaksanaan program kebijakan dapat diketahui dampak dan kebermanfaatannya serta kekurangan maupun kelebihanan dari
program tersebut. Proses implementasi tersebut sejalan dengan yang diungkapkan oleh
Tachjan 2006: 35 bahwa dalam tahap implementasi kebijakan memuat tiga tahapan aktivitas, yaitu: merancang bangun mendesain program beserta
perincian tugas dan perumusan tujuan yang jelas, penentuan ukuran prestasi kerja, biaya dan waktu; melaksanakan mengaplikasikan program, dengan
mendayagunakan struktur-struktur dan personalia, dana dan sumber-sumber lainnya, prosedur-prosedur, dan metode-metode yang tepat; dan membangun
sistem penjadwalan, monitoring dan sarana-sarana pengawasan yang tepat guna serta evaluasi hasil pelaksanaan kebijakan.
Berikut bagan tahapan implemenasi kebijakan pendidikan kesetaraan di Dinas Pendidikan Kabupaten Pacitan, yaitu:
117 Gambar 6. Tahapan Implementasi Kebijakan Pendidikan Kesetaraan
Pendidikan Kesetaraan Paket A, Paket B, Paket C
Perencanaan Program
1 Proses penyusunan
program yang
berkaitan dengan
pelaksanaan program paket yang
dilaksanakan setiap awal tahun ajaran.
2 Penyusunan tersebut
melibatkan seluruh pihak
termasuk seluruh
staf Pembinaan PNF dan
penilik. 3
Program yang
dimaksud meliputi sosialisasi,workshop
, dan pelatihan tutor.
Pelaksanaan Program
1 Proses
melaksanakan program yang telah
ditetapkan pada
tahap satu. 2
Pada tahap ini melibatkan semua
pihak yang terlibat dalam pelaksanaan.
Evaluasi Program:
1 Evaluasi
dilakukan setiap
akhir program
untuk melihat
hasilnya. 2
Hasil evaluasi
digunakan sebagai acuan
untuk penyusunan
program di tahun berikutnya.
Komunikasi, Sumber daya pendukung, Disposisi, dan Struktur
Birokrasi Peraturan Pemerintah
Faktor yang ikut mempengaruhi
118 Di bawah ini akan dijelaskan secara lebih rinci bagaimana
implementasi kebijakan pendidikan kesetaraan di Dinas Pendidikan Kabupaten Pacitan, yaitu:
1. Komunikasi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Kesetaraan