159 Hal tersebut sesuai dengan teori Syamsu Yusuf LN 2000: 177 yang
menyatakan bahwa pengetahuan anak tentang agama terus berkembang karena mendengarkan ucapan-ucapan orang tua, melihat sikap dan perilaku orang tua
dalam mengamalkan ibadah, dan pengalaman dan meniru ucapan dan perbuatan orang tuanya. Sesuai dengan perkembangan intelektualnya berpikirnya yang
terungkap dalam kemampuan berbahasa, yaitu sudah dapat membentuk kalimat, mengajukan pertanyaan dengan kata-kata: apa, siapa, dimana, dari mana, dan
kemana, maka anak sudah dapat diajarkan syahadat, bacaan dan gerakan shalat, doa-doa dan Al-
Qur‟an. Teori lain yang sesuai yaitu teori Muhammad Fadlillah Lilif Mualifafu
Khorida 2013:177-178 yang menyatakan bahwa masa anak usia dini merupakan masa absorbent mind pikiran yang menyerap, pada masa ini anak akan mudah
menyerap hal-hal yang dibiasakan. Oleh karena itu, hafalan sangat efektif diterapkan pada anak usia dini. Akan tetapi pemberian hafalan hendaknya
diberikan semampu anak dan tidak membuat anak tertekan, dengan anak menghafal diharapkan anak dapat memahami apa yang dihafalkan tersebut.
Rasulullah melakukan metode pembiasaan dengan mengulang-ulang doa yang sama dan akhirnya beliau hafal. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan
melakukan sesuatu secara berulang-ulang akan membangkitkan ingatan sehingga tidak lupa.
c. Privat iqro’ dan baca
Sebagai orang islam mau tidak mau harus mengetahui Al- Qur‟an, karena
dari Al- Qur‟an semuanya bersumber. Untuk bisa mengetahui isi Al-Qur‟an
160 terlebih dahulu harus bisa membacanya. Oleh karena itu PAUD Terpadu Mutiara
Yogyakarta melaksanakan privat iqro ‟ dan baca untuk anak.
Hal tersebut sesuai dengan teori Suyadi 2010: 134 yang menyatakan bahwa melibatkan anak-anak dalam kegiatan keagamaan secara langsung dapat
memberikan kesan khusus dalam diri anak, bukan melalui nasihat-nasihat yang sulit dipahami anak. Kegiatan keagamaan yang bisa melibatkan anak secara aktif
adalah mengikuti pendidikan ekstrakurikuler di masjid atau Taman Pendidikan Al-
Qur‟an TPA, mengajak anak shalat dimasjid, kerja bakti membersihkan lingkungan masjid, dan sebagainya. Keikutsertaan anak dalam kegiatan-kegiatan
keagamaan tersebut akan menambah pengalaman keagamaan anak, dan pengalaman tersebut akan menjadi dasar bagi kepekaan beragama anak
selanjutnya. Perkembangan moral pada anak dapat berlangsung melalui berbagai cara
yang digunakan baik oleh pendidik maupun orang tua dalam menanamkan nilai dan moral tersebut. Yusuf dalam Yudha M. Saputra Rudyanto, 2005: 180
menguraikan tentang beberapa cara dalam mengembangkan moral anak, yaitu:
a. Pendidikan langsung
Pendidikan langsung dapat dilakukan melalui penanaman pengertian tingkah laku yang benar dan salah atau baik dan buruk oleh orang tua atau guru.
Selain itu pendidikan moral juga menuntut adanya keteladanan baik dari orang tua maupun pendidik dalam melakukan nilai-nilai moral. Keteladanan dari orang tua
maupun pendidik dapat dikatakan sebagai salah satu cara yang efektif dalam menanamkan nilai agama dan moral pada anak.
161 Cara ini sudah diterapkan di PAUD Terpadu Mutiara Yogyakarta. Salah
satu peran guru di PAUD Mutiara Yogyakarta yaitu memberikan teladan kepada anak dalam setiap kegiatan, seperti guru memberi teladan cuci tangan, berdoa
sebelum dan sesudah makan, guru ikut menghafal materi plus seperti surat, hadits, doa-doa, asmaul husna, asmaussuar, sholat dhuhur berjamaah, serta memberi
teladan menjaga kebersihan lingkungan sekolah.
b. Identifikasi