2.3.4 Rukun-rukun Waris
Menurut Ash-Shabuni 1995:39 rukun kewarisan adalah sesuatu yang
harus ada untuk mewujudkan bagian harta waris dimana bagian harta waris tidak akan ditemukan bila tidak ada rukun-rukunnya.
Menurut Sayyid Sabiq, dalam literatur Usman, Somawinata 1997:23
rukun-rukun waris terbagi menjadi tiga, yang mana jika salah satu dari rukun waris ini tidak ada maka tidak akan terjadi pembagian warisan. Diantaranya
adalah: 1.
Pewaris Muwarits, yaitu orang yang meninggal dunia yang meninggalkan sejumlah harta dan peninggalan lainnya yang dapat diwariskan.
2. Ahli waris, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang berhak untuk
menguasai atau menerima harta peninggalan pewaris dikarenakan adanya ikatan kekerabatan nasab atau ikatan pernikahan, atau lainnya.
3. Harta Warisan Mauruts, yaitu harta peninggalan milik pewaris yang
ditinggalkan ketika ia wafat.
2.3.5 Syarat-syarat Waris
Menurut Sayyid Sabbiq dalam Usman, Somawinata, 1995:24, yang menjadi syarat-syarat waris adalah :
1. Telah meninggalnya pewaris baik secara nyata hakiki maupun secara hukum
misalnya dianggap telah meninggal oleh hakim, karena setelah dinantikan hingga kurun waktu tertentu, tidak terdengar kabar mengenai hidup matinya.
2. Adanya ahli waris yang masih hidup secara nyata pada waktu pewaris
meninggal dunia. 3.
Seluruh ahli waris telah diketahui secara pasti, termasuk kedudukannya terhadap pewaris dan jumlah bagiannya masing-masing
. 2.3.6
Bentuk Waris Menurut Sofyan Effendi 2005:3, Terdapat empat bentuk waris yang
dapat dilakukan, yaitu: 1.
Hak waris secara fardh yang telah ditentukan bagiannya, yakni para
ashhabul furudh yang mendapatkan bagian waris secara tetap, sebagaimana yang sudah Allah tetapkan di dalam Al-Qur’an secara jelas.
2. Hak waris secara ashabah kedekatan kekerabatan dari pihak ayah, yakni
mereka yang mendapatkan sisa waris setelah dibagikan kepada ashhabul furudh.
3. Hak waris secara tambahan, yaitu apabila harta warisan yang telah dibagikan
kepada semua ashhabul furudh masih juga tersisa, sedangkan disana tidak ada ahli waris ashabah, maka sisanya diberikan kepada ashhabul furudh sesuai
dengan bagian yang telah ditentukan. 4.
Hak waris secara pertalian rahim. Bila pewaris tidak mempunyai kerabat sebagai ashhabul furudh, tidak pula ashabah, maka para kerabat yang masih
mempunyai ikatan rahim dengannya berhak untuk mendapatkan warisan. Mereka disebut juga sebagai dzawil arham.
2.3.7 Hak-hak Pewaris atau Kewajiban-Kewajiban Ahli Waris Yang
Berkaitan dengan Harta Warisan
Usman, Somawinata 1997:46, menyatakan sebelum harta warisan tersebut dibagikan kepada ahli waris, hak-hak pewaris terlebih dahulu harus
dibersihkan dan ditunaikan. Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut : 1. Biaya Pengurusan Jenazah.
Adapun yang dimaksud adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk keperluan si mayit dari mulai meninggalnya sampai dikuburkan. Biaya yang diperlukan
untuk hal tersebut dikeluarkan dari harta warisannya menurut ukuran yang wajar.
2. Hutang Pewaris Mayyit Yang dimaksud dengan hutang adalah suatu tanggungan yang wajib dilunasi
seseorang terhadap orang lain. Pelunasan hutang-hutang pewaris tersebut hendaklah diambil dari harta peninggalannya setelah pengeluaran biaya
perawatannya. Pelunasan hutang itu merupakan kewajiban yang utama sebagai pembebasan pertanggungjawabannya di akhirat.
Dalam hal pelunasan hutang pewaris, jika harta yang ditinggalkan memadai maka dapat langsung dilunasi hutangnya. Namun jika harta yang dimiliki
pewaris tidak memadai, maka penyelesaiannya menurut Sayyid sabiq adalah ahli waris tidak wajib melunasinya kecuali apabila mereka para ahli waris
bermaksud tabbarru atau apabila si mati mewasiatkan kepada mereka untuk melunasinya. Sayyid Sabiq, 1972:425.