Risiko Dalam Investasi Syariah

yang digunakan antara lain terdapat denda untuk penimbunan asset-aset yang tidak termanfaatkan idle assets, dilarangnya segala bentuk spekulasi dan tindakan perjudian, serta tingkat suku bunga pada semua jenis dana pinjaman adalah nol. Jadi, para investor atau penabung muslim dapat memilih diantara tiga alternatif untuk memanfaatkan dananya a memegang dananya dalam bentuk tunai b memegang dananya dalam bentuk aset-aset yang tidak menghasilkan pendapatan contoh: deposito bank, pinjaman, property, perhiasan atau c menginvestasikan dananya menjadi investor dalam proyek yang dapat menambah persediaan modal negara. Dua alternatif pertama tidak disarankan dalam perekonomian Islami karena seperti kita lihat, Islam mengikutsertakan biaya dalam bentuk zakat pada dana- dana yang tidak termanfaatkan idle assets. Zakat diaplikasikan pada semua bentuk aset-aset yang tidak termanfaatkan uang tunai, perhiasan, pinjaman, deposito bank yang telah memenuhi nisab dan kebutuhan hidup. Menurut beberapa pandangan kontemporer, seorang muslim yang menginvestasikan dana atau tabungannya tidak akan dikenakan pajak pada jumlah yang telah diinvestasikannya, tetapi dikenakan pajak pada keuntungan yang dihasilkan dari investasinya, karena dalam perekonomian Islami semua aset-aset yang tidak termanfaatkan dikenakan pajak, investor muslim akan lebih baik memanfaatkan dananya untuk investasi daripada mempertahankan dananya dalam bentuk yang tidak termanfaatkan. Faktor utama lain yang ikut mempengaruhi tingkah laku investasi dalam perekonomian Islami adalah ketidakberadaan dari suku bunga. Islam melarang pembayaran bunga pada semua jenis pinjaman pribadi, komersial, pertanian, industri, dan lainnya walaupun pinjaman-pinjaman ini dilakukan untuk teman, perusahaan swasta maupun publik, pemerintah, atau entitas lainnya. Analisis di atas mengindikasikan bahwa dalam perekonomian Islami, tingkat bunga tidak masuk dalam perhitungan investasi, maka biaya kesempatan opportunity cost dari meminjamkan dana yang digunakan untuk kepentingan investasi adalah zakat yang dibayarkan pada dana-dana ini. Dengan kata lain, dana atau tabungan yang tidak dimanfaatkan pada investasi riil akan dikenakan zakat pada tingkat tertentu. Jelaslah bahwa investasi di dalam perekonomian Islami adalah fungsi dari tingkat keuntungan yang diharapkan. Tingkat keuntungan yang diharapkan juga bergantung pada bagian relatif dari keuntungan yang dialokasikan antara investor dan mereka yang menyediakan dana-dananya pada bentuk kerja sama atau pinjaman. Permintaan investasi dalam perekonomian Islami akan meningkat jika tingkat harapan akan tingkat keuntungan meningkat, dan tingkatbesar iuran pada aset-aset yang tidak termanfaatkan meningkat. Karena tingkat harapan keuntungan bukan merupakan variabel yang dapat dikendalikan, satu-satunya instrumen yang tersedia untuk penguasa muslim mendorong investasi adalah tingkat iuran pada aset-aset yang tidak termanfaatkan. Ini merupakan alternatif dari bunga dalam perekonomian bebas non-Islami.

D. Sertifikat Bank Indonesia Syariah SBIS

Sertifikat Bank Indonesia Syariah diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai salah satu instrumen operasi pasar terbuka dalam rangka pengendalian moneter yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah dengan menggunakan akad ju’alah. Akad ju’alah adalah janji atau komitmen iltizam untuk memberikan imbalan tertentu ’iwadhju’l atas pencapaian hasil natijah yang ditentukan dari suatu pekerjaan. Sertifikat Bank Indonesia Syariah memiliki karakteristik sebagai berikut : a. Satuan unit sebesar Rp. 1.000.000,00 satu juta rupiah ; b. Berjangka waktu paling kurang 1 satu bulan dan paling lama 12 dua belas bulan; c. Diterbitkan tanpa warkat scripless; d. Dapat diagunkan kepada Bank Indonesia; dan e. Tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder. Bank Indonesia BI telah menerbitkan instrumen moneter berbasis syariah Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang menjadi alternatif tambahan bank syariah, Badan Usaha Syariah BUS atau Unit Usaha Syariah UUS dalam pengelolaan dana investasinya. Dengan adanya instrumen tersebut, bank syariah tidak perlu takut menerima dana pihak ketiga dari individu atau korporat dalam jumlah besar. Saat ini banyak bank umum ataupun unit usaha syariah yang tidak mau menerima dana masyarakat yang bernilai besar karena ragu tidak mampu menyalurkannya. Bila hal tersebut dipaksakan, akibatnya bagi hasil yang diterima pemilik dana justru akan mengecil dan tingkat pembiayaan bermasalah pun akan meningkat. Kehadiran SBIS yang semoga diikuti UU Surat Berharga Syariah Negara SBSN dan pemberlakuan UU Perbankan Syariah, maka akan mendorong optimalisasi pengembangan bisnis treasury lembaga keuangan dan perbankan syariah. Penerbitan SBIS tidak akan mengganggu perekonomian akibat perbankan lebih senang menempatkan dananya di SBIS dibanding menyalurkannya. Di sisi lain, kehadiran instrumen SBI syariah tidak akan membuat bank malas menyalurkan pembiayaan ke sektor riil. Beberapa aturan telah ditetapkan dalam implementasinya, bank syariah yang bisa membeli SBI syariah hanya yang memiliki rasio penyaluran pembiayaan atau financing to deposit ratio FDR sebesar 80 persen. Sehingga fungsi intermediasi bank memainkan peranannya dan tetap melakukan pembiayaan ke sektor riil. Juga, penerbitan SBI Syariah tidak akan mengganggu perekonomian akibat perbankan lebih senang menempatkan dananya di SBI syariah dibanding menyalurkannya. SBI Syariah hanya sebagai wadah atau instrumen alternatif sementara alternatif investasi disaat bank mengalamai kelebihan likuiditas. Meski demikian, menyimak kondisi sekarang dengan share bank syariah masih relatif kecil dibandingkan bank konvensional, tentunya peran ideal bank dan lembaga keuangan syariah untuk mengatasi kelebihan likuiditas belum akan begitu terasa. Dalam kondisi seperti ini, salah satu elemen pokok dalam sistem ekonomi Islam, yaitu pemerintah regulator, perlu mengambil alih dan