Sejarah Bank Indonesia BI
                                                                                menindaklanjuti  dengan  menerbitkan  instrument  SBI  syariah.  SBI  syariah merupakan  pelengkap  SWBI.  Kondisi  pasar  finansial  saat  ini  yang  masih
merasakan  dampak  krisis  lanjutan  akibat  krisis  subprime  mortgage  tahun  2007 lalu sehingga sejumlah bank konvensional menaikkan tingkat suku bunga karena
suku  bunga  SBI  naik.  Oleh  karena  itu  dengan  sertifikat  bank  indonesia  syariah, bank syariah dapat menitipkan dan menginvestasikan dananya ke instrumen surat
berharga BI tersebut. Dengan demikian meskipun overlikuditas dana bank syariah tetap produktif.
Pada kwarta II tahun 2008, Bank  Indonesia BI  untuk pertama kalinya telah  melakukan  lelang  Sertifikat  Bank  Indonesia  Syariah.  Bank  Indonesia
melaporkan, posisi SBIS pada akhir 2009 tumbuh 54 dibanding akhir 2008 SBI tumbuh  44.  Sementara  berdasarkan  posisi  rata-rata,  SBIS  naik  signifikan
menjadi Rp3,18 triliun tahun 2008 Rp1,45 triliun. Seperti halnya SBI, kenaikan penempatan  dana  perbankan  syariah  pada  SBIS  mulai  terjadi  sejak  akhir
Desember 2008 yang antara lain disebabkan oleh peningkatan belanja pemerintah pada  akhir  tahun.  Berdasarkan  data  Bank  Indonesia  per  Desember  2008
penempatan  dana  bank  syariah  pada  Sertifikat  Bank  Indonesia  Syariah  SBIS meningkat menjadi Rp2,55 triliun, meskipun lebih  kecil dari posisi periode  yang
sama tahun lalu sekitar Rp2,36 triliun. Pola yang sama kembali terjadi pada akhir 2009.  Pengeluaran  pemerintah  net  selama  Desember  2009  mencapai  Rp  68,72
triliun  sehingga  berdampak  pada  likuidnya  kondisi  perbankan.  Hingga  kini  tren kenaikan  likuiditas  di  perbankan  syariah  semakin  terasa  dengan  meningkatnya
penempatan dana pada Sertifikat Bank Indonesia Syariah.
                